Petualangan ke Banten Lama


Sabtu 15 April 2005 yang cukup cerah dan cenderung terik karena matahari bersinar dengan gagahnya setelah sehari sebelumnya hujan sepanjang hari, saya sudah siap-siap untuk berangkat ke Banten Lama. Niatan yang sudah lama banget direncanakan tetapi tak pernah terwujud dan liburan paskah kali ini harus direalisasikan.

Pk. 08.00 Mami Tirta yang dengan senang hati menampung saya selama 3 (tiga) malam di Serang lengkap dengan suguhan makanan yang tak henti – hentinya mengalir dari dapur, seperti biasa mulai cerewet menyuruh sarapan.

banten lama
Reruntuhan keraton Surosowan, Banten Lama

Seminggu aza tinggal di rumah mami, pasti deh berat badan nambah dengan sukses he ..he.. bayangin aza, sarapan pk. 08.00 … sejam kemudian mami udah teriak lagi nyuruh makan kalo gak bergerak ke meja makan, makanannya dibawain ke ruang tivi. Habis makan siang, dipaksa untuk makan kudapan dari puding sampai gorengan dan buah²an dikeluarkan dari kulkas. Udah gitu, tiap kali makan “dipaksa” untuk nambah ..sebagai anak kost, saya sih senang² aza ha ..ha..

Pk. 08.30, pamit untuk berangkat karena tebengan gratis yang diharapkan bisa ‘nganter ke Banten gak ada kabar beritanya jadi saya keluar dari Cimuncang ke arah pasar lama naik becak mau narik duit di atm bca. Bener kata si teteh pembantunya mami , angkutan ke Banten Lama gak susah ; dari Lopang Cilik langsung naik kopas (=sebutan angkot untuk daerah Serang dan sekitarnya) jurusan Banten Lama yang berjarak 10 km.

surosowan

Daya tarik Banten Lama sampai saat ini masih tetap kuat, terutama bagi para ahli kepurbakalaan dan mereka yang berminat pada peninggalan sejarah. Banten menjadi pelabuhan Kerajaan Sunda pada abad 12 sampai abat 15. Pusat kerajaan Banten lama semula berada di Banten Girang kemudian dipindahkan ke Surosowan Banten Lama yang lebih dekat ke pantai. Penunjukan Surosowan sebagai ibu kota Kerajaan Banten dilakukan atas perintah Faletehan (Sunan Gunung Jati) kepada Hasanuddin putranya yang kemudian menjadi Raja Banten pertama.

Banten sebagai kerajaan bahari telah menjadi tempat persinggahan dan transaksi perdagangan yang sisa kejayaannya masih bisa dijumpai di pelabuhan Karangantu yang merupakan pelabuhan kapal ikan dan kayu. Sayangnya kemarin waktu ke sana saya gak sempat plesiran dan hanya mampir sebentar di Karangantu karena udah kecapekan.

Sampai di situs Banten, tempat pertama yang dituju adalah Masjid Agung Banten yang lokasinya berdampingan dengan bekas istana Surosowan. Baru turun dari angkot, sudah disambut oleh barisan pengemis cilik yang mengekor dari belakang sampai ke mulut masjid. Puas mutarin masjid, saya menunggu antrian untuk bisa naik ke menara tua yang berada di depan. Di pintu masuk sudah di”todong” untuk ngasih sedekah,dengan alasan baru juga mau masuk akhirnya si bapak penjaga pintu membebaskan saya untuk naik. Eh, gak tahunya di atas ada lagi yang berjejer meminta bagian. Busyet deh !! O,ya .. tangga berputar di dalam menara hanya bisa dilalui satu orang, makanya arus naik turun digilir.

Puas berangin – angin di puncak menara, saya turun paling akhir dan melanjutkan plesiran di perkampungan yang ada di sekitar masjid.Matahari semakin garang membakar kulit saat langkah kaki memasuki kompleks istana Surosowan dari arah samping. Ternyata kompleks ini kurang diminati oleh para peziarah yang lebih banyak menghabiskan waktu di sekitar masjid. Terbukti selama sejam berada di dalam, saya cuma ketemu dengan bapak – bapak yang habis menjemur pakaian di situ dan dua cowok dengan seragam abu-abu yang datang 15 menit kemudian. Total jendral cuma kita bertiga yang berpuas ria dari ujung ke ujung memutari sisa – sia kejayaan masa lampau ditemani sengatan mentari yang terasa perih di kulit.

banten lama
Masjid Agung Banten Lama

Setelah mutarin dari ujung ke ujung, saya menemukan ada 4 gua yang gelap .. sempat masuk ke salah satu gua tersebut tapi karena sangat gelap gak berani juga, takut ketemu ular siapa yang ‘nolongin ?? Karena asli saya tinggal sendirian di situ setelah 2 cowok yang tadi bareng – bareng di dalam sudah keluar ke arah belakang naik motor (eh, motornya di bawa – bawa masuk ke dalam dengan bebas lho !).

Malas untuk balik lagi ke arah tempat saya masuk, karena pintu depan dipasangin pagar kawat duri … nekat deh, pertama niatnya mau foto-foto dari atas gerbang tapi setelah itu berpikir dua kali untuk mengambil jalur yang sama karena harus muter dan berpanas² ria, akhirnya ambil ancang² dan loncat dari atas ketinggian 2.5 meter. Gila !! Ternyata perkiraan meleset, tak pikir tingginya semeteran lebih …tapi saat loncat kerasa jauhnya sampai ke tanah. Untung kaki mendarat dengan sempurna di tanah jadi gak sampai keplintir. Ufgghhh, selamat deh.

Dari Banten lama, cabut ke Surya untuk makan siang sekalian main ke gereja terus lanjut ke gubernuran. Sebenarnya Jumat kemarin, sudah main ke sini sehabis kebaktian cuma keburu hujan jadi gak puas muter – muter. Penjaganya pada asik main gaple dan ngebolehin saya untuk berpuas ria main di dalam kompleks yang saat itu lagi ada tukang² sibuk memperbaiki kursi. Kalo di Masjid Agung mereka nebak saya dari Indosiar, di gubernuran dikirain wartawan Kompas ha ..ha…

karasidenan bante
Karasidenan Banten

Yang pasti seharin, puas deh keliling sorangan … walau anak² di gereja memperlihatkan ekspresi yang aneh mendengar hobby keluar masuk gedung tua. Mami aza gak percaya kalo saya bener² mau berangkat sendiri ke Banten. Padahal bagi saya lebih enak jalan sendiri karena kalo dipaksain ngajak orang yang gak minat ntar kayak kemarin saat di karasidenan sayanya dipaksa-paksa pulang cepat hallaaahh.

3 thoughts on “Petualangan ke Banten Lama

Leave a comment