Dilan dan Lubang Angin Tempatnya Bercerita


Wajahnya tiba-tiba saja memenuhi layar kamera yang saya letakkan di salah satu lubang angin kecil yang, berbaris di dinding putih kusam. “Hai, wartawan ya? Kenalan dong! Kamu bisa bahasa Inggris?” sapanya penuh semangat. Embusan napasnya membuat debu yang menempel di lekukan lubang angin itu, beterbangan. Saya buru-buru menarik kamera, mengamankan lensa dari debu dan cipratan air liur. Dia pun reflek memundurkan wajahnya. “I am Dilan, what is your name?” Pertanyaannya belum dijawab, dia sudah melempar pertanyaan baru, mulai bercerita tentang pekerjaan, juga kenapa dirinya ada di kamar itu.

“Sudah enam bulan saya di sini. Utusan Yonif Walet Sakti, Kapuas Hulu, Kalimantas Barat. Lintas Batas.” Ada rasa bangga yang tertangkap pada nada suaranya ketika menyebut dua kata terakhir. LINTAS BATAS. Setelah tiga tahun bertugas di perbatasan, Dilan mendapat ijin cuti dari komandannya.”Besok saya akan pulang ke rumah,” lanjutnya dengan senyum lebar sekali. Melihatnya bertutur riang dan tenang, saya menjadi penasaran untuk membuatnya terus bercerita. “Dilan, saya tak melihat kamu di ruang pertemuan tadi. Kamu sudah makan?”

Karena tadi dapat kesempatan bernyanyi bersama-sama, saya memindai dengan baik dan masih mengingat wajah-wajah mereka yang hadir di pertemuan yang baru saja berakhir. Namun, wajah lelaki yang bercerita di lubang angin kecil ini; tak tampak. Bahkan ketika waktunya makan siang dan mereka antre untuk mengambil jatah makan siang, dirinya tak muncul. Dilan mundur selangkah lalu menggoyang-goyangkan tangan kanannya hingga terdengar bunyi gesekan besi yang nyaring. “Saya makan di kamar. Tangan saya diborgol, tidak bisa keluar.” Katanya lagi, ada kalanya dia suka tiba-tiba saja marah. Ketika itu terjadi, dia akan memukulkan benda apa saja yang terjangkau tangannya ke benda apa saja yang ada di dekatnya. Karenanya, satu tangannya terpaksa diborgol agar tak bikin repot. “Besok kalau sudah dijemput, pasti borgolnya dibuka kok.”

yadeki, mental health awareness, penyebab gangguan jiwa, skizofrenia, panti rehabilitasi jiwa di jakarta

Sebuah pertentangan telah terjadi di dalam dirinya yang, memicu terjadinya gangguan kejiwaan. Sejak pulang dari Kalimantan, Dilan – nama aslinya Jeremi, namun dia lebih senang mengenalkan dirinya sebagai Dilan, kadang pula Marthin, dan nama-nama berbau asing lainnya – sering marah-marah dan mengamuk di rumah. Karena tak lagi bisa mengendalikan diri dan khawatir melukai diri dan orang lain, keluarga menitipkan Dilan di rumah ini.

Perjumpaan tak sengaja yang berlanjut dengan obrolan singkat dengan Dilan di lubang angin kecil di samping tempat tidurnya itu, terjadi satu siang di awal tahun baru. Dilan, salah satu penghuni Panti Rehabilitasi Jiwa dan Narkoba Yayasan Doa Embun Kasih (YADEKI), Jati Asih, Bekasi. Di panti rehabilitasi yang dikelola secara swadaya oleh Pdt. Timotius Liunesi dan keluarganya itu, Dilan tinggal bersama sekitar 50 orang, laki-laki dan perempuan yang menempati dua kamar terpisah. Mereka, sebagian besar orang-orang yang mengalami gangguan kejiwaan (ODGJ) ringan hingga berat yang dijumpai oleh Pdt. Timotius Liunessi berkeliaran di jalan-jalan dan dibawa pulang untuk dirawat. Ada pula yang memang sengaja dititipkan keluarga yang tak mau repot, atau karena kesibukan sehingga tak mungkin untuk merawatnya di rumah. Selain ODGJ, YADEKI yang berdiri sejak 1995 juga melayani orang-orang yang terkena pengaruh okultisme dan narkotika.

Baca juga: Memulihkan Skizofrenia dengan Kasih Lewat Terapi Psikoreligius

Dilan menempati kamar lusuh yang kusen pintunya sudah keropos dan daunnya sudah tak ada. Pencahayaan kamar itu didapatkan dari lubang angin dan selasar di depan kamarnya yang dibiarkan terbuka. Ubin kamar itu juga banyak yang retak bahkan tak lagi berada pada tempatnya. Di dinding di depan kamar, terbaca oret-oretan penghuni kamar seperti paspor, e-ktp, BNPT, laundry duty school, nama-nama pejabat, dan lain-lain. Untuk tidur, mereka menempati tempat tidurnya masing-masing di ranjang susun. Namun terkadang, ada pula yang memilih tidur di dipan kayu yang sengaja di tempatkan di tengah-tengah kamar.

