“Kamu kurang gaul, Lip!”
Skakmat yang aku terima di tengah perbincangan seru kami semalam. Kalimat yang terlontar tanpa gejolak rasa dari bibirnya yang tak henti bergerak, menampar ulu hati saat kutanyakan Gemu Fa Mi Re padanya.
“Lihat dan dengarkanlah sendiri, nanti kamu akan tahu,” katanya sembari berlalu, menyisakan kunang-kunang yang beterbangan di atas kepalaku.
Kurang gaul? huhhh … berani sekali dia menuding dan mengaduk-aduk emosi saat baru bersua! Belum cukupkah langkah menjauh sesaat dari negeri untuk membuktikan seberapa luas pergaulan itu? Kuredam riak yang mulai menjalari nadiku, mencoba memaknai kata demi kata yang dilontarkannya.

Musik dengan nada riangnya memenuhi tenda tempat kami menikmati santap malam. Generasi Sumiran tampil ke depan. Tua muda meliukkan badan mengikuti irama yang mengalun dari pengeras suara. Mereka bergerak tak lelah, raut wajah mereka memancarkan senyum tiada henti. Di tengah hentakan musik dan gelak tawa, anganku mengembara mencari jawaban atas tanya yang tak dijawabnya.
Ada sebentuk rasa asing yang mengetuk-ngetuk dasar hati
yang membuat asaku melayang dan enggan kutepis, rinduku bergelora
Aku rindu merangkai perjalanan bersamamu,
merindu pada langkah yang pernah diayun bersama
akan cita dan cinta untuk berbagi pada tanah negeri
pada setiap senyum yang merekah di wajah anak negeri yang kita jumpai
yang tiada henti berharap untuk negeri yang damainya bisa kita rasakan hingga ke relung jiwa
Aku rindu melihat jiwa-jiwa muda bangkit dan bergandengan tangan
menepis ego berbagi rasa
memupuk kecintaan pada negeri
menjaga warisan tak ternilai yang dititipkan IBU pada generasinya
adakah engkau mau kembali melangkah bersama?
Perjalanan tak sekadar melangkah lurus ke depan,
Perjalanan adalah untuk berbagi
Meski jalannya tak melulu rata karena …
terkadang ada riak-riak yang menghadang,
terkadang ada kerikil yang menusuk tapak kaki
terkadang harus merangkak untuk menggapai
terkadang harus merunduk sebelum mendongak
terkadang harus sakit untuk mensyukuri karunia
Perjalanan menghantarkanku meraih asa yang cahayanya menuntun untuk terus melangkah
Perjalanan untuk dinikmati bersama
bukankah lebih indah berjalan bersama daripada menyepi sendiri?
INDONESIA sangat indah,
TUHAN tak salah menempatkanmu di sana
namun sesekali berjalanlah keluar dari pekaranganmu, pandanglah dia dari jauh
dan nikmati gejolak rasamu

Malam mulai berkelakar, dinginnya menusuk-nusuk kulit; keluarga Sumiran masih terus saja menari dan tertawa menebarkan energi yang membuat mataku basah hingga langkah sampai di depan pintu bus yang siap mengantarkanku kembali ke Kuching.
Maumere da gale kota Ende
Pepin gisong gasong
Le’le luk ele rebin ha …
Setelah menghilang dan meninggalkanku dalam tanya, dirinya kembali muncul sesaat sebelum sebelum kaki kuayun ke dalam bus. Dia menyorongkan tangan dengan senyum penuh kemenangan menghiasi wajahnya yang diterpa sisa cahaya bintang.
“Kamu hebat, Lip! teruslah berjalan.
“Terima kasih bung, belum banyak yang aku lakukan. Janganlah mengangkatku terlalu tinggi, jatuhnya akan menyakitkan.”
“Dream imposible, make it possible!”
Kulambaikan tangan pada mereka yang terus saja bergerak dan bernyanyi, seperti tak habis tenaga untuk berbagi …
Putar ke kiri eee,
Nona Manis putarlah ke kiri, ke kiri, ke kiri dan ke kiri, ke kiri, ke kiri Manis eee ..
Sekarang kanan eee,
Nona Manis putarlah ke kanan, ke kanan, ke kanan dan ke kanan, ke kanan Manis eee ..
