Mordekhai, Si Penjaga Gerbang Istana


Matahari sudah tinggi namun, Mordekhai, penjaga gerbang istana Susan masih bergeming di lapangan kota. Ia tidak bisa mendekat ke istana dengan baju karung dan kepala yang ditaburi abu, tanda berkabung. Ratap dan tangis pilunya sayup terdengar diantarkan angin hingga ke beranda istana. Mendengar apa yang dilakukan oleh Mordekhai, hati Ester amatlah sedih. Ester lalu meminta Hatah, Staf Khusus Istana, yang sehari-hari mendampingi ratu untuk pergi menemui Mordekhai dan menanyakan apa yang sedang terjadi.

Ketidaknyamanan muncul di Susan, ibukota kerajaan Persia, sejak Raja Ahasyweros mengeluarkan undang-undang agar semua pegawai di lingkungan kerajaan memberi hormat dengan sujud di depan Haman, menyusul pelantikan Haman menjadi Perdana Menteri Persia. Aturan yang tidak diindahkan oleh Mordekhai meski rekan-rekan kerjanya mengingatkan setiap Haman akan melewati pos mereka. Bagi Mordekhai, hanya Tuhan yang layak untuk disembah. Hal itu menyulut kemarahan Haman yang lalu mengatur siasat untuk membunuh Mordekhai dan semua orang Yahudi yang ada di wilayah kerajaan Persia. Ahasyweros mendukung niat Haman sehingga terbitlah Surat Keputusan Kerajaan tentang hari pemunahan bangsa Yahudi yang dengan segera dikirimkan ke 127 provinsi.

Sebagai pendatang dan minoritas di Persia, Mordekhai menyadari tidak memiliki kekuatan untuk bersuara. Ia memilih untuk merasakan duka yang mendalam bersama kaumnya dengan mengenakan baju berkabung, berdoa, dan berpuasa. Mordekhai menolak mengganti kain karungnya dengan pakaian yang dikirimkan Ester. Lewat Hatah, Mordekhai menitipkan salinan surat keputusan kerajaan dan meminta Ester pergi menghadap raja untuk memohon belas kasihan bagi orang sebangsanya.

Permintaan Mordekhai tidak serta merta dituruti oleh Ester. Ada prosedur dan aturan yang harus ditaati oleh semua orang di lingkungan istana ketika hendak bertemu raja. Bila seseorang semaunya saja menghadap tanpa dipanggil raja, ia mati konyol. Walaupun Ester adalah ratu kesayangan Ahasyweros, tak berarti ia kebal hukum. Ester lalu menyuruh Hatah kembali menemui Mordekhai untuk menjelaskan kondisinya. Pesan yang dibawa Hatah membuat Mordekhai gemas dan menasihati Ester dengan teguran keras.

Ester, anakku … jangan menyangka engkau akan lebih aman daripada orang Yahudi lain, hanya karena engkau tinggal di istana! Orang Yahudi pasti akan mendapat pertolongan dengan cara bagaimanapun juga sehingga mereka selamat. Tetapi kalau engkau tetap diam saja dalam keadaan seperti ini, engkau sendiri akan mati dan keluarga ayahmu akan habis riwayatnya. – Ester 4:13b-14 BIMK

Terjepit pada dua pilihan yang sulit membuat hati Ester gelisah, juga takut. Dipikirkannya dalam-dalam nasihat Mordekhai, ayah angkatnya itu. Jika ia diam saja, bangsanya dihabisi. Pun kalau ia menemui raja, ia menyerahkan nyawanya juga nyawa orang sebangsanya (Ester 4:16 BMIK). Walau berada di ujung tanduk, Ester harus mengambil keputusan. Ia lalu mengumpulkan keberaniannya dan meresponi panggilannya untuk bergerak menyelamatkan bangsanya. Ester meminta Mordekhai mengajak orang-orang Yahudi di Susan bersehati untuk berdoa dan berpuasa bersamanya. Haman akhirnya digantung pada tiang gantungan di dekat rumahnya, yang ia persiapkan untuk menggantung Mordekhai. Karir Mordekhai melesat. Ia dipromosikan dari penjaga gerbang menjadi orang nomor dua di pemerintahan kerajaan Persia!

