Senandika dari Bukit Jugra


Pernah pada satu masa aku berangan menggapai puncak menara Sultan Abdul Samad, bangunan besar nan megah yang merentang di Dataran Merdeka. Berharap sekali dapat melongok mesin pengatur waktu yang masih bersemangat berputar mengikuti pergeseran waktu, sesekali memperdengarkan dentangnya agar setiap yang mendengar tersadar meski ia bersendiri selama ratusan tahun; ia masih ada. Pun hasrat menalu tuk menikmati pergeseran detik demi detik kala kaki menjejak selangkah demi selangkah pada anak-anak tangganya. Namun, harus kusabarkan hati menanti saat untuk menapakkan kaki di dalam setiap ruangnya, menjaga agar angan tak pupus seiring berlalunya waktu. Siapa tahu aku berjodoh menjumpainya, satu hari nanti. Esok, lusa, bulan depan, tahun depan, entah kapan tetap kujaga mimpi itu.

bukit jugra, Sultan Abdul Samad, Sultan Selangor keempat, Kesultanan Selangor, History of Selangor
Pemandangan dari puncak Bukit Jugra

Hingga satu pagi ketika hasratku kututurkan padamu, wejanganmu mengalun dari sela-sela bibir yang berkomat-kamit bergantian menyeruput kopi panas yang terhidang di atas meja. Katamu, kesabaran diuji lewat perkara – perkara yang kau jumpai dalam setiap perjalanan, yang kan mengasah pikirmu dan sikapmu menjadi dewasa atau bahkan menjadi kerdil dalam pandangan. Semua itu tergantung bagaimana dirimu menyerap berita yang terhembus, menelaah bacaan yang ditawarkan pada mata dan menyaring kata lewat pendengaran. Belajarlah bersyukur atas setiap perkara yang kau jumpai dan rintangan yang harus dilalui kakimu.

Dan siang ini di Puncak Jugra, kusesap dalam – dalam aroma wejanganmu yang terhidang di hadapanku. Sabar yang kutabung sedikit demi sedikit berbuah kesempatan bersua asanya. Siapa yang akan menduga bila siang ini langkahku menjejak di bebukitan yang mendekap erat – erat kejayaan pada masanya? Di bawah kaki menara pandang yang berdiri kokoh semenjak seabad silam, pandanganku jatuh pada sebuah tongkang yang ditarik oleh perahu melaju perlahan – lahan menyusuri Sugai Langat. Ia seperti menjadi penguasa lintasan perdagangan di situ. Tak ada perahu atau tongkang-tongkang lain yang berseliweran di sana.

muzium insitu jugra, bukit jugra, Sultan Abdul Samad, Sultan Selangor keempat, Kesultanan Selangor, History of Selangor

Lamunanku berlarian ke masa lampau, kala kapal – kapal pedagang asing hilir mudik dari Selat Malaka menghampiri negeri ini. Kala tambang timah menjadi idaman setiap pendatang untuk memperbaiki kesejahteraan, semasa Gombak dan Klang menjadi bintang untuk didekap. Pada masa itu, Sultan Abdul Samad mengambil keputusan untuk memindahkan pusat pemerintahan Selangor dari Jugra ke tempat Gombak dan Klang berpadu menggapai orgasme, sebuah tepian berlumpur di Ampang; Kuala Lumpur.

Aku teringat perjalanan ke sini tadi. Selagi kendaraan yang kutumpangi tersengal-sengal mendaki, kutengok di sebelah kiri jalan, ada ratusan patok-patok sunyi berdesakan di lereng bukit. Di tengah-tengah yang berdesak-desakan itu, ada anak-anak tangga yang berderet ke puncak bukit. Tak lebar, hanya cukup untuk 2 (dua) orang saja berpapasan. Naik dan turun. Mungkin di antara mereka ada yang pernah bekerja di tambang-tambang timah di sekitar Jugra, Lukut, Klang, atau Ampang? Atau mereka yang tersisa dari yang pernah ada dan kini pun pergi. Meski ada banyak kisah yang tersimpan rapat – rapat di bukit ini, tak sempat aku turun untuk bertanya.