yadeki, panti rehabilitasi jiwa di jakarta, gejala skizoprenia

Faktor Pemicu Gangguan Jiwa

Setiap orang, dari anak kecil hingga orang dewasa, berisiko mengalami gangguan jiwa dengan tingkat kerentanan dan penyebab yang beragam seperti:

  • Faktor Sosial: pengalaman yang tak menyenangkan karena perundungan, pelecehan seksual, penyakit berat, atau pun peristiwa traumatis (bencana alam, kecelakaan, perang, dan lain-lain).
  • Faktor Genetik: adanya riwayat gangguan jiwa dalam keluarga
  • Faktor Psikologi: pengelolaan stres yang tak tertata dengan baik

Pendeta Anton Theophilus Boisen, penyintas penyakit jiwa yang membuatnya dirawat selama belasan tahun di rumah sakit jiwa mengatakan, bentuk penyakit jiwa lebih banyak berupa masalah-masalah religius dibandingkan masalah medis. Boisen yang dikenal sebagai pendiri gerakan pendidikan pastoral klinis di Amerika, juga berpendapat bahwa teologi yang berguna secara pastoral seharusnya tidak hanya mempelajari teks-teks tertulis namun juga pengalaman hidup dari orang-orang yang bergumul dengan masalah-masalah religius.

yadeki, panti rehabilitasi jiwa di jakarta, gejala skizoprenia

Mereka yang masuk ke YADEKI, dirawat dengan terapi psikoreligius kristen. Namun, pada beberapa kasus, pasien juga tetap diberikan obat-obatan dengan pengawasan dokter. Setelah pulih, ada yang bisa kembali ke keluarganya. Tak sedikit yang tetap tinggal di panti karena keluarga tak mau lagi menerima mereka bahkan, keberadaan keluarganya sudah tak terdeteksi.

Baca juga: Peluhku Menjadi Daya: Perjalanan Pulih Seorang Penyembuh yang Terluka

Tips Berkomunikasi dengan ODGJ

Komunikasi yang efekftif tercipta ketika terjadi interaksi dua arah antar pihak yang terlibat di dalamnya. Ketika berhadapan dengan ODGJ, perlu untuk:

  • Buka telinga lebar-lebar JANGAN menghakimi, setiap orang senang untuk didengar ketika mereka bercerita, demikian juga dengan ODGJ. Sayangnya tak semua orang mau memberikan telinga untuk mendengar.
  • Sabar, kendali emosi ODGJ atas diri mereka terganggu karena jiwa mereka sedang tidak dalam kondisi baik. Jangan terbawa emosi ketika berbincang dengan mereka.
  • Berbincanglah dengan wajar, jangan menyulut pertentangan hingga menyudutkan, dan membuat tensi mereka naik.

Panti Rehabilitasi Jiwa dan Narkoba
Yayasan Doa Embun Kasih (YADEKI)
Jl. Ratna Gang Abarokah (Jl. H.Nain 128/6)
RT/RW 004/01 Kelurahan Jatikramat, Jati Asih
Bekasi, Jawa Barat
HP 0812-8735-5296, 0813-16666-104 (Pdt. Timotius Liunesi, M.Th)

yadeki, mental health awareness, penyebab gangguan jiwa, skizofrenia, panti rehabilitasi jiwa di jakarta

Siang itu, saya juga bersua dengan Renita, Katrin, dan penghuni panti lainnya yang berkumpul di ruang pertemuan. Renita senang sekali bernyanyi. Telunjuknya berkali-kali teracung saat pertanyaan siapa yang mau bernyanyi terlontar dari mulut Sumiarsih, ibu asuhnya di YADEKI.

Hari ini ku rasa bahagia
berkumpul bersama saudara seiman
Tuhan Yesus tlah satukan kita
tanpa memandang di antara kita

Bergandengan tangan dalam kasih
dalam satu hati
Berjalan dalam terang kasih Tuhan
Kau sahabatku, kau saudaraku
tiada yang dapat memisahkan kita

Suara Renita yang bersemangat dengan mata yang berjalan ke segala arah, masih terbawa hingga hari ini. Doaku, cepatlah pulih Dilan, Renita, Katrin, juga yang lain agar, segera berkumpul dengan keluarga, dan bercerita tentang hari ini kepada mereka yang bersetia menantimu di luar. Nanti, kita bernyanyi dan berbagi cerita lagi, ya. Tuhan peluk satu-satu.

Tidak mudah untuk hidup dengan ODGJ. Begitu pun mereka yang kadang merasa tak nyaman dengan lingkungan yang dalam pandangan kita seharusnya membuat mereka nyaman. Mereka butuh support system yang kuat dari lingkungan dekatnya. Karenanya banyak yang memilih menitipkan keluarganya ke panti-panti rehabilitasi jiwa untuk mengurangi kerepotan dan dengan harapan akan mendapatkan penanganan yang lebih baik.  Semoga kita senantiasa dikaruniai kesehatan yang baik dan tahu mengucap syukur atas pemeliharaanNYA setiap waktu, saleum [oli3ve].

Leave a comment