Maghrib sudah menjelang, sepi semakin menggelayuti salah satu sudut kota Surabaya. Peneleh, sebuah taman pemakaman yang dibuka pada 1814; kaki ini masih tegak berdiri dalam diam. Di kejauhan sekelompok anak kampung Peneleh terlihat masih asik berlari mengejar bola di lapangan yang tersisa di sela-sela makam tua. Lahan tempat bermain mereka telah habis digerus pembangunan kota.
Perlahan kaki beranjak meninggalkan sisa bangunan krematorium di sisi belakang taman pemakaman. Jelang gerbang, mata terantuk penasaran pada sebuah salib yang tampak menjulang di kejauhan di antara ranting pohon yang berdiri di sisinya. Hmm … makam siapa gerangan yang memikat mata saat senja mulai memudar?
Karena berjalan dari sisi kanan belakang, tulisan pertama yang tampak oleh ujung mata adalah Zy Rusten in Vrede … Beristirahatlah dalam Damai. Di setiap sisinya terpatri nama-nama suster yang bagian bawahnya diikuti tanggal dan tahun yang saya tebak sebagai tanggal mereka berpulang.

Sebuah prasasti di sisi depan memberikan petunjuk makam ini adalah makam para suster Ursulin yang menjejak pertama kali di Hindia Belanda. Sebuah perjalanan panjang yang bermula pada 7 Februari 1856, saat 7 (tujuh) orang suster Ursulin tiba di Batavia atas permintaan Mgr P.M. Vrancken (Vikaris Apostolik Jawa pada saat itu).
Baca juga: Sebuah Senja di Satu Taman Kala Pastor Saling Iri
Ketujuh suster ini berangkat dari Sittard, Belanda pada 19 September 1855 dengan menumpang kapal Herman. Oleh pemilik kapal yang baik hati, Tuan Herman van Gent, mereka dibebaskan dari ongkos perjalanan. Perjalanan yang panjang dan melelahkan, membuat ketahanan tubuh mereka menurun. Tak kuat, seorang di antaranya, Sr Emanuel Harris meninggal pada 11 Februari 1856, empat hari setelah mereka mendarat di tanah Jawa.
Meski bersedih kehilangan rekan kerja dan saudara sepelayanan, keenam suster lainnya tetap bersemangat untuk memulai misi mereka melayani lewat pendidikan dan pembinaan anak-anak perempuan serta menanamkan pelajaran agama kepada mereka.

Iklim daerah tropis yang panas berpengaruh pada kondisi tubuh para suster. Beberapa di antaranya mulai jatuh sakit dan akhirnya menyusul Sr Emanuel kembali ke rumah Bapa. Untuk menyokong pelayanan dan tetap berjalannya misi pendidikan yang sudah dirintis, 8 (delapan) suster Ursulin kembali didatangkan dari Belanda pada April 1856.
Mereka merintis berdirinya sebuah Taman Kanak-kanak di daerah Noordwijk, Batavia dengan 3 (tiga) murid pertama pada 1 Agustus 1856; cikal bakal berdirinya Santa Maria yang masih bisa kita lihat sekarang di Jl Juanda, Jakarta. Lalu pada 1857 disusul berdirinya Ursulint Zuster School atau sekarang dikenal dengan SMA Santa Ursula di Jl Pos, Jakarta.

Seiring semakin dibutuhkannya tenaga pengajar dan pengembangan wilayah misi, rombongan suster yang datang pada gelombang berikutnya pun bertambah. Pada 14 Oktober 1863, 5 (lima) orang suster Ursulin diberangkatkan dari Batavia untuk memulai misi pelayanan di Surabaya atas permintaan Pastor Van den Elsen, SJ. Mereka memulai karyanya dengan membuka sekolah dasar untuk anak-anak perempuan di Kepanjen (sekarang Santa Maria, Surabaya).

Suara adzan dari kejauhan mengingatkan kaki untuk bergegas meninggalkan taman pemakaman setelah sejam lebih menikmati sisa-sisa kemegahannya. Sebait doa tak lupa dipanjatkan untuk kedamaian para suster di atas sana. Terima kasih telah melayani dengan kasih untuk para perempuan negeri ini.
Baca juga Mengenang Sang Maestro di Museum WR Supratman

