Selasa, 25 Oktober 2006 pk 16.30 pamit mau setor muka ke rumah Om di Antapani, dikarenakan hari Lebaran tukang ojek tak satu pun yg kelihatan lewat di kompleks. Tak putus menyerah, mengulang nostalgia jaman dulu …akhirnya jalan kaki menyusuri pinggir lapangan golf hingga terminal Antapani baru nyambung dengan angkot. Eh, gak tahunya sampai di tempat si Om cuma ada penjaga rumah yg lagi bersantai di depan rumah sementara penghuni yg lain lagi pada mudik dan baru balik dari kampung hari Minggu sore. Ya sudahhhh, saya melanjutkan perjalanan menuju jantung kota Bandung dengan menumpang angkot jurusan Antapani – Ciroyom yg sepi menyusuri jalanan yg juga sepi.
Sudah terbayang – bayang nih duduk manis di BMC aka Bandoengsche Melk Centrale yg terletak di Jl Aceh menikmati makan sore, apadaya restonya tutup karena Lebaran. Oleh pak satpam beberapa kendaraan yg datang ke situ diarahkan untuk menuju BMC di Setrasari yg hari itu buka. Untuk menghalau rasa haus, saya membeli teh botol di warung seberang BMC dan berjalan kaki ke Gereja Bethel salah satu karya arsitektur Prof Ir Charles Prosper Wolf Schoemaker. Dari sini berjalan melintasi Jl Kebon Jukut menuju Otista dan berhenti di depan Gedung Pakuan yg sekarang digunakan sebagai rumah dinas Gubernur Jawa Barat. Gedung bergaya Indische Empire Stijl (Gaya Empire Hindia) yg dibangun 1864 – 1867 pada jaman kolonial merupakan kediaman resmi residen Priangan.
Setelah berleha – leha sejenak di atas jembatan penyeberangan di atas lintasan kereta api di depan stasiun Bandung sambil menikmati malam yg mulai turun, saya kembali berjalan ke depan gedung BI. Jarum jam di pergelangan tangan kanan sudah menunjukkan pk 18.30 dipenuhi rasa penasaran saya menghampiri bapak² satpam yg bergerombol di depan gerbang minta ijin untuk memotret salah satu gedung tua tersebut dari dekat. Sedikit tebar pesona, akhirnya dapat ijin untuk melihat bangunan dari dekat dengan syarat harus didampingi. Jadi deh membonceng di Suzuki Crystal yg dikendarai Pak Erwan dari depan pos satpam saya diajak mendekati gedung tua tersebut. Mereka tidak mau terjadi sesuatu karena konon alkisah di bawah pohon yg tumbuh di belakang gedung ada penunggunya. Malah mereka sempat bercanda,”Teh, mau motoin yg dibawah pohon apa gedungnya?”
Saat lagi asik motret sana sini, ada seekor kucing yg memperhatikan dan membuntuti langkah saya hingga menjelang keluar dari pintu gerbang. Walau berlagak cuek, bulu kuduk sempat berdiri saat memotret di depan tangga. Demi keamanan, salah satu anggota satpam malah menyusul kita dengan kendaraan Taft sambil terus memonitor lewat handy talkie. ‘Gitu mau motret dari arah camping belakang, satpam yg di mobil turun ‘ngasih aba – aba untuk tidak memotret dari sisi tersebut. Wahhhh, jangan² justru cerita serunya dari samping sini?
Selesai motret, saya pamit dipandangi oleh tatapan aneh dari kucing berbulu keperakan yg duduk di samping pos satpam iiiihhhh. Keluar dari pelataran BI, saya masuk ke Jl Braga dan mampir sebentar ke Cabazon FO (factory outlet) yg menempati salah satu gedung tua di jalan tersebut. ‘Gak ada yg menarik di hati, kembali menyusuri Braga melewati gedung Landmark, menyusuri Braga Citywalk wuihhhh dah berapa lama saya gak lewati jalan yg kiri kanannya sekarang dilengkapi dengan tanaman hijau dan temaram lampu jalanan ? Terlihat salah satu resto yg ramai dikunjungi malam itu dikarenakan sebagian besar tutup karena hari raya, kaki terus melangkah menuju jalan Asia Afrika melewati gerombolan pengamen jalanan yg sedang berlatih menyanyi di salah satu pojokan.
Tepat pk 19.00 saya sampai di depan kilometer nol Bandung ! Walau dah pernah mejeng disini, tetap aza keluarin tripod dan mulai bergaya tanpa menghiraukan lalu lalang kendaraan yg melintas di depan Asia Afrika. Dulu khan motonya siang², nahhh sekarang motonya malam², beda toh ? Habis itu, mejeng di depan Savoy Homan tempat menginap tamu² kenegaraan peserta konferensi KAA tahun 1955 maupun tamu² yg hadir pada peringatan KAA yg ke-49 th 2004, adalah hasil karya arsitektur AF Aalbers.
Diseberang Homan ada gedung Merdeka yg mulanya merupakan bangunan sederhana yang didirikan pada tahun 1895 dan berfungsi sebagai warung kopi. Th 1920 dibangun besar²an, arsiteknya adalah Van Gallen last & C.P. Wolff Shoemaker. Pada masa Jepang (1942 – 1945) digunakan sebagai pusat kebudayaan dengan nama Dai Toa Kaikan. Gedung ini berfungsi sebagai gedung kesenian dan rekreasi yg dikelola oleh Sociteit Concordia, th 1954 diambil alih oleh pemerintah Indonesia untuk persiapan Konferensi Asia Afrika 1955 dan diganti namanya oleh Soekarno menjadi Gedung Merdeka.
Puas luntang –lantung sendirian, sambil melirik jarum jam yg telah menunjukkan pk 19.30 saya berjalan menuju Jl Tamblong yg rada spooky karena sepanjang jalan gelap hanya ada sedikit temaram cahaya dari Preanger hotel, masuk ke Jl Veteran dan di depan lampu merah menerima tatapan aneh dari pengendara mobil yg berhenti, heran kali yee aya’ awewe jalan sorangan di tengah malam. Dikarenakan perut sudah meronta minta bagian, akhirnya mendarat di Uma Bale dengan memesan nasi bakar dan segelas green juice yg suegerrrr.
Petualangan berakhir pk 20.30 dengan menyetop angkot jurusan Panghegar – Dago yg melintas di depan mata.
Selamat malam Bandung, daku khan kembali untuk menyusuri setiap sudut kotamu, saleum [oli3ve].
udah gulung tiker multiplynya -_- gak bisa dikulik deh gambarnya ….
yup, belum dikinikan tautannya 😉
buruan dikiniin mbak ? 😀 wkwkwkw #duile bahasa ku