Banyak orang mengira peristiwa akhir April 1963 akan membuat Ngo Dinh Diem sedikit melunak pada rakyatnya sendiri. Ternyata, Diem tak peduli dengan keresahan dan kegaduhan yang semakin menjadi di Sai Gon dan sekitarnya pasca aksi bakar diri Thic Quang Duc. Biara-biara diobrak-abrik, bhiksu ditangkapin. Anak buahnya diperintahkan mencari abu terutama jantung Duc karena didengarnya jantung bhiksu itu masih utuh meski tubuhnya hangus terbakar. Amerika pun geram pada aksi Diem! Walau ditekan (Amerika) sedemikian rupa dan diancam tak akan dibantu; Diem si kepala batu yang keras hati, tak jua luluh. Ia dan Ngo Dinh Nhu, adiknya, punya rencana besar sendiri.
Di awal November 1963, sebuah skenario kudeta siap dimainkan oleh para petinggi militer dipimpin Jenderal Big Minh (julukan Jenderal Duong Van Minh), penasihat militer yang telah lama tak sepaham dengan Diem. Gia Long Palace – sekarang Ho Chi Minh City Museum, tempat tinggal Diem dikepung tentara. Namun, Diem dan Nhu telah meninggalkan istana di Distrik 1 itu lewat jalan bawah tanah menuju gereja di Cho Lon di Distrik 5. Diem tak curiga hari itu adalah hari terakhir ia memikirkan rencana-rencana besarnya. Malam itu, ia ditangkap dan dihabisi tentaranya sendiri. Gambar dirinya yang terkapar berlumuran darah, terpampang besar-besar di salah satu ruang pamer di lantai 2 (dua) Building 106, Reunification Palace.
Norodom Palace, Independence Palace, atau Reunification Palace? Mana yang Benar?
Cerita di atas adalah nukilan sejarah Norodom Palace yang dirangkum secara acak dari mengunjungi From Norodom Palace to Independence Palace 1868 – 1966, pameran yang digelar sejak Maret 2018 di Building 106; satu-satunya bangunan yang tersisa dan masih berdiri kokoh seperti awalnya dibangun di komplek Reunification Palace.
Norodom Palace dibangun Prancis pada 1868, diperuntukkan sebagai residen dan kantor gubernur Cochinchina – wilayah di selatan Vietnam yang menjadi koloni Prancis dengan Sai Gon sebagai pusatnya – kemudian menjadi tempat tinggal dan kantor para gubernur Prancis Indocina – wilayah Cochinchina ditambah Tonkin (wilayah Vietnam bagian utara), Annam Selatan (wilayah Vietman bagian tengah) serta Kamboja dan Laos yang menjadi koloni Prancis ketika Sai Gon menjadi ibukotanya. Pun pernah dijadikan sebagai basecamp dan kantor pemerintah Jepang di masa perang dunia kedua (PD II). Sejak awal berdirinya dikenal sebagai Norodom Palace, merujuk pada nama jalan di depannya; Rue Nurodom atau Boulevard Norodom (sekarang Le Duan Street) – diambil dari nama Norodom, Raja Kamboja, sebagai bentuk penghargaan pada tunduknya Kamboja kepada pemerintahan Prancis.
Penandatanganan perjanjian Jenewa 1954 menandai berakhirnya perang Indocina, Vietnam resmi dibagi dua! Vietnam Utara yang didukung Rusia dan Tiongkok, dikuasai oleh Viet Minh dengan Ha Noi sebagai ibukotanya dan Ho Chi Minh sebagai kepala pemerintahannya. Lalu Vietnam Selatan dipimpin Kaisar Bao Dai – Bao Dai adalah kaisar terakhir dari dinasti Nguyen, yang naik tahta menggantikan Kaisar Khai Dinh, ayahnya – dan Ngo Dinh Diem sebagai perdana menterinya, mengendalikan jalannya pemerintahan dari Sai Gon mendapat dukungan dari Amerika dan Inggris. Untuk mengingat hari bersejarah itu, Diem mengganti nama Norodom Palace menjadi Independence Palace.
