Bengkulu telah lama ada dalam angan – angan untuk dikunjungi. Bukan suatu kebetulan saat sedang berdiri di tengah – tengah perhelatan 200 Years History of Java-nya Thomas Stamford Raffles di Lautan Pasir Bromo; sebuah pesan masuk ke gawai.
+ Tertarik ke Bengkulu nggak kak? Ada trip GRATIS nih!
Tak ada yang terjadi secara kebetulan. Mungkin sudah saatnya beranjak ke sepetak tanah di sisi barat daya Sumatera yang pernah dipercayakan oleh East India Company (EIC) untuk dikelola Raffles. Bengkulu kala itu sedang lemah lunglai. Hasil lada dan kopi menyusut. Kapal – kapal dagang pun mulai enggan membuang sauh.
Tentu saja masanya Raffles sangat jauh berbeda dengan masa sekarang. Namun masih ada beberapa tinggalan masa itu yang bisa ditengok bila ingin mengenal seperti apa perabadan pada masa Inggris bercokol di Bumi Rafflesia.
5 (lima) jejak Inggris di Bengkulu ini akan mengajakmu berkelana pada perjalanan masa lampau yang seharusnya dirawat di masa kini agar tetap lestari di masa datang:
- Fort Marlborough
Ketika akses Inggris sudah tertutup ke kota – kota pelabuhan seperti Banten, Palembang, Jambi, Padang yang mulai dikuasai Belanda serta Aceh yang melarang Inggris untuk membangun rumah dari batu bata; Inggris melipir ke barat daya Sumatera, membangun garnisun dan pos pengumpulan ladanya di Bengkulu pada 1685.

Fort Marlborough salah satu benteng terbesar Inggris yang dibangun untuk menggantikan Fort York semasa pemerintahan Joseph Collet. Dalam salah satu surat yang dikirimkan ke rumah, Collet mengatakan bentengnya (Fort York) dibangun di atas rawa yang tak ideal untuk ditinggali. Pada 1712 Collet mendapat mandat dari EIC membuat perencanaan pembangunan benteng yang baru mulai dibangun dua tahun kemudian.
Fort Marlborough
Jl. Benteng, Kebun Keling,
Teluk Segara, Bengkulu 38119
Jam Operasional: pk 08.00 – 17.00
HTM: Rp 5,000 (Dewasa), Rp 3,000 (Anak – anak)
- Rumah Raffles
Raffles adalah gubernur Inggris pertama dan terakhir di Bengkulu. Raffles menjejak di Bengkulu pada 1818 bersama Sophia Hull, istrinya, dan Charlotte, putri pertama mereka yang lahir di atas kapal dalam pelayaran dari Inggris. Dalam suratnya kepada William Taylor Money yang baru saja terpilih menjadi presiden EIC, Raffles menjelaskan situasi yang dihadapinya di Bengkulu … No place could have been worse chosen for a settlement than Bencoolen and it never can become of much importance – but I am nevertheless doing what I can for it.

Selama masa tugasnya, Raffles tinggal di rumah dinas di luar tembok Fort Marlborough. Rumah yang sekarang berada di sisi Jl Ahmad Yani ini, masih digunakan sebagaimana fungsi awalnya dibangun sebagai rumah dinas gubernur Bengkulu.
- Tugu Thomas Parr dan Robert Hamilton
Thomas Parr menjadi residen Bengkulu pada April 1805. Parr yang keras kepala juga terkenal sangat angkuh. Untuk membenahi kondisi ekonomi Inggris di Bengkulu, Parr menerapkan aturan sewenang – wenang yang membuat masyarakat pribumi marah. Pada 1807, dua hari menjelang malam natal, Parr mati dibunuh oleh 3 (tiga) orang tak dikenal yang menyerang ke dalam kamar tidurnya. Asisten pribadinya, Charles Murray yang berusaha untuk menolongnya terluka parah dan meninggal pada 7 Januari 1808. Parr dan Murray dimakamkan di pekarangan dalam Fort Marlborough berdampingan dengan seorang kapten angkatan laut Inggris, Robert Hamilton.

