Semua berawal dari ketidaksengajaan. Tak sengaja mengamati potret Jean-Baptiste Petrus Vinh Ky di Exihibition: From Norodom Palace to Independence Palace, 1868 – 1966 di lantai dasar Vila Norodom, satu-satunya bangunan era kolonial yang tersisa dan tetap utuh sebagaimana awalnya dibangun di dalam komplek Independence Palace. Esok paginya, tak sengaja pula melihat bangunan poligonal yang unik ketika bermain di Distrik 5 yang ternyata, mausoleumnya!
Perkenalan dengan Jean-Baptiste Petrus Vinh Ky memanglah unik. Poster tentang dirinya yang tergantung di ruang pamer Faces of Old Sai Gon menarik perhatian dibanding empat poster lainnya. Kelima sosok yang mendapat keistimewaan dan dipajang posternya di ruang itu adalah orang –orang yang dianggap memberikan kontribusi besar pada perkembangan Sai Gon di akhir abad ke-19 hingga awal abad 20. Mungkin karena penampilannya lain dari yang lain, mengingat era-nya juga lebih awal dari empat sosok lainnya; potret Petrus Ky dengan ao dai dan turban – pakaian tradisional Vietnam yang dikenakan di keseharian hingga akhir abad 19 – itu tersimpan baik di memori. Tak ada sedikitpun rasa penasaran untuk mencari tahu lebih jauh, siapa dirinya, karena rasanya cukup dengan membaca sepotong profil singkatnya di poster itu.

Cerita serunya, dimulai keesokan harinya. Selepas sarapan, Jamie mengajak tapak tilas, menyusuri jalan-jalan dan tempat-tempat yang dilalui Jamie Kecil pada 1978 ketika harus meninggalkan negaranya malam-malam sebelum terkatung-katung selama lima hari dalam perahu di laut lepas, menyelamatkan diri dari kekacauan yang terjadi di Sai Gon. Dari kantornya di Tran Hung Dao B Street, kami memutar arah menyusuri Tran Hung Dao B Street hingga Tran Hung Dao Street; jalan yang lebar dan ramai di Distrik 5. Belum sepuluh menit melaju, mata saya menangkap bayangan bangunan dengan gerbang yang menarik di kiri jalan, tak jauh dari persimpangan yang baru saja kami lewati.
Penasaran, saya towel-towel punggung Jamie sambil berteriak, ”Jamieeee .. itu bangunan apa? Sekolah?” Tanpa memberi aba-aba untuk berpegangan, Jamie langsung memutar motornya dan melaju melawan arus – untungnya lagi sigap dan kendaraan dari belakang sedang tertahan di lampu merah – sebelum menyeberang ke jalur yang benar dengan balas berteriak,”Sorrryyyyy .. saya lupa! Itu tempat kesukaan kamu.”

Kami memasuki pekarangan yang difungsikan sebagai lahan parkir lewat pintu tengah – gerbangnya memiliki tiga pintu, satu di tengah lebih tinggi dan bisa dilewati mobil ukuran sedang, serta dua di kiri kanannya lebih pendek dan kecil – mencari tempat parkir yang kosong di sisi kanan bangunan. Ketika motor berhenti dan hendak turun, saya menyadari kami parkir di tempat tak biasa. Ujung sepatu saya menyentuh penanda kuburan. Beberapa motor malah parkir di atas kuburan yang temboknya sudah rontok. Jika melihat nama yang tertera pada kuburan yang masih utuh – mereka menggunakan nama Vietnam tapi di tengah atau depannya tersemat nama Kristen seperti Maria, Paul, Petrus –, mereka berada dalam satu rumpun keluarga.

Melihat tempatnya tak berpenjaga, saya memikirkan kemungkinan untuk memanjat pintu jika terkunci karena bagian atas pagarnya tak menempel penuh ke tembok 🙂 sembari memandangi detail pintu yang ada persis di depan kami memarkir motor. Pintunya berupa pagar besi bercat hijau, senada dengan dinding bagian dalam. Di kiri kanan pintu itu terdapat tulisan dalam huruf Cina. Ketika melihat bagian atas, di fasad pintu itu ada tulisan: Fons vitae ervditio possidentis, disambung dengan Prov. Ch. XVI dengan ukuran huruf yang lebih kecil. Otak dengan cepat mencerna tulisan Prov. Ch. XVI itu adalah .. Proverbs Chapter 16 tanpa mencari tahu arti kalimat berbahasa Latin di depannya. Makin menarik dan penasaran, ini mauseoleum siapa sih? Kok ada kutipan ayat Alkitab? Jamie yang ditanya hanya geleng-geleng kepala. Walau rumah orang tua dan sekarang kantornya berada tak jauh dari situ, Jamie tak pernah tahu siapa pemilik peristirahatan itu. Katanya, sebelum papanya lahir, sudah ada. Sepertinya milik orang besar dari jaman lampau.

