Indonesia Peringkat Pertama Kasus Kanker Anak di Asia Tenggara!


Neuroblastoma merebut penglihatannya. Kemoterapi merontokkan rambutnya. Dengan kepala plontos, pipi tembem, dan mata belo; ia tampak seksi. Ia mengenali orang-orang di sekitarnya lewat aroma, gerak, bentuk tubuh, suara, dan kedekatan emosi. Pernah, saya iseng menanyakan nama dan umurnya. Tak hanya sekali, berkali-kali saking gemasnya acap kali mendengarnya bersuara. Ia pun tak kalah gemas. Berteriak kencang hingga mulutnya monyong-monyong, “Nauraaaa, empat tahuuuuun!”

Naura anak yang cerdas. Di usia empat tahun, Naura dapat merekam dengan baik kejadian dan aktivitas yang dijumpainya di rumah sakit. Ketika bermain di rumah, ia akan memainkan peran sebagai dokter bahkan, kadang dirinya bermonolog layaknya dokter dengan pasien atau dokter dengan suster yang bercakap di ruang praktik dokter atau di selasar di rumah sakit.

Satu sore, ayahnya yang rindu dengan Naura, melakukan panggilan video ke ibunya. Oleh ibunya, layar gawai dihadapkan ke muka Naura yang serta merta asyik berbincang dengan sang ayah, serupa anak normal yang bisa menatap lawan bicaranya. Melihatnya, hati bergetar. Takjub. Ayah dan ibu Naura, tuna rungu juga tuna wicara. Namun, komunikasi orang tua dengan anak semata wayangnya yang penglihatannya hilang karena sakit itu; terjalin dengan baik dan sangat dekat. Alangkah besar dan indahnya kasih Tuhan!

neurblastoma, kanker pada anak di indonesia, jumlah kasus kanker anak di indonesia
Naura dan ibunya

Naura memikat hati sejak pertama kali bersua dengannya di Rumah Harapan Indonesia (RHI), rumah singgah tempat Naura dan ibunya tinggal selama berobat di Jakarta. Di usia balita dengan sakit yang menggerogoti tubuhnya, kadang dia pun rewel. Namun, walau sakitnya berat, sehari-hari kecentilan dan cerianya membuat orang-orang di sekitarnya bergembira karena semangat dan energi positif yang selalu ditebarnya. Dua tahun penuh dia berjuang dengan sakitnya. Akhir Oktober 2020, tak lama setelah dokter menyatakan kondisinya paliatif; Tuhan membawa Naura pulang. Naura pejuang yang hebat. Ia berjuang sampai akhir!

***

The Lancet, jurnal kesehatan mingguan yang diinisiasi oleh Thomas Wakley pada 1823, di satu jurnalnya yang diterbitkan pada 2020 mengatakan bahwa kanker tercatat sebagai penyakit tak menular yang menempati urutan pertama penyebab kematian pada anak-anak dan remaja. Hal ini disebabkan karena deteksi dini kanker pada anak, tidaklah mudah. Akibatnya, banyak anak yang terdiagnosis kanker ketika kondisinya sudah berat. Bahkan, yang meninggal sebelum terdiagnosis pun angkanya cukup besar. Di tahun yang sama, World Health Organization (WHO) berdasarkan hasil studi dari International Agency for Research on Cancer (IARC), agensi riset tentang kanker di bawah WHO; mencatat Indonesia menempati peringkat pertama kasus kanker anak di Asia Tenggara.

Neuroblastoma satu dari 5 (lima) kasus kanker tertinggi – setelah leukemia, retinoblastoma, osteosarkoma, limfona – yang sering dijumpai pada anak-anak di Indonesia. Penyakit ini menyerang sistem saraf yang tidak berkembang dengan baik dari bayi dan lebih sering terjadi pada anak usia 0-4 tahun. Pada kasus Naura, ia lahir sebagai anak yang sehat. Naura didiagnosis kena neuroblastoma saat usianya dua tahun, berawal dari sakit perut yang teramat sangat karena adanya benjolan di perut. Setelah menjalani operasi pengangkatan tumor, ternyata sel kankernya telah bermetastasis hingga ke matanya.

Jika ada pasien datang berkonsultasi ke dokter dan dari hasil pemeriksaan di tubuhnya didapati kanker/tumor ukuran 2 cm, itu artinya si pasien telah terkena kanker selama 2 tahun. 2 cm kanker itu isinya 2 juta sel kanker!

Dr. Amir Shah, Konsultan Onkologis & Radioterapist,  Gleneagles Penang

Kenapa Kasus Kanker Anak Terus MELONJAK?