Untuk memperingati peristiwa kematian Parr, Inggris membangun sebuah monumen tak jauh dari Fort Marlborough. Bagi masyarakat setempat bangunan ini lebih dikenal sebagai Kuburan Bulek. Inggris juga membangun sebuah monumen sebagai penghormatan untuk Kapten Robert Hamilton yang mati terbunuh pada 15 Desember 1793. Kedua monumen tersebut masih berdiri, meski tak terpelihara dengan baik.
- The Christian Cemetery aka Makam Inggris
Salah satu cara memahami peradaban lampau satu daerah adalah bertandang ke … kuburan! Meski di itinerary panitia tak ada jadwal kunjungan ke kuburan selain lalu lalang di samping kuburan Parr, Murray, dan Hamilton di Fort Marlborough; aku sudah bisa menebak – nebak, #TukangKuburan pasti akan tetap mengikuti nalurinya.
Pergilah pagi – pagi ke Jitra, saat matahari baru menggeliat dari pembaringannya. Carilah taman peristirahatan Inggris yang ada di belakang Gereja HKBP. Mungkin saja kamu bisa bermain – main dengan 4 (empat) orang anak Raffles yang memilih menetap di Bengkulu. Oh ya, jangan lupa, begitu sampai, carilah Opa Donston, tetua di sana.

- Gereja Katolik Santo Yohanes Penginjil
Setelah Inggris membuka pusat perdagangan ladanya di Bengkulu, orang – orang Eropa pun banyak yang berdatangan dan menetap di Bengkulu. Petinggi EIC melihat perlunya pelayanan rohani bagi para tentara Inggris serta orang – orang Eropa yang tinggal di sekitar Fort York. Pada Desember 1702 saat dalam pelayaran menuju Kalimantan, Giuseppe Maria Martelli dari ordo Theatin diminta untuk mampir melayani di Fort York sebelum melanjutkan perjalanan ke tujuan awal pada Oktober 1703. Sebuah kapel sempat dibangun di Fort Anne di Mukomuko oleh Joseph Maria Ricca, namun kapel habis dibakar ketika terjadi penyerangan ke benteng pada 1719. Pada 1824 Inggris meninggalkan Bengkulu, misi pelayanan yang dipegang oleh ordo Theatin pun berakhir.

Selama masa pendudukan Belanda, ordo Fransiskan (OFM) yang memegang pos misi di Sumatera dan Aceh-lah yang melayani di Bengkulu hingga datangnya para misionaris dari ordo SCJ (Sacerdotes a Sacro Corde Jesu/Iman-iman Hati Kudus Yesus) pada 1924, membangun pastoran di kota yang juga digunakan sebagai rumah ibadah. Lambat laun, pastoran ini berkembang dan dikenal sebagai Gereja Katolik Santo Yohanes Penginjil, Bengkulu.
Gereja Katolik St Yohanes Penginjil
Jl. Prof. Dr. Hazairin, SH No 5, Bengkulu 38114
Telp: (0736) 28578
Jadwal Misa : pk 07.30 (Minggu), 17.00 (Sabtu, Minggu), 18.00 (Senin, Rabu, Jumat)
Jadi, gereja yang ada sekarang adalah peninggalan Belanda bukan Inggris ya, jangan keliru!
Bonus Perjalanan: Melihat Rafflesia arnoldii dan Amorpophallus titanum
Raffles, seorang pecinta tanaman. Raffles juga senang melakukan penelitian terhadap spesies – spesies tanaman langka yang ditemukannya saat melakukan perjalanan kerja ke daerah – daerah. Dalam satu perjalanan ke Bengkulu Selatan bersama Joseph Arnold, ahli botani Inggris; mereka mendapati sebuah bunga raksasa yang mekar di hutan. Masyarakat setempat mengenal bunga ini sebagai bunga Sekedai, Bokor Setan atau Cawan Hantu, dan Begiang Simpai. Setelah penemuan dan penelitian yang dilakukan oleh Joseph Arnold; tanaman parasit tak berdaun ini mendunia dengan nama Rafflesia arnoldii.