Muzium Insitu Jugra, rumah pasung jugra, sejarah kerajaan selangor, bukit jugra
Sel di Rumah Pasung Jugra

Kendaraanku terus saja bergegas ke puncak. Seperti seorang pelarian yang menjauh dari rumah pasung, tempat pesakitan menjalani proses hukum. Kalaulah seseorang ketahuan bersalah tentulah akan dibawa ke sebuah ruang di lantai atas rumah pasung untuk diadili. Dan bila kedapatan kesalahannya cukup berat dan tak terampunkan, tangan algojo selalu siap sedia untuk menyelesaikan perkaranya di sebuah ruang kecil di lantai bawah. Rumah pasung ini didirikan oleh Kapten Harry Charles Syers. Syers adalah kepala polisi yang mendapat mandat pertama kali untuk mengepalai kepolisian federasi Malaysia sejak Sultan Abdul Samad memberikan peluang bagi Inggris untuk menjejakkan kakinya di Selangor pada 1867 hingga melebarkan kepakan sayapnya di Malaysia.

Syers menjejak di Klang pada 1875, tiga tahun kemudian dia membangun sebuah kantor di kaki Bukit Jugra yang lebih dikenal sebagai rumah pasung. Sekarang, tempat itu telah dibenahi menjadi Muzium Insitu Jugra. Bila kamu berkunjung dan merasakan sesuatu yang menggeliik rasamu, diamkan saja.

Makam Sultan Abdul Samad, Makam Raja Selangor, Makam Jugra
Peristirahatan Sultan Abdul Samad

Sadarku kembali pada satu Minggu pagi saat memandangi menara Sultan Abdul Samad, bangunan yang dibangun semasa Inggris berkuasa di Malaysia itu dirancang oleh AC Norman dan dikerjakan selama 4 (empat) tahun sejak 3 September 1894 hingga diresmikan pada 4 April 1897 dengan nama sesuai nama Sultan Selangor yang bertahta pada saat itu. Tiga bulan kemudian, Syers menyerah pada amukan kerbau yang menanduknya secara bertubi – tubi sewaktu berburu di Pahang. Sedang Sultan Abdul Samad yang bertahta selama 41 tahun, mangkat setahun kemudian pada 6 Februari 1898 dan dimakamkan di peristirahatan diraja di Jugra.

makam sultan selangor, makam sultan abdul samad, bukit jugra, Sultan Abdul Samad, Sultan Selangor keempat, Kesultanan Selangor, History of Selangor
Komplek pemakaman Diraja Sultan Selangor

Usai sebelas hari perkabungan, Raja Sulaiman diangkat menjadi Sultan Selangor dengan gelar Sultan  Alauddin Sulaiman Shah. Baginya, ia membangun 2 (dua) istana: satu di Klang sebagai istana resmi kerajaan, tempat segala titah dipancarkan dan satu tempat peristirahatan di Jugra agar senantiasa bisa berdekatan dengan kaumnya. Di pelataran Istana Bandar Jugra itu kunikmati santap siangku sembari membayangkan riuhnya kota ini dahulu.

Sebelum beranjak dari Bukit Jugra, lamat – lamat kususuri lekak – lekuk Sungai Langat hingga ke bibir Selat Malaka. Senandika! bertekunlah pada keyakinan hatimu; pernah pada satu masa IBU melayari perairan itu, saleum [oli3ve].

2 thoughts on “Senandika dari Bukit Jugra

    1. Lebih mirip yang di Penyengat Kk Cit, ditudungi kain kuning. Di Aceh corak nisannya lebih kelihatan dan ukurannya besar-besar, pengaruh Turki kan?

      Pas aku ke sana sih ditemani kurator museum dari Selangor, coba kutanya sehari2 ada pemandu nggak ya.

Leave a comment