Berkenalan dengan Tan Sin Hok, Sang Ahli Mikropaleontologi


Aku tak kuasa meredam amarah surya siang itu di Pandu. Sengatnya memaksa langkah beranjak kembali ke pendopo, mengusapkan sun protection lotion ke permukan kulit yang perih. Telat? Tak usah kau pikirkan. Yang jadi tanyaku, kemana sejuknya Bandung, yang dulu kau banggakan? Jika air mineral yang tersaji di atas meja bisa tandas dalam sekejap?

tan sin hok, ahli mikropalaeontologi, ereveld pandu
Tan Sin Hok di Delft, ehhmm ganteng ya 😉 (dok. brieven Tan Schepers)

Bukan karena merindu perihnya sengatan matahari aku kembali bergegas ke pelataran yang dipenuhi patok-patok berbentuk salib berwarna putih itu. Bukan pula karena siulan angin yang tak pernah takut tersengat matahari. Tapi, karena nama asing yang menggelitik gendang telinga, yang terpatri di salah satu patok putih entah di sebelah mana?

Tan Sin Hok. Aku mencarinya dengan mengingat-ingat petunjuk dari Pak Purwadi, kepala pengawas di tempat peristirahatan ini, “dia tak jauh dari Faber, berjalanlah dua tiga langkah dari sana dan tengoklah ke sebelah kanan. Tempatnya di pinggir kavling tengah itu.

Aku berdiri di depan Faber, berjalan tiga langkah ke belakangnya, lalu diam dan mengedarkan pandangan ke setiap patok yang berjejer di sana. Tapi nama itu tak ada. Mungkin langkahku kebanyakan, aku mundur tiga langkah lalu sekelebat teori yang berbeda mulai menggoda daya imaji.

Di tempat ini, patok-patok putih dengan 4 (empat) hiasan kepala yang berbeda, tegak di atas petak-petak yang disebut kavling yang ditumbuhi rumput hijau yang memudar menahan panas. Setiap kavling diberi nomor yang ditulis dalam huruf Romawi, antara kavling yang satu dengan yang lain dibatasi oleh jalan setapak dari paving block. Jika Tan Sin Hok berada di pinggir, artinya namanya akan terbaca saat aku berdiri di paving block. Maka, aku pun keluar dari kavling, mengambil posisi sejajar dengan Faber lalu berjalan perlahan sembari menoleh ke kiri dan membaca satu per satu nama yang terpatri di patok membisu yang melirik pun mereka enggan.

tan sin hok, ahli mikropalaeontologi, ereveld pandu
Tan Sin Hok dan Eida Schepers (dok brieven Tan Schepers)

Matahari semakin garang, namun Tan Sin Hok tak jua kutemukan. Lalu kenapa harus memaksa diri untuk mencarinya? Kenapa kemauan untuk menemukan jejaknya begitu kuat menyeret langkahku?

Pada 8 Juni 1929, seorang pemuda keturunan Tionghoa yang baru menyelesaikan pendidikannya di Teknik Pertambangan, Delft pulang ke Bandung. Tan Sin Hok namanya, anak pengusaha penggilingan padi di Cianjur. Ia pulang bersama istrinya, Eida Schepers. Mereka tinggal di Van Hoytemaweg No 4 (sekarang Jl Sumur Bandung).

Tan Sin Hok, bekerja di de Gouvernements Bedrijven, Jawatan Pertambangan milik pemerintah kolonial Belanda (sekarang Badan Geologi) sebagai tenaga ahli geologi. Namanya dikenal dunia karena disertasinya tentang, mikropaleontologi radiolaria (zooplankton yang pertama muncul di bumi). Ia memberikan nama kepada 143 species fosil renik radiolaria yang ditemukan di pulau Rote, Nusa Tenggara Timur.

Mikropaleontologi adalah bagian dari paleontologi yang khusus mempelajari sermua sisa-sisa makhluk hidup purba yang berukuran kecil. Paleontologi sendiri adalah ilmu yang mempelajari sisa-sisa makhluk hidup purba melalui fosil-fosilnya maupun jejak-jejak kehidupan yang sudah membatu.

Pada 30 November 1945, ketika revolusi pecah, rumah Tan Sin Hok tak luput dari sasaran serangan laskar rakyat yang mengamuk. Tan Sin Hok terluka parah, ia dilarikan ke Rumah Sakit Boromeus. Namun, perjalanannya harus berakhir, ia meninggal 1 Desember 1945.

Aku nyaris meloncat kegirangan ketika ahirnya menemukan patok itu. Sebuah patok putih berbentuk salib yang berdiri di sisi kiri jalan setapak kavling V. Di sana jelas tertulis, DR. Ir. Tan Sin Hok. Sosoknya mungkin terlalu asing buat sebagian kita, tapi karyanya telah diakui dunia. Dia sepantasnya dihargai sebagai Bapak Mikropaleontologi.

tan sin hok, ahli mikropalaeontologi, ereveld pandu
Tempat peristirahatan DR Ir Tan Sin Hok

Di sebuah kedai Mie Yamin tak jauh dari gerbang TPU Pandu aku memilih melepas penat setelah lelah berjalan. Terngiang obrolan riang pagi tadi dengan kang Asep, mitra #GoJek yang mengantarkan ke depan Ereveld Pandu ..