Setiap perjalanan ada bonusnya! Jika kamu beruntung, kamu akan mendapatkan bonus yang langka didapatkan oleh pejalan lain ketika bertandang ke Bengkulu. Pada jalan lintas Bengkulu – Kepahiang yang berkelok – kelok membuat perut dikocok – kocok; di Liku Sembilan, di bibir Hutan Lindung Taba Penanjung biasanya terpasang spanduk yang memberitahu pengguna jalan raya, “ada Rafflesia yang mekar!” Berjaga- jagalah dengan pandanganmu dan siapkan langkah untuk trekking ke dalam hutan demi melihat Rafflesia arnoldii.
Tak jauh dari sana, di Konservasi Bunga Bangkai Kepahiang, jika kamu beruntung (juga) kamu dapat melihat bunga bangkai mekar. Carilah pak Holidin, pengelola konservasi bunga bangkai di Kepahiang, banyak informasi bisa kamu dapatkan darinya. Satu yang saya tahu, bunga bangkai akan mengeluarkan bau menusuk di hari pertama mekar untuk memikat serangga agar mendekat dan membantu proses penyerbukan. Bunga bangkai akan mekar selama 7 (tujuh) hari saja, setelah itu ia kembali mengulangi siklus hidupnya menjadi umbi hingga tiba waktunya untuk mekar lagi.

Lain rafflesia lain bunga bangkai. Meski sama – sama hidup di hutan Bengkulu kedua tanaman ini sangat berbeda! Yang satu mekarnya melebar, satu lagi menjulang ke langit. Amorpophallus titanum, nama latin bunga bangkai. Ketika mekar, tingginya bisa mencapai 6 (enam) meter! Kalau diperhatikan dengan seksama, bentuknya menyerupai penis yang sedang ereksi, keluar dari tangkupnya. Upsss, tapi nama latinnya memang benar begitu.
+ Gimana kak? Mau, nggak?
– Ih, mau duoooonk!
+ Ya udah kak, silakan isi dulu formya. Semoga terpilih ya.
Saya lupa percakapan itu. Hingga sebuah pesan kembali mengusik gawai. Kali ini datang dalam bentuk surat listrik. Ah, siapa sangka, dua minggu seturun dari Bromo; semangat Raffles mengantarkan tapak kaki menjejak di Bandar Udara Fatmawati Soekarno, Bengkulu.
Tiga hari dua malam ikut famtrip yang diselenggarakan Dinas Pariwisata Provinsi Bengkulu, acara jalan – jalan yang dirangkai dengan kegiatan Festival Bumi Rafflesia 2017. Meski tiga hari bukanlah waktu yang panjang untuk menjelajahi semua wilayah Bengkulu, setidaknya sepanjang masa tersebut ada beberapa destinasi wisata sejarah menarik yang sempat dan disempatkan untuk dikunjungi. Tak ada yang terjadi secara kebetulan bukan? Terima kasih Bengkulu, satu hari nanti saya akan kembali, saleum [oli3ve].
Aku senang baca tulisan di sini. ^^
Sedih ga ikutan kalian liat makam kemarin. Semoga ada kesempatan balik lagi
tahun depan kita ke sana lagi kk #amiiin
eh aku penasaran kenapa raffles bilang “No place could have been worse chosen for a settlement than Bencoolen and it never can become of much importance ” … dijelasin nggak pas lagi tur?
nggak, itu aku baca catatan Raffles kak.
kondisi perdagangan Inggris masa itu tidak baik, Raffles ini seperti diumpan ke sana untuk membenahi Bengkulu setelah dia kembali dari Jawa.
kak aku penasaran sama buku kakak tentang raffles itu. bukunya jelasin detail ttg raffles saat di bengkulu gak kak?
Bengkulu hanya diulas dikit, karena itu buku masa invasi Inggris ke Jawa.
aku penasaran siapa yang kasih nama penis sedang ereksi tapi rusak tsb wkwkw
Akoh pun penasaran 😂😂😂
yg kasih nama dialah pertama kali wkwkw
Emang terasa ya kak Olip 3 hari 2 malam itu kurang banget. Untung kita bisa melipir pagi2 sebelum pulang.. 😊
apalagi ditambah drama di kamar kita ya hahaha