Sudah cukup lama saya tidak bermain ke Commensalen Huis, rumah kos mahasiswa di Jl. Kramat Raya No. 106. Tempo hari, saat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) karena pagebluk Covid-19 sedikit melonggar pun kebetulan sekali bertepatan dengan jadwal donor darah di UTD PMI Kramat; saya menyempatkan mampir.
Dulu, rumah kos ini selalu ramai. Tak hanya oleh senda gurau penghuni kos tapi karena rumah ini pun oase bagi orang-orang muda yang ikut pergerakan kemerdekaan. Di sini mereka sering berkumpul membincangkan masa depan Indonesia. Karena lokasinya yang strategis dan dekat dengan sekolah tinggi kedokteran School tot Opleiding van Indische (STOVIA) dan sekolah tinggi hukum Recth Hooge School (RHS); mahasiswa dari kedua kampus itulah yang menjadi penghuni rumah kos milik Sie Kong Liang ini.
Saya datang beberapa hari jelang pertemuan besar yang akan dihadiri utusan-utusan pemuda dari berbagai daerah seperti Jong Ambon, Jong Celebes, Jong Java, Jong Sumatera. Namun, suasana pagi itu tak menunjukkan tanda-tanda akan adanya kegiatan yang kelak menjadi salah satu momen penting dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Di ruang tamu, saya hanya menjumpai tiga mahasiswa yang sedang berdiskusi. Bergitu tahu saya yang datang, mereka serempak menunjuk ke satu arah, ”Wage di tempat biasa, Lip.” Saya memang membuat janji temu dengan Wage di sini usai pertemuan awal tahun di rumah Roekinah, kakak perempuannya di Tambaksari, Surabaya. Dari Wage, saya tahu akan adanya pertemuan pemuda di akhir Oktober. Wage juga menceritakan rencananya memperdengarkan lagu yang dua tahun ini diutak-atiknya di pertemuan nanti.
Menyadari kemunculan saya, Wage yang sedang asyik menyetem biola mengembangkan senyum, ”Aha .. kamu datang di saat yang tepat, Lip. Bantu ‘mandu, ya.” Ia tak sendirian. Di ruang itu ada enam orang pemuda lain bersamanya.
“Eh .. mandu apaan, mas? Orang baru juga datang, main todong aja.” Di Surabaya tempo hari, tak pernah tercetus dalam bincang-bincang perkara pandu-memandu walau di belakang rumah ada ruang khusus untuk mengasah ingatan akan perjalanan kepanduan (sekarang pramuka) di Indonesia.
“Mandu lagu inilah. Gampang koq. Ayolaaah .. bantuin ya.”
“Hmm … baiklah. Berapa ketuk, mas?”
“Asiiik .. Indonesia. 4/4 ya.”
Selagi bersemangat bernyanyi .. Indones! Indones! Moelia, moelia .. seorang lelaki yang bersuara keras mendadak muncul di ruangan, “Jangan melewati batas, mbaaak!” Uppsss .. suara cemprengnya membuat gerak tangan saya berhenti di udara. Lewat batas? Dilarang nyanyi ya di sini? Tak pikir solois yang akan membantu bernyanyi. Rupanya penjaga keamanan yang sedang sidak ruang pamer Museum Sumpah Pemuda. Mungkin di CCTV depan, dia melihat ada gerak-gerik mencurigakan di ruang belakang sehingga dia tergesa-gesa menampakkan diri. Aaah, merusak mimpi aja nih pak satpam! Bikin perut pun mendadak lapar.
Saya bergeser ke ruang sebelah, menghindari benturan dengannya karena orang yang sedang lapar, biasanya lebih galak dari serigala he .. he.. Di sebelah, saya iseng ikut mengintip koran Benih Merdeka yang sedang dibuka dua orang pemuda dari Jong Java. Pas pula yang terbaca kolom iklan .. Kabar Beritaaaaa! kedai Nasi Kapau di Senen diijinkan menerima pelanggan makan di tempat setelah pemberlakukan PSBB berjilid; dilonggarkan. Infromasi menarik iniiiih! Tadi dari siaran radio juga terdengar berita kalau kedai roti Eropa di gang sebelah juga membolehkan pelanggannya duduk-duduk sebentar di kedai. Asal .. menaati protokol kesehatan!
Sepulang dari kos pemuda Commensalen Huis, saya pun mampir ke 3 (tiga) tempat jajan legendaris ini:
Maison Weiner Cake Shop
Bagi penikmat roti tradisional khas Eropa, Maison Weiner Cake Shop tempatnya! Di sini saya pertama kali berkenalan dengan sourdough. Saya menamainya roti konde karena serupa konde yang disemprot hair sray. Kaku di luar, lembut di dalam. Sourdough yang sudah dikenal orang sejak Mesir Kuno, adalah roti yang baik dan sehat dibanding roti kebanyakan. Setiap kali ke sini, saya tak pernah bosan meraih ontbijtkoek dan menikmatinya dengan secangkir teh panas serta membawa pulang Sourdough Muesli Bread untuk teman sarapan kopi/teh di rumah.
Jl. Kramat II No. 2
RT 6/RW 7, Kwitang, Jakarta Pusat 10420
Telepon: 021-3906719
Jam Buka: 07.00 – 17.00
Maison Weiner didirikan oleh Lee Liang Mey pada 1936. Kini usaha keluarga ini dikelola oleh cucunya. Selain sourdough dan ontbijtkoek, ada banyak macam pilihan roti yang diproduksi dari dapur Maison Weiner setiap harinya. Datanglah ke sini ketika perut masih sedikit penuh tapi mulut ingin mengunyah sesuatu yang asyik untuk menghalau lapar, menanti waktu makan siang.