+ Punten Teh, Teteh sudah sarapan?
Sudah kang, kunaon atuh?
+ Ehmm … eng … enggak, kalo pagi mah orang sarapan di rumah, Teteh mah aneh ke kuburan

Susah payah si akang mengulum senyum yang membuat mukanya bersemu merah. Takut dan curiga, tergambar jelas pada lipatan-lipatan kecil yang terlihat menghiasi keningnya. Mungkin di dalam benaknya terlintas, perempuan yang di depannya benarkah adanya atau hanya halusinasi?

Mau ikut masuk? Biar akang lihat di dalam seperti apa?
+ Terima kasih Teh, saya pamit dulu. Hati-hati ya
Sami – sami Kang, hati-hati bawa motornya.

Buru – buru ditutupinya semua kepalanya dengan helm hijau, lalu melesat pergi. Hidup adalah pilihan, dan perjalanan adalah bagian dari pilihan itu.

Setiap perjalanan memiliki warnanya sendiri, kamu tak kan bisa memaksa orang lain untuk mengikuti keinginan dan asamu. Yang bisa kamu lalukan adalah, ikuti panggilan jiwamu dan hargai pilihan mereka. Engkau tak pernah tahu rencana Tuhan dalam kehidupannya, percaya saja bahwa, hidup ini terasa indah, ketika kita bisa saling menghargai serta meilihat keragaman corak dan warna yang menghiasinya, saleum [oli3ve].

Referensi:

27 thoughts on “Berkenalan dengan Tan Sin Hok, Sang Ahli Mikropaleontologi

  1. Seringkali, kita belajar tentang kehidupan dari makam seseorang yang semestinya tidak dilupakan namun ketika kini kita bertanya tentangnya, hampir tak ada orang yang mengingat ya Mbak :hehe. Satu lagi orang besar yang tidur di pertiwi Indonesia :)). Saya sangat menikmati membaca tulisan ini soalnya buka situs aslinya berbahasa Belanda (dan lagi ogah pakai Goo*gle Translate :haha). Tapi, ini cuma bingung saja, yang buat situs itu siapa ya Mbak? Anak-anaknya kah?
    Ah, betapa dari satu patok makam saja sudah ada begitu banyak cerita, bagaimana dengan patok-patok makam yang lain?

  2. Lama-lama mulai ketagihan ngikutin tulisanmu deh. Menyusuri makam dan mendengarkan kisah di balik sebuah nisan.

    Jalur yang dipilih oleh alm. Tan Sin Hok ini luar biasa, sudahlah meneliti mahluk-mahluk yang punah berjuta-juta tahun lalu, pun renik ukurannya. Luar biasa.

    Seharusnya tokoh-tokoh berbakat macam ini, lebih banyak diperkenalkan ke anak muda jaman sekarang. Supaya lebih termotivasi untuk belajar dan berprestasi.

    Btw, kayaknya akhir hidup beliau tragis yaaa? 😦

    1. hati-hati kadarnya dijaga biar nggak nyandu 😄

      apes, jaman itu suasana goyang tak jelas mana kawan mana lawan. keturunan Tionghoa menjadi salah satu target, di masa pendudukan Jepang, Tan Sin Hok dan keluarganya pun mengalami masuk dan pindah kamp interniran

      1. Harus disiapin antidot nya nih 😀

        Kayaknya hampir di setiap jaman gonjang-ganjing, keturunan Tionghoa selalu jadi sasaran.

  3. Hahaha jadi ketawa bayangin adegan mas ojeknya buru-buru kabur 😀
    Jadi tahu tentang Tan Sin Hok, sosok yang seharusnya jadi besar dan membanggakan Indonesia dengan gelar “Bapak Mikropaleontologi”-nya.

  4. Aku baru tahu ada Bapak Paleontologi. Orang Indonesia pula yang meneliti dan kasih nama renik purba. Keren ah Kak Olive. Bisa aja nemu yang langka-langka gini.
    Tapi kalau aku jadi tukang ojeknya, aku ikuti Kak Olive masuk ke dalam, pegangin payung. 😀

  5. Iya ganteng mbak Olive om Tan-nya 😀

    Bang Gojek, jangan kapok nganterin mbak Olive ya hahaha. Aku ngebayangin di pangkalan bang Gojeknya cerita ke temennya, “Gue ketemu orang yang demen kuburan ketimbang mall loh, aneh” hahahaha

  6. rumah Tan Sin Hok sekarang jadi sekretariat Komunitas Aleut di Jalan Sumur Bandung no. 4. Rumah itu milik orang tua dari salah satu bisa dibilang pendirinya Komunitas Aleut XD

  7. Kereen.. mbak Olive! Terima kasih telah ikut mempopulerkan tentang Tan Sin Hok. Kalaupun ada beberap poin yang tidak tepat, anggap saja supaya yang ingin tahu lebih banyak tentang Tan Sin Hok bisa menelusiri sumber aselinya.

    Di situs http://www.brieven-tan-schepers.nl/ di bagian menu English, ada artikel kami yang disisipkan di sana, yaitu “The life and scientific legacy of Indonesian paleontologist Dr. Tan Sin Hok (1902-1945) – Munasri & J.T. van Gorsel (2014)”

    Asli makalah ini ada di sini, http://www.iagi.or.id/fosi/berita-sedimentologi-no-31-biostratigraphy-of-se-asia-part-3.html

    Kalo yang di majalah GEOMAGZ, ini alamatnya http://geomagz.geologi.esdm.go.id/geomagz-vol-4-no-2/

    Bagi yang ingin belajar radiolaria, silakan baca-baca ya..

    Salam,
    Munasri
    irsanum@yahoo.co.id

Leave a comment