Kemerdekaan sesungguhnya belumlah dicapai. Konflik dua negara bersaudara itu semakin menjadi hingga pecah perang Indocina II. Di tengah situasi itu, pada 26 Oktober 1955, Ngo Dinh Diem terpilih menjadi presiden pertama Vietnam Selatan yang menjalankan roda pemerintahan secara otoriter. Di pemerintahannya, Diem pun mengangkat kakak dan adiknya menjadi pejabat yang menduduki posisi strategis. Tak lama berselang, perang Vietnam pun pecah. Tentang PD II, perang Indocina, dan perang Vietnam; baca ulasannya di War Remnants Museum dan Kepahitan yang Tertinggal di Sai Gon.
Kejatuhan Sai Gon dan Eksodus Besar-Besaran dari Vietnam Selatan
Aku tak bisa melupakan kejadian hari itu. Hari yang menjadi awal sengsara bagi kami di selatan. Kami diminta keluar rumah, barang-barang dijarah oleh orang utara yang menodongkan senapan. Jalanan di depan rumah yang biasanya ramai, mendadak senyap. Umurku belum 11 tahun, harus berpisah dengan orang tua dan adik-adikku, berangkat dengan kakak sepupuku yang selisih umurnya tak banyak denganku bersama orang-orang yang tak kukenal. Kami bersesakan dalam perahu motor yang meninggalkan pinggiran Sai Gon di tengah malam buta, mencari selamat ke tempat yang kami tak tahu.
Mata lelaki yang duduk di depanku, berkilat-kilat. Tangannya mencengkeram sumpit kuat-kuat sebelum diletakkan kembali ke meja. Mulutnya bergerak pelan-pelan. Volume suaranya tak terlalu tinggi namun penuh emosi; setitik air jatuh dari matanya. Sebelum menderas, buru-buru disekanya pipinya dengan menarik leher kaos menutupi separuh mukanya. “Maaf, aku masih sering terbawa emosi bila mengingat kejadian itu.”
30 April 1975 sekitar pk 10.00 waktu Vietnam, dua tank baja Viet Cong menghantamkan dirinya ke gerbang utama Independence Palace. Peristiwa itu menandai keberhasilan utara mengambil kendali atas Sai Gon atau dikenal juga sebagai the Fall of Sai Gon dan berakhirnya perang Vietnam. Keadaan tidak otomatis menjadi tenang. Ketakutan besar justru merambah ke seantero Sai Gon yang warganya masih trauma pada kejadian-kejadian dan teror beruntun yang mereka alami sebelumnya. Mereka berbondong-bondong meninggalkan rumah, keluar dari Vietnam mencari suaka dengan menumpang kapal perang Amerika dan perahu-perahu motor kecil yang dinaiki beramai-ramai hingga melebihi kapasitas angkut.
Jamie, lelaki yang duduk di depan saya pagi itu di Pho Quynh, restoran pho yang terkenal di Distrik 1, membagikan pengalaman pahit yang dilewatinya ketika hatinya luluh dan mengikuti bujukan ayahnya,”Kamu satu-satunya anak lelaki di keluarga kita, selamatkan dirimu, jadilah penerus keluarga ini.” Jamie ikut rombongan eksodus yang terombang-ambing di laut lepas selama lima hari hingga perahu motor mereka diselamatkan kapal perang Indonesia. Mereka dibawa ke Pulau Galang, di kamp Vietnam itu, Jamie tinggal selama tiga tahun hingga lolos suaka ke Amerika. Pengalaman itu menyisakan luka yang kadang-kadang basah dan membuat sebagian besar orang selatan belum bisa menerima kebijakan yang dijalankan dari utara.