Baca juga: Belajar dari Dua Sosok Perempuan yang Jadi Berkat bagi Bangsanya
mordekhai, penjaga istana persia, persian empire guard
Penjaga istana Kerajaan Persia (dok. Vocal Media)

Cerita di atas tentu tidak asing kita dengar, itulah kisah yang tercatat dalam Kitab Ester. Namun, kali ini aku ingin mengajakmu untuk menelaah poin-poin yang bisa kita pelajari dari Mordekhai, ayah angkat Ester yang berandil besar untuk menyelamatkan bangsa Yahudi dari genosida yang direncanakan Haman.

Inilah 5 (lima) teladan dari karakter Mordekhai:

  • Memiliki Belas Kasihan. Mordekhai dikaruniai Tuhan hati yang penuh kasih. Ia mengangkat Hadasa (= bahasa Ibrani, kemudian lebih dikenal dengan nama Ester), adik sepupunya, yang menjadi yatim piatu setelah orang tuanya meninggal. Mordekhai menyayangi, membesarkan, serta mendidik Ester seperti anaknya sendiri sehingga Ester tumbuh menjadi perempuan yang elok karakter dan kepribaiannya. Karena ketulusan hatinya, Mordekhai pun dapat melihat potensi yang ada di dalam diri Ester sehingga ia mempersiapkan Ester masuk ke dalam rencana dan pemakaian Tuhan.
  • Tunduk dan Bertindak dengan Bijak. Tidaklah mudah bagi seorang ayah melepas anak perempuannya ke tempat yang asing dan membahayakan dirinya. Namun, Mordekhai tunduk pada imbauan pemerintah dan membawa Ester ke istana Susan untuk mengikuti kontes pemilihan ratu Persia. Ketika terjepit dalam situasi politik yang tidak nyaman, Mordekhai tidak menghasut kelompoknya untuk membuat kekacauan. Yang ia lakukan adalah mengajak orang-orang Yahudi di Susan untuk berpuasa dan berdoa. Begitupun ketika Ester memintanya untuk menggerakkan orang-orang Yahudi berpuasa dan berdoa, Mordekhai menurutinya.
  • Memiliki Prinsip dan Berani Mempertahankan Iman. Mordekhai memegang teguh prinsip dan identitasnya sebagai orang Yahudi yang tidak mau kompromi dengan aturan yang dibuat manusia, yang tidak sesuai dengan ajaran Tuhan. Itu sebabnya, ia tidak mau sujud kepada Haman meski tahu konsekuensinya dibunuh; ia mempertahankan imannya.
  • Memiliki Harapan pada Panggilan Tuhan. Dalam kesesakan, Mordekhai tetap percaya Tuhan akan menolong bangsanya walau situasinya tidak nyaman, tidak aman, dan terjepit. Ia juga yakin Esterlah yang akan dipakai Tuhan menjadi penolong bangsanya. Karenanya, ia terus mendorong Ester untuk berani bertindak .. Siapa tahu, barangkali justru untuk saat-saat seperti ini engkau telah dipilih menjadi ratu (Ester 4:14c BMIK).
  • Memiliki Integritas dan Rendah Hati. Ahasyweros memperhitungkan jasa Mordekhai yang telah menyelamatkan nyawanya dengan melaporkan persekongkolan Bigtan dan Teres, dua orang Staf Khusus Raja kepada Ester. Ketika Mordekhai diberi penghormatan oleh raja dengan diarak berkeliling lapangan kota Susan menggunakan kuda dan baju kebesaran raja, ia punya kesempatan untuk membanggakan diri. Tetapi, Mordekhai cukup tahu diri sehingga selesai perarakan, ia langsung kembali ke pintu gerbang untuk mengerjakan tugasnya. Mordekhai melakukan hal-hal baik bukan untuk mendapatkan pujian ataupun balas jasa tetapi memang hal itu sudah dihidupinya.

Doa adalah pintu untuk rencana dan kehendak Tuhan terjadi. Namun, tidak ada sesuatu pun yang akan terjadi jika kita diam saja dan tidak merespons panggilanNya. Ketika mendapatkan kesempatan untuk menjadi penggerak, maukah kita belajar meresponinya seperti Mordekhai? Yuk! berkemas-kemas! jadilah generasi unggul yang siap dipakai dan berdampak di manapun Tuhan bawa dan tempatkan kita.

Ditulis untuk WarungSateKamu, dibagikan di sini sebagai dokumentasi. Saleum [oli3ve].

Leave a comment