Malaka, salah satu destinasi impian yang sekian lama mengendap di daftar rencana perjalanan. Meski agenda perjalanan menyusuri Malaka – Penang sudah dibuat tiga tahun lalu, rencana tinggallah wacana karena tersalip oleh perjalanan dadakan lainnya. Jadi, ketika mendapat jemputan untuk mengikuti Malaysia Tourism Hunt 2013 (MTH2013) dengan Malaka sebagai salah satu tempat perhentian; hati sontak bergirang. Yipppiiiieeee, Malacca here I come!

Segala sesuatu ada masanya, ada masa untuk menanam ada masa untuk menuai. Ada masa untuk berharap, ada masa untuk kembali menelaah apakah harapan tersebut berjalan seturut kehendakNYA. Segala sesuatu indah pada waktuNYA – [Pkh 3:11].
Pk 09.00 waktu setempat saat iring-iringan kendaraan peserta MTH2013 melintasi pusat kota bersejarah, Malaka. Dengan dipandu oleh polis yang mendampingi sejak dilepas YBhg Dato’ Hj. Azizan Noordin, Deputy Director Planning of Tourism Malaysia dari Gedung MOTAC, Putrajaya; rombongan MTH2013 tak mengalami hambatan melaju ke Menara Taming Sari.
Setelah briefing, amazing race ala MTH2013 dengan tema Historical Hunt pun dimulai. Semua grup yang dibagi berdasarkan nomor kendaraan, berpacu dengan waktu. Setiap orang berusaha menguras otak menemukan kata kunci untuk mendapatkan jawaban yang tepat dari setiap lembar soalan yang diberikan oleh panitia. Demi mengumpulkan marka yang sempurna, segala upaya dilakukan.

Keringat mengucur deras, baju basah kuyup dan rasa haus mendera tak menghentikan semangat untuk menikmati permainan. Berjalan, berlari, mengayuh becak, tanya sana sini kepada siapa saja yang ditemui, lulumpatan foto sana sini semua dijabani. Satu masa sempat terpikir … perjalanan ini hanyalah sebuah keriaan semata. Langkah awal untuk menitip jejak dan memupuk kecewa karena tak sempat untuk menyusuri setiap sudut kota impian yang menyimpan banyak cerita bersejarah ini. Maka … nikmati saja apa adanya.

Salah membaca petunjuk berakibat pada pengulangan rute di bawah paparan surya bertegangan tinggi yang memerihkan kulit. Di tengah kalut, otak masih berusaha berpikir jernih, selalu ada hikmah di balik setiap kejadian yang harus dilalui.
Tak tahu energi dari mana yang menarik langkah melesat kembali ke depan Porta de Santiago dan terus berlari menapaki anak tangga hingga menggapai puncak St. Paul Hill. Sampai di depan St. Francis Xavier tersengal-sengal mengatur irama napas sembari memperhatikan tingkah pola pelancong yang antri bergambar diri dengan latar beliau dan gereja St.Paul. Kenapa semua orang yang mendaki bukit ini sepertinya wajib bergambar dengan pose begitu?
Napas belumlah beraturan ketika langkah kembali digeret masuk ke dalam gereja St. Paul. Mondar-mandir bak setrikaan, mendadak kaki berhenti di bibir sebuah batu nisan di tengah ruangan. Cekrek! Sekali jepret sebelum kaki diayun menuruni bukit sehingga tak sempat memperhatikan dengan seksama nisan siapa gerangan yang dipotret dengan posisi seperti tampilan gambar berikut.

Senja setelah masuk kamar hotel dan mengecek isi kamera semesta turut tercengang. Gambar di-zoom in zoom out untuk memastikan mata tak salah membaca. Ooo maaaaak! nisan frau van Riebeck? Wooouuuwww!! jejeritan di kamar. Maria de la Quellerie atau dikenal dengan Maria van Riebeeck adalah istri dari Johan Anthoniszoon “Jan” van Riebeeck founder father-nya Cape Town, Afrika Selatan. Maria meninggal di Malaka 2 Nopember 1664.
Satu hal yang menarik untuk diketahui, Jan dan Maria van Riebeeck adalah Papa Mamanya Abraham van Riebeeck, Gubernur Jenderal Batavia (1709-1713) dan Opa Oma mertuanya Joan van Hoorn, Gubernur Jenderal Batavia (1704 – 1709) yang menikah dengan Johanna Maria van Riebeeck anak Abraham.

Lalu, apakah satu kebetulan yang menarik jika memperhatikan gambar di atas? Rasanya tak ada yang kebetulan jika semua harus dijalani, this is the calling! Setelah Immaculée Ilibagiza, Ingrid Jonker, Inneke van Kessel lalu Maria van Riebeeck; kini semakin kuat alasan untuk menyusuri Afrika Selatan.
Amazing, IBU menuntunku ke Nanggroe, lalu menjejak di Malaka dan kembali perempuan-perempuan pemberani dan hebat itu yang akan menuntun ke Afrika? Tetaplah bermimpi dan memupuk asa untuk hidup yang lebih berwarna dan memberi makna. LORD, i’ll do my part and the rest will be YOURS. Salam penjelajah kubur [oli3ve].
nunggu cerita lengkap rumah2 tua kolonial lainnya di Melaka..
semoga ada jemputan ke Afrika Selatan ya ..
amiiiiin mbak Monda
Ya ampun, Kak! Kamu sempat juga naik ke atas! Dan itu ulasan silsilahnya juga seperti air mengalir. Salut! Aku doakan semoga bisa menjejak di Afrika Selatan deh.. 😀
ini salah satu alasan bermalas²an di kamar gegera asik merhatiin gambar di kamera, makanya waktu diajak kabur ke Jonker Street blom mandi² juga. meski gak sempat ke Jonker St ada pelampiasan kepuasan hahaha
Panteeeeeesss…ternyata lagi lulumpatan dan jejeritan di kamar. Hahahahaha….
yup, karena jadi orang pertama di kamar dan kk Vina gak bisa naik tanpa dijemput pakai konci hahaha
asiknya….gratis lagi,,,haha
hahahaha …yg gratis itu memang asik mas Indra
THE B E S T!
Aku di Malacca?? Keabisan tenaga ngayuh becak. Hahaaahaha
ntar malam kukirimkan fotomu ngayuh becak ya bro
Wah, interesting perspective! I like it! Thanks for the write up, Olive!!!
kembali kasih Ed, tolong bilang sama Sham jemput² lagi ya 🙂
tetep ya intuisi menuntun ke kuburan tua….
reflek kk Danan hihihi
we would love to post the picture of the feet on the gravestone at toemail if you do not mind? http://toemail.wordpress.com
ok, pls put the link source n back link to my blog thank
No problem and thanks! Will let you know when it is posted.
It’s posted now. Thanks so much, we really appreciate it! 🙂