Benarkah Malaysia dan Thailand Musuh Wisata Indonesia?


Terkadang ketika sedang tidak berjalan, kepala saya suka penuh dengan pertanyaan seputar perjalanan. Akhirnya sering iseng mencari berita yang berkaitan dengan pengelolaan pariwisata, dan jengjeeeeeng sedikit terkejut dengan pernyataan Menpar Arief Yahya berikut:

Secara emosional, musuh bersama kita adalah Malaysia. Secara profesional, musuh bersama kita adalah Thailand.

Seperti main perang-perangan saja. Ada musuh yang harus ditumpas untuk menghentikan kepicikan dan menegakkan kebajikanĀ  ;). Membacanya jadi senyum-senyum saja. Tapi bagaimana tanggapan orang lain yang mendengar atau membacanya? Adakah uapan tersebut ditelan saja, atau masih sempat dikunyah sebentar, dicerna rasanya sebelum turun ke perut?

Awal tahun lalu saya pernah mengulas ucapan si bapak yang suka bikin gemes lewat surat terbuka yang bisa baca di SINI. Tak bermaksud mencampuri isi pernyataan yang terasa janggal di kuping tapi koq ya terganggu dengan kalimat yang disampaikan pada Rakornas Kepariwisataan di Jakarta Convention Center (28 – 29 April 2016) lalu yang dikutip oleh Belitong Express (29/04/2016); Menpar Arief Yahya: Musuh Bersama Kita adalah Malaysia dan Thailand.

Bukan kebetulan jika saya pernah jalan-jalan bersama bapak di Kepulauan Riau bahkan sampai tertinggal rombongan selagi bertandang ke Masjid Sultan Riau, Pulau Penyengat. Pun dalam tiga tahun ini saya senang-senang saja menerima ajakan bermain ke tetangga. Jadi, ijinkan saya berbagi cerita. Sedikit saja, boleh kan?

visit aceh, the light of aceh, gampong pande, gampong jawa, nol km banda aceh

Akhir Juli 2014 saya berkesempatan menghadiri peresmian kampanye wisata Thailand’s: Best Friend Forever 2014 beberapa bulan setelah terjadinya kerusuhan di Thailand. Gila! Saya angkat jempol untuk usaha dan kerja keras Thailand dalam memulihkan dan membangkitkan kembali daya tarik negaranya sebagai destinasi wisata yang aman dikunjungi dalam sekejap. Untuk membantu penyebaran informasinya, Tourism Authority of Thailand (TAT) sampai mengajak 900 orang perwakilan media dari seluruh dunia beramai-ramai menyusuri Thailand. Wajar jika dalam urusan profesional pengelolaan wisata, bapak mengajak berkiblat kepada Thailand. Dua destinasi wisatanya termasuk dalam Top 10 Tujuan Wisata di Asia di samping Filipina, Jepang dan Vietnam.

Bagaimana dengan Malaysia?

Tahun ini Indonesia memang sedang gencar melakukan promosi wisata di luar negeri dan memasang iklan di berbagai media untuk membuat logo Wonderful Indonesia akrab di mata dunia. Bahkan Indonesia boleh berbangga, film pendek Wonderful Indonesia: West Papua mendapatkan penghargaan corporate tourism film/spot untuk kategori advertising di International Tourism Film Festival (ITFF), Bulgaria April lalu. Meski sedikit terlambat melangkah karena Malaysia sudah gencar dengan jingle Celebrating 1Malaysia, Malaysia Truly Asia yang membuat Indonesia mencak-mencak sejak tiga tahun lalu! Tak mengapa, daripada hanya berdiam saja. Kalau orang Jawa bilang, alon-alon asal kelakon.

Dua hari yang lalu, saya bertemu dan berbincang dengan seorang bapak di sebuah acara buka puasa bersama. Bapak ini sebut saja namanya pak Amir, pernah bergerak di bidang logistik dan bekerja puluhan tahun untuk sebuah perusahaan pelayaran global. Kebetulan pula, saat obrolan berkembang ke cerita perjalanan, rupanya si bapak yang saat ini senang menekuni bidang pelatihan pendidikan, dan lagi gemes-gemesnya sama para operator wisata di Indonesia yang tak paham edukasi wisata. Lucunya lagi, si bapak bercerita kalau dia masih saja merekemomendasikan juniornya yang ingin belajar pengelolaan wisata (terutama urusan laut) untuk belajar di Malaysia.

wisata serawak, ayam pansuh, wisata sungai batang kayan
Ayam Pansuh, masak dan makannya di tengah hutan sembari menyusuri sungai Batang Kayan dengan berperahu di Serawak.

