Seperti biasa, Museum Bahari siang itu sepi. Pengunjung bisa dihitung dengan sepuluh jari di tangan.
Terakhir bertandang ke tempat ini setahun yang lalu untuk menikmati pentas teatrikal perjuangan IBU. Dan hari ini kembali ke tempat yang sama, demi IBU, de javu. Tentang pertemuan tersebut ulasannya ada di SINI, sedang kisah perjumpaan dengan IBU silakan dirunut dari SINI.
Usai menuntaskan rindu dengan IBU, mata penasaran dengan kegaduhan yang terjadi di balik pintu kayu yang sedikit terkuak di sudut ruangan. Dua lelaki menyibukkan diri dengan prakarya di tangan duduk di ujung ruang yang remang-remang. Saat pintu kayu yang berat itu didorong perlahan, asap putih mendadak memenuhi ruangan disertai gemuruh ombak. Ternyata si mas-nya sengaja memberikan kejutan sekalian uji coba katanya, kisah Ratu Kidul pun tersaji di depan mata.


Legenda Nusantara, sebuah lukisan besar penanda ruang terpampang di depan pintu. Dari sana sudah bisa ditebak di ruang ini tersaji beberapa legenda pilihan dari nusantara seperti kisah Nyi Rara Kidul, Malin Kundang dan Putri Nyale.
Tak ada informasi mengenai sesuatu yang baru di musium dari petugas di loket. Namun karena terbiasa bermain di sini sejak 2004 dan didorong penasaran setelah “penemuan” legenda nusantara; kaki beranjak kembali ke sayap depan gedung dan naik ke lantai dua.


Sebagian besar koleksi musium yang sebelumnya dipajang di lantai 2 telah berpindah dan diganti dengan ruang diorama. Dari Senja di Sunda Kelapa, tentang perjalanan para penjelajah diawali dengan masuknya hindu lewat pejalan India sampai mendaratnya Jepang hingga Legenda Navigator Dunia menjelajahi Nusantara. Semua dilengkapi dengan potongan kisah mereka yang tertulis pada lembaran buku kecil yang dipajang di depan setiap ruang. Di ujung perjalanan kembali berjumpa dengan sosok IBU yang menempati ruang paling pojok, the one and only woman yang ada di sana; berdiri di antara para penjejalah dunia. Woouuwww, my admiral!


Jempol teracung untuk sebuah perubahan demi menggaet perhatian pengunjung berduyun-duyun ke musium, sayangnya tak ada informasi yang mendukung sebagai penarik sebelum melangkah ke sana. Dan ketika sengaja masuk ke laman Museum Bahari, laman tersebut tidak pernah dibaharui. O,ya … satu lagi kenapa lukisan IBU kayak banci yang mukanya salah permak? Untuk sebuah nilai seni dan sejarah, seharusnya pengerjaannya bisa dilakukan lebih baik. Salam penikmat sejarah [oli3ve].
Pernah kesini jam 6 sore, berasa lagi uji nyali sepi bgt plus gelap apalagi lantai duanya 😦
iya, tempatnya memang sepi banget
sekarang yang lantai dua koleksinya dipindah berganti menjadi diorama2 itu
Jadi lebih hidup lantai duanya dijadikan diorama, tapi untuk tempat kapal2 besar itu emang agak angker, mungkin karena lampu yang kurang 😀
Bener banget mbak…museumnya sepi banget, apalagi pas kesana dulu sebagian ruang sedang direnovasi 😦
ruang yang atas ya? waktu ke sana januari kemarin masih ada ruang yg ditutup 😉
iya mbak, yang ruangan dalam tempat kapal2 besar juga ditutup 😦
Oooo, itu suka kebanjiran ruangannya
Sayang ya..jadi kurang pas lukisannya, masa sih gak ada pelukis hebat yg mau melukis IBU untuk di simpan di sini 😦
bukan cuma lukisan IBU, tapi lukisan semua yang ada di sana kayak ngasal gitu ngerjainnya; sayang ya
tapi aku lebih sedih pas lihat lukisan wajah IBU di depan ruang navigator itu
aku belum pernah ke sini.. kalo dari kota naik angkot apa ya mbak biar bisa sampe sini, maklum ga paham Jakarta
dari depan museum bank mandiri naik angkot 15A atau yg cepat ngojek sepeda krn angkot mutar2
saya pas ke sana rame banget, karena saya sendiri yang meramaikan suasana hehehehe 😀
hahahaha … gelo, pasti karena sibuk mengatur lensa ya
iya hahaha
Entah emang kurangnya promosi atau emang minat masyarakat yg kurang, tapi emang banyak museum yg sepi 😦
dua-duanya kayaknya berpengaruh, karena museum di benak orang itu nggak menarik cuma melihat benda mati. #ironi
Nyiapin rencana ke sana ah..