Tragedi Junyo Maru


Perjalanan menyusuri jejak sunyi dikawani tiga lelaki Mas Dipo, Wibi, dan Yoan seharian itu; bikin lupa waktu. Kami baru sempat mengisi perut jelang pk 15 di sekitar Cimahi usai beranjak dari Pandu, Bandung. Mendung menggelayuti langit Cimahi ketika kami sampai di depan gerbang Ereveld Leuwigadjah sore itu dan menyempatkan melihat-lihat beberapa makam tua yang terbengkalai di depan gerbang ereveld. Namun, melihat langit semakin muram, bergegas kami melangkah ke dalam ereveld. Pemandangan di balik gerbang sangat kontras dengan pemandangan di luar tadi. Di dalam mata disegarkan dengan jejeran patok-patok nisan yang tertata rapi di atas hamparan rumput hijau dengan latar belakang bukit yang mulai dikelilingi awan tebal.

Langkah perlahan diayun menikmati senyap menyusuri setapak yang membatasi hamparan berumput hijau tempat patok-patok itu berdiam dalam sepi. Tempat untuk mengenang dengan hormat mereka yang tak disebut tetapi telah mengorbankan dirinya dan tidak beristirahat di taman-taman kehormatan. Tulisan yang terpatri di depan salah satu monumen untuk para korban semasa perang yang tak dikenal.

Sampai di ujung, tampak sebuah monumen lain menyembul di bawah pohon rindang yang meneduhi taman kecil di sisi belakang taman pemakaman. Selembar plakat melekat di atasnya. Di sana tertulis:

Hardenking Slachtoffers Zeetransporten
1942 – 1945
Stichting Junyo Maru

Junyo Maru … bila menyebut Titanic, bisa dipastikan hampir semua orang mengetahui peristiwa yang menimpa kapal penumpang itu dalam perjalanannya menuju New York dariĀ Southampton, Inggris pada 15 April 1912 lalu. Atau mungkin saja terbayang lakon Leonardo DiCaprio dan Kate Winslet di ujung buritan yang banyak dicopas untuk bergaya di depan kamera. Tapi Junyo Maru? Ada yang pernah dengar nama ini?

junyo maru
Monumen Junyo Maru di Ereveld Leuwigadjah, Cimahi

Sejarah mencatat, tenggelamannya Junyo Maru adalah bencana maritim terbesar pada masa Perang Dunia II. Junyo Maru adalah kapal kargo buatan Inggris milik Jepang. Pada 16 September 1944, Junyo Maru meninggalkan Tanjung Priok menuju Padang dengan membawa 6.500 tawanan perang Jepang yang terdiri dari orang Belanda, Amerika, Inggris, Australia, serdadu KNIL asal Ambon & Manado, serta sekitar 4.000 orang kuli Jawa (pekerja romusha). Mereka dijejal bak ikan sarden ke dalam kapal yang sudah karatan itu.

Pada 18 September 1944, Junyo Maru berlayar di atas Lautan Hindia. Buruknya komunikasi dan dalam situasi perang, Junyo Maru ditorpedo oleh HMS Tradewind, kapal selam Inggris yang sedang berpatroli di sekitar perairan Hindia.

ereveld03
Menikmati sepi dan wangi tanah yang bercumbu dengan rintik hujan

Lebih 5000 nyawa melayang dalam tragedi Junyo Maru di peraiaran Muko-Muko, Bengkulu. Mereka yang selamat tidak lepas dari cengkeraman Jepang, dipekerjakan sebagai tenaga kerja paksa untuk membangun jalur kereta sepanjang 220 km dari Pakanbaru sampai Muaro Sijunjung hingga Perang Dunia II usai.

Kisah di atas dituturkan oleh kawan saya, Yoan, saat kami berteduh di salah satu sudut ereveld menanti hujan reda sembari menikmati segarnya wangi tanah yang dicumbu rintik hujan. Salam sejarah [oli3ve].

cacatan:
Sebuah catatan tertinggal dari perjalanan menyusuri jejak sunyi pada 12 Juni 2009 *ketahuan malasnya ya*
Tulisan Yoan tentang Junyo Maru bisa dibaca di National Geographic Indonesia dan di SINI.

15 thoughts on “Tragedi Junyo Maru

  1. Ngeri baca ribuan orang tewas seketika di laut cuma gara2 perang, hiks…
    Baru tahu ternyata banyak Evereld tersebar di seluruh Indonesia ya… Di Solo-Jogja ada nggak mbak Olive? hehehe šŸ˜€

      1. aku week end lagi susah bergerak Winny, kebanyakan acara #soksibuk hehe
        lagian taman prasasti masih berantakan, enaknya pas rumput sudah mulai tumbuh lagi mungkin habis tahun baru ya šŸ˜‰

    1. terkubur di laut bu, ini hanya tugu peringatan yang dibangun oleh Yayasan Junyo Maru. di kapal itu kan banyak orang Belandanya juga

      ntar aku ada kisah kapal tenggelam lagi, tapi bakal dishare di PK karena berhubungan dengan perempuan.
      #penasaran? tunggu aja hehehe

Leave a comment