Gemu Fa Mi Re …
menyambut langkahku saat menjejak di Rantau Panjang siang tadi, pula mengantarkanku kembali pada rindu yang teramat dalam padamu, IBU Pertiwi
rindu tuk menapak di setiap jengkal tanah negeri
rindu tuk memeluk dan tak ingin melepasmu
rindu tuk selalu bagikan semangatmu, INDONESIA SATU
Gemu Fa Mi Re untuk negeriku
Kuching, 13 Agustus 2015
pk 00.30 @Room 1607, Merdeka Palace

Kalau aku memarahimu, itu berarti aku mencintaimu. Aku melampiaskan marahku kepada orang-orang terdekat dan paling kusayangi. Ibaratnya merekalah papan peredam suaraku – [Soekarno, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia]
Terinspirasi dari obrolan dengan Sudaryo Osman, Camp Chief Sumiran Eco Camp, Kuching, Serawak, Malaysia. Keluarga Sumiran adalah salah satu contoh pejalan dari Indonesia yang sukses melewati perjalanan masa di Malaysia. Sumiran (ayah Sudaryo) berasal dari Purworejo, berangkat ke Malaysia untuk mencari penghidupan yang lebih baik semasa pendudukan Jepang. Dirinya terombang-ambing di laut lepas saat kapal yang ditumpanginya dihempas gelombang. Dia diselamatkan oleh seorang warga lokal yang berasal dari Jawa dan mengangkatnya sebagai anak. Kini, sembilan anak beserta keluarga mereka dari tiga generasi, bahu membahu mengelola Sumiran Eco Camp di Rantau Panjang, Kuching.
Gemu Fa Mi Re adalah gerak tari dan lagu pergaulan dari Ende yang diaransemen ulang oleh Nong Franko dan dinyanyikan oleh Alfred Gare. Kini menjadi tari pergaulan yang mewarnai setiap kegiatan outdoor/pertemuan hingga ke Malaysia.
Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur adalah tempat pembuangan Soekarno setelah ditangkap di Yogyakarta, dijebloskan ke dalam tahanan di Penjara Banceuy dan Penjara Sukamiskin, Bandung. Soekarno berada di Ende selama 4 tahun (1934 – 1938) ditemani Inggit Garnasih. Di Ende pulalah Soekarno memikirkan dan merumuskan Pancasila.

Ditulis sebagai ungkapan rindu tanah air tercinta lewat #PosbarTBI dalam rangka Hari Kemerdekaan Indonesia yang ke-70 pada hari ini, Senin (17 Agustus 2015) tepat pk 10.00 wib bersama #TravelBloggersIndonesia; teman berjalan dan berbagi mimpi dengan tema #DreamINDONESIA, saleum [oli3ve].
Selamat pagi negeriku,
Selamat merayakan hari kemerdekaanmu
Sudahkah setiap anak negerimu menikmati kemerdekaan itu?
Sudahkah Indonesia ada di hatimu? Ini mimpi mereka:
- Albert Ghana, Jelajah Laut Negeri Menjaga Titik Luar Indonesia
- Arie Okta Friyanto, Dream Destination, Banda Aceh
- Astin Soekanto, Inginku Boven Digul Belajar dari Bung Hatta
- Atrasina Adlina, Merawat Pagar Nusantara di Perbatasan
- Citra Rahman, Aceh Destinasi Impian Orang-orang
- Danan Wahyu, Mimpi Anambas
- Dea Sihotang, Tanah Papua, Kamulah My Dream Indonesia
- Edy Masrur, Berbagi Ilmu dan Menimba Kearifan di Wae Rebo
- Eka Situmorang Sir, Pantai Impian
- Fahmi Anhar, Destinasi Impian Nusantara
- Firsta, A Story from Banda Neira
- Hartadi Putro, Banda Neira Ku akan Datang
- Imama Insani, Kapan ke Kakaban
- Indah Purnama, Indonesia Bikin Rindu
- Indri Juwono, Anambas Mimpi Indonesiaku
- Karnadi Lim, Kaldera Toba for UNESCO
- Leonard Anthony, Di Timur Menyongsong
- Liza Fathia, Berkisah tentang Sabang di Hari Kemerdekaan
- Matius Nugroho, 5 Destinasi Impian Indonesia
- Parahita Satiti, Dream Indonesia, Kembali ke Pulau Lombok
- Puteri Normalita, Anambas Surga Tropis di Ujung Negeri
- Rembulan Indira, Mimpi Indonesia Desa Adat Wae Rebo
- Ridwan SK, Tobelo Destined To Be Love
- Rico Sinaga, Ingin ke Misool
- Rudi Hartoyo, Jelajahi Indonesia akankah Kulakukan?