Perlu diingat pula, walau harga rotinya tak membuat dompet menjerit; tiap Sabtu, Maison Weiner memberikan harga khusus untuk pelanggannya dengan korting sebesar 30% untuk semua produknya.
Es Krim Baltic
Gerai es krim rumahan yang melayani pelanggannya sejak 1939 ini, menempati ruko yang berdiri di kiri jalan sebelum lampu merah Senen. Tempatnya tidak terlalu besar. Ada meja+bangku yang disediakan di dalam ruang berpendingin untuk pelanggan yang ingin menikmati es krim di tempat. Namun karena masih pandemi, untuk sementara Baltic Ice Cream TIDAK melayani makan di tempat.
Es Krim Baltic, salah satu kedai es krim jadul di Jakarta. Es krimnya tersedia dalam bentuk cup (reguler dan spesial), stick (chocco stick, tutti frutti, loly frutt), juga es krim tart dengan pilihan rasa yang beragam dengan harga yang sangat bersahabat. Sebagai penikmat rasa yang setia, saya selalu menikmati yang itu lagi, itu lagi … kalau tidak Rum Raisin, Alpukat, Kopyor, atau Chocochip dalam cup hehe.

Jl. Kramat Raya No.10 – 12, RT 2/RW 7
Kwitang, Senen, Jakarta Pusat 10450
Telepon 021-3906409
Jam Buka pk 09.00 – 17.00
Jika membeli dalam jumlah yang agak banyak, es krimnya akan di-packing dalam kardus yang diberi dry ice agar tak cepat lumer.
Nasi Kapau Senen
Nyamil sudah. Ingin lanjut makan berat dengan harga yang murah, perut kenyang dengan senang dan puas? Di seberang Es Krim Baltic, di samping fly over – tepatnya di pedestrian Jl. Kramat Raya arah Kampung Melayu – berjejer kedai-kedai Nasi Kapau yang menyediakan ragam masakan khas Minangkabau. Jika melihat menunya, serupa dengan Nasi Padang namun ramuan bumbunya berbeda.
Ada tiga kedai yang pengunjungnya selalu berjubel. Nasi Kapau Bareh Solok, Nasi Kapau Hj Zaidar, dan Nasi Kapau Sabana Asli. Datanglah ke tempat ini di waktu orang lain belum lapar agar dapat duduk menikmati Bebek Cabai Hijau, Dendeng Batokok, Gulai Usus, dan kawan-kawannya dengan tenang hingga ritual menjilat jari-jari yang berlumuran kuah gulai tanpa perlu terburu-buru beranjak karena harus memberi ruang pada pengunjung lain untuk duduk.
Sentra Kuliner Nasi Kapau Senen
Jl. Kramat Raya, Senen
Jakarta Pusat
Jam Buka 24 jam (selama pandemi mengikuti aturan pemerintah)
Saya kurang tahu sejak kapan para perantau dari Nagari Kapau berjualan di tempat ini. Seingat saya, sejak pertama kali diajak makan ke sini belasan tahun lalu; mereka sudah eksis. Pun harga makanan di sini lebih murah dibanding makan di Rumah Makan Padang langganan saya. Kemarin itu, kami asal masuk saja ke kedai yang mejanya tampak masih kosong. Usai makan, puas banget. Apalagi saat bayar hanya Rp 25.000 padahal makan dengan dua lauk Gulai Kikil dan Paru Goreng ditambah Jangek lho! Murah banget kaaan? Saat antre bayar itu baru melihat tulisan tempat makannya salah satu kedai favorit di sana, Sabana Asli.
Jadii, kalau kamu sedang mencari tempat kos, carilah yang dekat kampus/kantor – kalau bisa, ke kampus/kantor cukup dengan berjalan kaki – biar irit ongkos transportasi. Tak jauh dari jalan besar, kalau pulang malam masih terang. Jangan yang masuk-masuk gang sempit! Dekat dengan tempat jajan, kalau lapar gampang cari makan. Cari yang sewanya murah, pemiliknya baik hati dan tidak sombong, serta teman-teman kosnya anak baik-baik. Oh ya .. kabar terbaru, di peringatan Hari Sumpah Pemuda tahun ini, cucu Sie Kong Liang telah bersepakat dan menyerahkan pengelolaan Commensalen Huis yang sejak 1977 diperuntukkan sebagai Museum Sumpah Pemuda; kepada pemerintah di bawah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Selamat makan siang, saleum [oli3ve].
Terima kasih mbak Olive. Diajak main jumpa Mas Wage, ditraktir eskrim hingga nasi kapau, bonus roti konde. Selalu suka dengan penulisan mbak Olive.
Salam hangat dan sehat
sehat selalu mbak Ry, terima kasih sudah menikmati traktirannya 🙂
Dasar, kak Olip. Ulasan makanan pun dibuka dengan sandiwara dulu bareng mas Wage 🙂 Aku sempet bingung Wage ini temen beneran apa W.R. Supratman, hahaha.
Uh, penasaran sarapan juga sama sourdough kak. Belum pernah makan. Tahun 2015-2016 pernah diajak teman ke nasi kapau daerah Senen juga yg katanya terkenal, tapi aku nggak tau apakah tempat yang sama dengan yang kak Olip bahas di sini atau bukan.
kalau kedai kapaunya berjejer di pinggir jalan dekat lampu merah Senen, gak salah lagi tuh Gi 😉