Kita haroes membantoe dan menoeloeng orang boekan kerna ia-ini orang hartawan atawa ternama, pada siapa di blakang hari kita moesti minta balesan bantoean atawa pertoeloengan, hanja kita haroes membantoe dan menoeloeng, kerna orang jang tersangkoet memang perloe dibantoe dan ditoeloeng kerna itu satoe kebaekan. [Dalem Tawanan Djepang, Nio Joe Lan]
Andai saja dalam liburan ke Semarang akhir pekan yang lalu tak berkesempatan mampir ke Ereveld Kalibanteng; saya nyaris dilanda penyakit LUPA. Ya, lupa memiliki buku yang di dalamnya tertuang kalimat di atas. Melihat monumen Jongenskampen dengan seorang lelaki kurus kering tinggal tulang yang menonjol di sana sini berbalut kulit, membawa pacul dan kapak; mengembalikan rekaman memori saat menyusuri kamp interniran di Cimahi beberapa waktu lalu.


Dalem Tawanan Djepang adalah kumpulan kisah yang dialami Nio Joe Lan sejak dijemput Jepang di rumahnya untuk dibawa ke kamp interniran bersama orang-orang Tionghoa dan Belanda pada 1942 – 1945. Penulisannya menggunakan bahasa Melayu Lingua Franca dengan istilah-istilah serapan dari bahasa Arab, Belanda, Jawa, Melayu Betawi, Portugis, Sunda dan Tionghoa (Hokkian).
Nio Joe Lan adalah wartawan dan penulis yang banyak menulis tentang kebudayaan Tiongkok di Harian Sin Po, De Indische Gids, Koloniale Studiën dan The China Jurnal. Nio yang lahir pada 29 Desember 1904, turut dipenjara oleh Jepang bersama para tokoh pergerakan Tionghoa dan merasakan kehidupan di 3 (tiga) kamp pengasingan: Kepa Duri, Serang dan Cimahi. Nio meninggal 13 Pebruari 1973 dan catatan perjalanannya selama di pengasingan ini menjadi sebuah catatan sejarah yang unik.

Buku yang membawa langkah menyusuri jejak-jejak kamp interniran di Cimahi pada 2009 lalu bersama tiga kawan Mas Dipo, Yoan dan Wibi. Sebuah perjalanan yang disisipkan di sisa waktu usai kunjungan ke Ereveld Pandu dan Ereveld Leuwigadjah sebelum kembali ke Jakarta. Penyusuran yang belum tuntas karena dihentikan oleh hujan dan gelap yang perlahan mengelilingi kota Cimahi.

Aaaaah, jadi pengen balik untuk menuntaskan perjalanan itu, sembari menyusuri kembali lembar demi lembar catatan opa Nio. Salam penasaran 😉 [oli3ve]
eh, malah nulis ini.. oleh2 Acehnya mana?
Aceh perlu emosi khusus Jo hahahaha *ngelez*
Jejak-jejak sejarah dan cerita yang sedang dicari satu per satu. Sepertinya tempat-tempat yang ada di negeri ini punya lebih banyak cerita yang belum sepenuhnya banyak orang eksplor ya. 😀
dalam negeri banyak yg menarik mas Teguh, tergantung minat aja sih untuk ekplorari 😉
Iya, banyak banget. Hihi. Belum sempat Olip. Sudah agak lama gak menyengajakan jalan-jalan jauh untuk berwisata.
keasikan nulis puisi sih mas hehehe
Jadi kurang berapa lagi yg belum dikunjungi? 🙂
mission accomplished Yoan, Kalibanteng yg terakhir minggu lalu. lima tahun lhoo haha
Sampai ke Cimahi-kah kak? Wah, saya malah baru tahu kalau di Cimahi juga ada sisa kamp Jepang, padahal saya besar di sana. Duh, warga Cimahi macam apa saya ini. Hehehehe. Mungkin karena memang lebih sering main ke tanah hijaunya CImahi Utara daripada blusuk’an ke Leuwigajah, Cimahi Selatan. Mungkin, pulang nanti saya harus mampir juga nih! 😀
Salam.
Cimahi blom semua koq, baru seputar stasiun kereta api, tempat yang diperkirakan sebagai kamp dan gedung societeit koq. o, iya sama ke ereveld hehehe