- Shabrina Koeswologito, Give Back for Indonesia
- Tekno Bolang, Sebuah Harap Menyapa Korowai
- Titiw Akmar, Pancaran Nasionalisme dalam Taman Nasional Indonesia
- Tracy Chong, Papua: A Dream Destination Where I Meet This Inspiring Lady
- Vika Oktavia, Tidak Mau Mati, Sebelum …
- Wira Nurmansyah, 5 Destinasi Impian di Indonesia yang Wajib Dikunjungi
Aku butuh waktu 2 X membaca postingan kakak ini. Begitu puitis dan indah sekali. Sempat browsing jg beberapa kata yg masih asing ditelinga. Hebat 🙂
kata mana yg asing? perasaan milih katanya yg umum2 deh kk 😉
Ende kota keren. Saya membayangkan Soekarno merenungkan Pancasila di Taman Renungan. Pasti keren jika bisa kembali kesana lagi. 😀
aku blom sampai sana Dlienz,
mesti ke sana satu hari nanti
aaminnn. kalau kakak kesana, pasti langsung banyak tulisan kak Olive yang keren2 muncul di timeline blog. heheh. 😀
Selamat pag mbak Oliv, ngiri deh aku sama si beruangnya yang bisa ikut jalan2 🙂
hihi … itu beruang kawan blogger Malaysia 😀
“Dream imposible, make it possible!” <———- sukaaaaaaaa! 🙂
bagus ya, apalagi kalo ngobrol sama yg punya quote merinding dangdut
Kak, aku ingin kembali ke Ende. Pasti ke sana lagi, kak. 😥
aku blom sampai Ende kk hikkzz
Ende, destinasi yang pas buat 17 an 😀 Pasti banyak yang pengen ke kota itu, dan napak tilas jejak sang proklamator 🙂 aku juga pengen kak!
Iya kk,temanku ada yg ke sana pas 17an kemarin 😉
berarti nanti kesininya pas 17 an lagi aja kak, nggak perlu ke gunung, udah rame kayak pasar tuh XD
Jadi rindu kampung halaman kak
*tersedu2 bacanya*
gigit keju kak biar adem 😉
#TBIgoesToEnde hahaha yuk rame2 kesana
yuuuuuuukzz
Cuma mau bilang, anu.. tulisannya bagus banget!
Ditunggu cerita perjalanannya di tanah perbatasan 😀
masih jetlek nih hahaha
Merdeka Indonesia !
Keep travelling !
merdekaaa!!
satu hari nanti harus menjejak (lagi) di Lombok
jadi maksudnya Gemu Fa Mi Re tuh tari dan lagu gaull gitu ya kak Olive? atau beda? anu kak maap… akoeh emang kurang mudengan. mungkin krn kata2 yg puitis sperti temen2 bilang.. puisi selalu berhasil membuatku jatuh cinta, meski kadang tak kutahu maknanya *mencoba berpuisi juga* Hahah
itu judul lagu dari Maumere kk, dinyanyikan sembari menari
coba aja digugling, dijamin ketagihan 😊
salam kenal Bu Olive
gaya penceritaan perjalanannya asyik
salam
terima kasih
kalaulah saya bisa tulis dengan bahasa begini di blog
hi kk Maria, apa kabar? mau menulis dgn bahasa apa kk? 😉
bahasa yang berseni
bisa kk Maria, sering baca kitab2 seni
kmrn pas ke ende ngga mampir ke rumah sukarno… yuk kita jelajah flores
Baca tulisan Kak Olive, itu nuansa campur aduk: matang, penuh emosi tapi gak pernah lupa ada sisipan pengetahuan baru. Proud of you, kaka! Terus berkarya…
hi kk Vika, finally kita ketemuan ya di #TBIgath. campur aduk matang jadi gado-gado donk, mau pedas apa sedang?
Khas mbak Olive, energi pesannya nyampe benar ke setiap pembaca. Terima kasih “Bung” memilih mbak Olive sebagai perakit pesan IBU
Salam
hi mbak Prih, terima kasih selalu mampir di sini. yuk terus berbagi energi positif
Sayangnya untuk kisah ini, hanya cerita-cerita dari orang tua dan bangunan-bangunan tua yang kini menjadi bagian dari RS TNI AL yang menjadi pengingat tentang sumbangsih Sabang dalam penanganan orang gangguan jiwa.