Seorang kawan Naura, penderita leukemia. Sebelum terdiagnosis kanker, anak ini sering sekali demam. Bolak-balik diobati sembuh tapi kemudian demam lagi hingga, saat si anak berusia 1,5 tahun, dari hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan kalau tubuhnya terlalu rajin memproduksi leukosit – sel darah putih. Sejak hari itu, dia menjadi pasien leukemia namun, baru menjalani kemoterapi saat usianya mencapai 2 tahun. Leukemia, kanker yang paling banyak diderita oleh anak-anak!

Minimnya pengetahuan bahkan ketidaktahuan akan kanker, membuat kasus kanker pada anak terlambat ditangani. Ditambah pula sebagian besar penderita kanker pada anak, lahir di keluarga dengan pendapatan ekonomi yang rendah. Rendahnya tingkat ekonomi menjadi hambatan dalam penanganan penyakit karena penolakan (atau penghentian pengobatan) dari keluarga akibat kekhawatiran akan biaya yang akan timbul.

Apa Kata DATA?

Kesehatan adalah elemen penting dalam mempersiapkan generasi cerdas dan unggul. Saat ini, Indonesia memasuki era bonus demografi dengan jumlah usia 0 – 14  tahun sebanyak 67,16 jiwa atau 24,39% dari jumlah penduduk (Katadata, Juni 2022). Di 2045 nanti, saat 100 tahun Indonesia Merdeka, anak-anak yang ada sekarang adalah Generasi Emas Indonesia. Aset bangsa yang harus dikelola dengan baik untuk meneruskan pembangunan bangsa ini.

Merujuk pada WHO, 90% kasus kanker pada anak dapat sembuh. Di negara maju, tingkat kelangsungan hidup bisa sampai 80% sedang negara berkembang 20%. Artinya, di negara dengan fasilitas kesehatan dan penanganan yang lebih baik, tingkat kelangsungan hidup anak dengan kanker, lebih tinggi.

Secara global, tiap tahun, lebih dari 400.000 anak didiagnosis menderita kanker. Dan diperkirakan antara 2020 – 2050 ada sekitar 13,7 juta kasus kanker anak dengan 11 juta yang meninggal karena minimnya akses fasilitas kesehatan. Di Indonesia, tiap tahunnya terdapat sekitar 11.000 kasus baru.

Jika berbicara jumlah tenaga medis, menurut dr. Bambang Sudarmanto, SpA(K), MARS, Ketua Pokja UKK Hematologi/Onkologi, Ikatan Dokter Anak Indonesia, dari sekitar 4.000 dokter anak, hanya 50 dokter anak yang memiliki keahlian dalam penanganan kanker. Cobalah direnungkan, apakah itu cukup jika melihat ada sekitar 11.000 kasus baru kanker pada anak tiap tahun?

Data Kanker Anak Indonesia

Tanda-tanda Sakit pada Anak yang Perlu DIWASPADAI

Tidak seperti kanker pada orang dewasa yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan pun gaya hidup, sebagian besar kanker pada anak tidak diketahui penyebabnya. Karenanya, orang tua pun pendamping anak, harus memiliki kepekaan dan kecurigaan terhadap tanda-tanda sakit yang muncul pada anak seperti:

– Demam berulang tanpa alasan yang jelas.
– Perdarahan yang terjadi tiba-tiba
– Munculnya benjolan di bagian tubuh seperti leher, dada, perut, dan area lainnya.
– Badan sering lemas, kehilangan napsu makan, dan penurunan berat badan yang drastis

Tingkat kelangsungan hidup anak dengan kanker lebih tinggi dibanding orang dewasa dengan kanker asal, dapat diagnosis dini. Ketika kanker pada anak diidentifikasi lebih awal maka lebih memungkinkan untuk diberikan penanganan yang cepat serta pengobatan yang tepat dan efektif. Sehingga anak akan memiliki kesempatan hidup lebih lama, penderitaannya lebih sedikit, dan biayanya masih lebih murah karena kasusnya belumlah berat.

Jadi, apa yang bisa kita LAKUKAN?

Setiap orang memiliki kesempatan untuk menjadi agen paduli kanker pada anak. Manfaatkan media sosialmu untuk hal-hal positif yang berdampak agar banyak jiwa bisa dijangkau. Kamu juga bisa jadi relawan di beberapa kegiatan kampanye ataupun yayasan kanker dan lain-lain.

Tentu saja perlu kerja sama semua pihak dari pemerintah juga masyarakat untuk membangun kesadaran dan kepedulian akan kesehatan lewat edukasi dan sosialisasi dini kanker pada anak. Ambillah peran, jangan berdiam diri saja. Saleum [oli3ve].

Advertisement

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s