Tulisan ini akhirnya tayang setelah hanya mengambang di alam pikiran usai perjalanan mengubek-ubek taman pemakaman di Surabaya setahun yang lalu. Dan, terinspirasi dari pertemuan dengan Sr. Theresa yang hadir di 1st Gathering Perempuan Keumala (Minggu, 20/10/2013).
Harapan terbesar saat ini adalah menagih janji seorang sahabat, alumni Santa Ursula (Sanur) untuk segera mewujudkan pertemuan dengan Sr. Francesco Marianti. Terus pengen menuntaskan rasa penasaran pada Cor Jesu, Malang. Sebuah perjalanan yang bisa dipaketkan dengan penyusuran jejak Gayatri Rajapatni hehe. Saleum [oli3ve].
Pernah baca deh kayaknya perjalanan para suster ursulin pertama ke Indonesia, kemudian ada yg sakit dan meninggal.. lupa baca di mana, mungkin di majalah hidup.
menarik sekali… ternyata makamnya ada di Surabaya ya…
Btw katanya di biara ursulin di Jl. Juanda itu ada museumnya juga ya Olive, isinya perabot2 orang belanda pemilik rumah yg skrng jadi biara ursulin.
sdh pernahkah ke sana ?
iya bu, tapi karena dengar2 selentingan agak susah untuk masuk ke sana sampai sekarang belom nyari2 info untuk kunjungan hehehe. pokoknya sekarang sih nunggu janji seseorang untuk mempertemukan dengan mantan kepseknya Sanur
kalau di Katedral ada tuh patung suster, tapi saya lupa itu suster siapa ya? kepalanya udah full hahaha
Mantan Kepsek Sanur, Suster Alexis OSU ?? skrng jadi Bendahara Yayasan Strada.
Kabari aku kalau mau janjian ya.. kangen sama sr Alexis 🙂
Wah di sebelah mananya ? blm pernah ngubek2 katedral, kemarn ada kawinan anak boss ya cuma foto2 di depannya aja
bukan bu, Sr Francesco Marianthi 😉
lhaaaa .. di katedral ada musium di lantai atas bu
Iya. itu jg blm pernah
Eh bu Seno, setelah mengutak-atik file lama tenyata benar patung suster OSU yang ada di museum Katedral Jakarta adalah Sr Emmanuel. Bisa dilihat di SINI
Dan aku alumni SMU Ursulin made in Surakarta yg malah nggak ngerti sejarah ordo Ursula ini hehehe…kupikir pendirinya dimakamkan di Bandung ternyata di Surabaya. Nice info mbak Oliv 🙂
hehehe …Lim, saya berencana ke Solo menghadiri konsernya Don Moen 2 Nov 2013 di Vastenburg. Kalo jadi aku kabar2i ya
waaaa dengan senang hati menyambut 😀
Ehh serius Don Moen (penyanyi) dateng ke Solo, mbak? Malah baru tahu nih… Kabari via sms ato wasapp boleh deh 😉
seriuuuussssss, Don Moen itu kan idolaku hahaha. jadi wajib pergi tiap si om datang ke Indo. di Solo tiketnya lebih murah 😉
nanti ku sms ya, WA-ku lagi down
Selalu iri sebenarnya sama Olive. Karena sudah bisa menjejakkan kaki di beberapa tempat. Tetap dengan passion-nya.
Di Surabaya dan beberapa kota besar di Indonesia, seperti banyak tersimpan tempat-tempat yang dari sisi sejarah cukup penting ya.
mas Teguh boleh koq iri asal jangan dengki hahaha
aku juga suka ngiri kalo ngintip tulisan2mu mas
betul, titik2 sejarah itu pun saling berhubungan (pastinya yaaa) dan suka terkaget2 sendiri ketika sampai di satu tempat terus ingat kisah lainnya,”lhaaa .. ini kan ini kaaaan?” gitu deh suka ngoceh sendiri hahahaha
Hehe, satu hal ternyata bisa membawa banyak dampak untuk hal-hal lainnya ya.
Kadang suka berpikir, kalau A mempengaruhi B, B mempengaruhi C, kira-kira pengaruh tulisan2 kita nanti di satu waktu akan gimana ya ketika dibaca oleh orang2 yang berbeda. 😀
Sama-sama iri aja kalo gitu ya. :p #salamiri
tulisan2 tersebut akan dirangkum oleh mereka sesuai pemahaman mereka terhadap tulisan itu #blibet deh
mas Teguh, aku nganan aja ya biar balance hehehe
Olive berani jg ambil photo kuburan yah
tidur pun pernah koq Winny #eaaaa
ckckc gadis pemberani bah
hahahha …nggak juga koq Winny
Belajar sejarah dari kuburan, siapa sangka bisa begitu ya…
Bisalaaaah, kan yg dikubur sudah jadi sejarah 😉
Tulisan ini sangat menarik, saya guru di Sekolah Ursulin Jakarta. Salam kenal.
Terima kasih sudah mampir Ibu Theresia, boleh donk kapan2 saya mampir 😊