Reunification Palace, Ikon Sejarah Penting di Sai Gon
Setelah Sai Gon berhasil diduduki, Duong Van Minh yang baru dua hari berkantor di Independence Palace menggantikan presiden Nguyen Van Thieu; menyerahkan selatan kepada utara. Sejak itu Independence Palace yang tak lagi menjadi tempat tinggal maupun kantor kepala negara Vietnam Selatan pun berganti nama menjadi Reunification Palace. Tempat itu beberapa kali masih digunakan sebagai tempat pertemuan resmi hingga dikelola menjadi destinasi wisata sejarah penting di Sai Gon. Ruang-ruang istana yang tadinya tertutup, dibuka untuk publik dengan menerapkan aturan yang harus dipatuhi pengunjung.
Bangunan Reunification Palace yang ada sekarang adalah hasil revitalisasi bekas bangunan istana yang dirusak terjangan bom juga aksi protes rakyat pada kesewenang-wenangan Diem. Desain bangunannya dikerjakan oleh arsitek Ngo Viet Thu dan dibenahi dengan biaya sangat besar selama 4 (empat) tahun dari 1962 hingga diresmikan kembali pada 30 Oktober 1966.
Papan informasi di setiap ruangan sangat membantu pengunjung untuk mengetahui fungsi dan peristiwa penting di ruang itu. Bila ingin mendapatkan informasi detail, pengelola juga menyediakan tur istana dengan pemandu. Tersedia juga audio guided dengan pilihan bahasa Cina, Inggris, Jepang, Korea, Prancis, dan Vietnam bagi yang tak ingin berjalan berkelompok.
Reunification Palace
135 Nam Ky Khoi Nghia Street, District 1
Ho Chi Minh City, Vietnam
Buka setiap hari pk 07.30 – 16.00
HTM Dewasa VND 40.000 (Istana atau Building 106 saja), VND 65.000 (Istana & Building 106)
Audio Guided VND 75.000
Panduan Berkunjung ke Reunification Palace
- Mengenakan pakaian sopan dan tertutup layaknya hendak bersua orang penting di istana.
- Sediakan waktu lebih dari perkiraan waktu berkunjung yang direkomendasikan pejalan lainnya. Fyi, beberapa informasi memberikan keterangan satu jam berkeliling di dalam istana itu cukup. Tidak buat saya, karena keasikan menikmati tempat dan suasana, saya menghabiskan ENAM JAM saja di dalam komplek Reunification Palace.
- Belilah tiket masuk, sesuaikan dengan target, waktu, dan rencana kunjungan.
- Masuklah lebih dulu ke Building 106 lewat gerbang di jalan Nguyen Du sebelum ke bangunan utama istana dan berkeliling dari lantai dasar hingga ke rooftop juga turun ke bunker.
Moral of the story: jadilah dirimu sendiri! Jangan mau menjadi bayang-bayang dan berdiri di tengah-tengah raksasa yang bertikai. Perang Indocina terjadi karena urusan kepentingan Blok Timur penganut paham komunis dan Blok Barat yang liberal, yang ingin menguasai negara-negara yang sedang mencari identitas. Ngo Dinh Diem, presiden bonekanya Amerika untuk Vietnam Selatan yang dikuasai ego, keserakahan, dan ketamakan memiliki cita-cita mulia menjadikan Vietnam negara katolik. Tapi Dhiem lupa, dasar ajaran kristen/katolik adalah kasih karena Tuhan itu Allah yang Pengasih.
Sehari setelah berakhirnya perang dingin antara utara dan selatan, Ho Chi Minh City menjadi nama baru bagi Sai Gon, namun legalitas penggantian nama kota itu baru sah pada 3 Juli 1976. Meski begitu, bagi orang-orang di selatan juga veteran perang Amerika dalam perbincangan di keseharian; Sai Gon tetaplah Sai Gon. Saleum [oli3ve].