‘Ngopi kini sudah menjadi tren. Kehadiran kedai-kedai kopi kekinian dengan sajian kopinya yang hampir serupa – terlepas dari rasanya yang umumnya biasa saja – itu, menjadi oase bagi penikmat kopi musiman yang bermunculan setiap hari. Jika dulu orang-orang tua melarang anaknya berkeliaran saat minum, sekarang melihat orang berlalu-lalang menenteng cangkir kertas/plastik bertuliskan nama kedai kopi adalah pemandangan biasa di keseharian. Bagaimana dengan mereka yang masih merindukan duduk bercengkerama sembari menyeruput kopi berkualitas dunia ala warung kopi, di pasar?
Akhir pekan kemarin saya iseng bermain ke Pasar Santa. Pasar modern di Jakarta Selatan yang pernah menjadi destinasi wisata yang melejit dan ramai dipadati pengunjung ketika lantai satunya disulap menjadi tujuan makan. Denyutnya sebagai pasar yang menyediakan kebutuhan pokok harian masih terasa. Namun, ingar bingar 5 – 6 tahun lalu ketika sedang hits sebagai destinasi kuliner, tak tampak lagi. Mereka yang masih bertahan dengan usaha kuliner ataupun usaha lain di sana adalah, yang memang memiliki produk unggulan, punya pelanggan tetap, mampu bersaing dengan kompetitor, serta berinovasi mengikuti pergerakan jaman
Walau iseng, perjalanan siang itu tujuannya jelas, ‘ngopi di Kawaki Roastery. Sebelum bertandang, saya memastikan dulu lokasi Kawaki Roastery ke pemiliknya. “Di basement, depan pintu masuk. Ditunggu, ya.” Begitu jawabannya. Pernah ke pasar? Tahu kan pintu masuk/keluar pasar itu tidak hanya satu? Jawaban itu membuat saya bertanya dalam hati; pintu depan, samping, atau belakang? 🙂 Cara aman untuk menemukan lokasi dengan mengandalkan ingatan ketika bermain ke Dapoer Kopi, kakaknya Kawaki Roastery, yang saya sambangi delapan tahun lalu! Ups, selama itukah? Dapoer Kopi yang berdiri sejak 2011, mengkhususkan diri dengan produksi bean-nya; menempati los di lantai dasar Pasar Santa yang mudah terlihat pengunjung. Artinya, Kawaki Roastery pasti berdiri di depan pintu masuk yang ramai.
Nama Kawaki Roastery terdengar seperti kedai kopi Jepang. Walau pelanggannya memang sebagian besar orang Jepang – ada juga orang Amerika, Eropa, dan Korea serta orang lokal tentu saja – yang silih berganti datang, memesan, dan menyesap kopi di ruang duduk yang ditata dengan desain Jepang; pemilik dan pengelola kedai kopi ini, dua perempuan muda Toraja. Christine Tandibua dan Alma, adiknya.
KAWAKI, asli bahasa Toraja. Dari kata kaa (= kopi) dan ki (= kita), sedang wa di tengah adalah kata sambung yang merujuk pada kepemilikan. Jadi kawaki artinya kopi kita. Sederhananya, Kawaki Roastery adalah tempat kita – para penikmat dan pecinta kopi – bersua, menikmati, dan membincangkan kopi pilihan. #mantaaaaap
Sebagai penikmat kopi hitam (baca: tubruk), saya memesan kopi filter Toraja Yale, salah satu single origin dan specialty Kawaki Roastery yang direkomendasikan Christine. Ternyata, dirinya memantau kebiasaan dan membaca selera kopi saya yang bright 🙂 . Sesuai namanya, Toraja Yale berasal dari dataran tinggi Toraja. Biji kopinya, arabica, yang dipetik dari kebun milik keluarga. Yale tak ada hubungannya dengan salah satu sekolah tinggi tertua di Amerika. Karena kata yale di belakang Toraja Yale, adalah akronim dari Yakobus Lele, nama sang pemilik kebun kopi, yang adalah ayah pemilik Kawaki Roastery. Pada International Barista Championship 2012 lalu, Toraja Yale mendapat juara dua dan digunakan peserta kompetisi di World Barista Championship, Italia. Paham donk kenapa pilihannya Toraja Yale?
Oh ya, sebelum saya lupa. Di Kawaki Roastery, diperlukan kesabaran menanti kehadiran kopi pesananmu karena mereka bersetia mempertahankan teknik manual brew dalam menyeduh kopinya. Aroma dan cita rasa kopi yang diproses manual itu memanglah lebih asyik. After taste-nya yang tertinggal di lidah dan kerongkongan pun menumbuhkan rindu untuk menyesapnya lagi dan lagi.
Kawaki Roastery
Pasar Modern Santa
Lantai Basement Blok AKS 56-57
Jl. Cipaku I No. 91, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
Instagram @kawaki_santa
Penikmat kopi sejati tak pernah tergesa-gesa dalam menyesap kopinya. Ketika secangkir kopi hadir di hadapannya, mereka menikmatinya dari aroma yang menguar, meresapi proses kehadirannya, hingga cairan terakhir tandas dari pantat cangkir. Percayalah, proses tak pernah menghianati hasil. Begitu pesan seorang kawan ‘ngopi yang kini menikmati kopinya di alam yang berbeda.
‘Ngopi di Kawaki Roastery tak akan membuat dompetmu mendadak langsing. Harga secangkir kopinya, masih sangat terjangkau. Lidahmu tak akan menyesal. Terlebih lagi, kopinya berasal dari biji kopi pilihan yang sudah melewati seleksi yang ketat untuk menjaga kualitasnya. Psst .. filter Toraja Yale-nya 20 ribu saja. Untuk menemani ‘ngopi tersedia croffle juga cookies. Selain menyesap kopinya di tempat, Kawaki Roastery juga menyediakan bean yang diproduksi oleh Dapoer Kopi dan kamu bisa minta di-roasting untuk persediaan ngopimu di rumah. Pilihannya disesuaikan selera. Mau Aceh Gayo, Bajawa Flores, Ciwidey, Kintamani, Lintong, atau Toraja. Jika tak sempat ke pasar, kamu juga bisa memesannya lewat lokapasar, tokopedia. Cari saja nama Kawaki Santa.
Dengan Christine dan Alma, kami ‘ngobrol ditemani sajian croffle yang renyah dan manisnya asyik banget saat perlahan lumer di mulut. Sangat pas dan serasi buat teman ‘ngopi. Tanpa terasa, lima jam sudah saya duduk di Kawaki Roastery membincangkan banyak hal. Dari perkara biji kopi, adat istiadat, cerita dari kampung halaman, orang yang lalu lalang di pasar, hingga pilihan makanan hewan piaraan. Di antara tuturan ala anak Jakarta Selatan, sesekali terlontar bahasa planet yang membuat tawa berderai. Sesederhana itu mencapai bahagia. Kali lain jika berkunjung lagi, saya sudah mengincar Toraja Asong yang mendapatkan Bronze Medal di Australian International Coffee Award 2020 untuk disesap. Jadi, kapan kamu mau kutemani ‘ngopi di pasar? Saleum [oli3ve].