Jadi, kenapa dalam urusan pariwisata, bila menyebut Malaysia kita harus mengedepankan emosi? harus menanamkan dalam benak, Malaysia itu musuh? Apa maksudnya?

Saya pernah bekerja di perusahaan ritel di mana angka penjualan sering menjadi acuan untuk menunjukkan keberhasilan dalam usaha. Ketika ada pesaing bisnis yang datang membuka cabang usahanya di dekat rumah, semua orang akan disibukkan dengan persiapan promosi untuk perang harga. Pesaing bisnis adalah musuh!

Satu hal menarik yang saya pelajari dari Malaysia, mereka sungguh kreatif dalam mengemas potensi wisatanya. Masa orang bikin kue dan masak di hutan aja dibela-belain untuk dipasarkan dengan dibuatkan paket wisata? Itu adalah hal sederhana yang sebenarnya jadi keseharian di beberapa daerah di Indonesia yang masih jarang diangkat namun menjadi menarik ketika mendapatinya di seberang.

Saya tidak menampik, orang-orang Indonesia adalah manusia kreatif bahkan super kreatif. Saking kreatifnya untuk menjual destinasi wisata bahkan sebagai pejalan pun kita suka lupa berlaku sebagai pelaku wisata yang paham akan pentingnya berwisata dengan bijak. Coba saja baca ulasan Satya Winnie tentang Edukasi Whale Shark dan Arogansi Derawan Fisheries, gemes nggak? Bagaimana pula dengan adik ini?

vandalisme di tempat wisata, corat-coret di tempat wisata, edukasi wisata, pelaku wisata
Katanya, niatnya hanya iseng tapi koq tidak memikirkan dampaknya?

Terkadang, apa yang kita sampaikan tak mencapai sasaran karena pilihan kata, cara penyampaian dan laku kita yang keliru. Lalu kita sikut-sikutan sendiri seperti katak di dalam tempurung. Bukan rahasia lagi, banyak koq pengelola wisata daerah yang tak memahami potensi wisatanya dan sekadar ikut keriaan saja bikin festival ini itu dalam memasarkannya tanpa tahu pasar yang disasar. Ditambah pula dengan perilaku pejalan yang lebih sering berjalan demi mengejar eksistensi diri di media sosial lalu abai dengan rambu yang ada.

Kemajuan pariwisata Indonesia bukan hanya urusan satu orang, tapi menjadi tanggung jawab kita semua yang terlibat di dalamnya. Ketika kita hanya mengedepankan keakuan untuk mengungguli pesaing tanpa memikirkan kelakuan; maka pencapaian hanya layaknya retorika. Pada fase ini saat mencapai satu titik, sering terjadi kita menjadi lengah lalu ongkang-ongkang kaki memandang pongah ke sekeliling tak sadar yang perlu diperhatikan adalah: terus belajar dan menjaganya agar tetap terpelihara dengan baik, saleum [oli3ve].

2 thoughts on “Benarkah Malaysia dan Thailand Musuh Wisata Indonesia?

  1. telak sekali..! dan kali ini (tiap kali sih) yudi sepakat dengan dikau kak.
    mereka duul belajar di kampus2 kita. tapi hari ini?
    jadi meributkan hal yang selalu membuang energi adalah khasnya kita kak..
    semakin sering kita publish tulisan atau gambar tak baik maka image kita dimata dunia juga akan negatif

  2. Cara pandang dan pendekatan Bapak Arief mungkin perlu diubah. Tidak menganggap mereka musuh, tapi bagaimana jika.. partner? Guru?

    Indonesia harus banyak belajar dari kepariwisataan Malaysia, Thailand, bahkan Vietnam dan Kamboja.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s