Di dalam bangunan itu ada patung perunggu pemilik peristirahatan yang diletakkan di tengah-tengah, membelakangi altar. Kami pun mendekat agar bisa melihat lebih jelas. Dengan dada berdebar-debar, muka dirapatkan ke terali pintu. Karena patung itu menghadap ke pintu tempat kami mengintip; mulut saya jelas saja menganga. “My gosh … Jamieeeee, I know him! I met him yesterday at the Independence Palace.” Untuk meyakinkannya, saya mencari gambar lelaki yang saya potret kemarin siang dan menunjukkan padanya. “Kan? Kaaaan?” Sepertinya suara saya yang bersemangat mulai terdengar melantur, membuat Jamie senyum-senyum. Ia meninggalkan saya sendirian di depan pintu itu, ”Take your time! Saya merokok di depan, ya.”


Di bawah kaki patung itu terdapat tiga prasasti. Agar bisa membaca dengan jelas tulisan di prasasti yang buram dan berdebu itu, saya menggunakan bantuan lensa 35mm hingga samar terbaca nama pemiliknya: J.B. Petrus Truong Vinh-Ky. Tulisan itu semakin meyakinkan kalau saya tidak salah menebak dirinyalah yang saya jumpai kemarin di ruang Faces of Old Sai Gon. Sedang yang di kirinya makam Maria Vuong Thi Tho, istrinya, dan yang di kanan anak sulung mereka, Jean-Baptiste Truong Vinh The.
Truong Chanh Ky lahir pada 6 Desember 1837. Ayahnya kepala kampung Chai Mon, sebuah kampung di Provinsi Ben Tre yang berada di kawasan Mekkong Delta. Sepeninggal ayahnya yang hilang dalam satu misi ke Kamboja, Truong Chanh Ky tumbuh di bawah asuhan para iman Katolik di sebuah seminari di Phnom Penh. Sesuai tradisi Vietnam, saat menginjak usia akil baliq, setiap anak lelaki harus diganti nama kecilnya. Ia pun memilih menggunakan nama baptisnya Jean-Baptiste Petrus Vinh Ky atau lebih akrab disapa Petrus Ky.
Petrus Ky dikenal sebagai penulis, guru, jurnalis, dan ahli bahasa yang fasih dan menguasai 10 bahasa di samping bahasa ibunya. Pendiri dan Editor-in-Chief Gia Dinh Newspaper, juga anggota Saigon Municipal Council. Ia meninggalkan lebih dari 100 karya sastra, sejarah, geografi, leksikografi dan terjemahan. Kamus ensiklopedia Grand Larousse du XIXe siècle menyebutnya sebagai satu dari 18 penulis terkenal dunia abad ke-19.

Mausoleum itu memiliki tiga pintu, masing-masing menghadap ke barat, utara, dan selatan. Dan di setiap fasad pintunya terdapat kutipan ayat Alkitab yang ditulis dalam bahasa Latin. Di pintu depan (selatan) Miseremini mei saltem vos, amici mei – Kasihanilah aku, kasihanilah aku, hai sahabat-sahabatku (Ayub 19:21) – dan di pintu utara yang menghadap ke jalan raya, Omnis qui vivit et credit in me non morietur in aeternum – Evangelium Sancti Johannis – Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepadaKu, ia akan hidup walaupun ia sudah mati (Yohanes 11:25). Lalu di pintu barat Fons vitae ervditio possidentis – Akal budi adalah sumber kehidupan bagi yang mempunyainya (Amsal 16:22).

Mausoleum Petrus Ky
520 Tran Hung Dao Street (bangunan di sudut Tran Binh Trong Street)
Distrik 5, Ho Chi Minh City
Petrus Ky meninggal pada 1 September 1889 dan dimakamkan di pekarangan rumahnya yang berada satu lahan dengan Gereja Cho Quan, gereja katolik tertua yang megah di Sai Gon. Mausoleum Petrus Ky dibangun pada 1935 bersamaan dengan revitalisasi rumahnya dan selesai tepat pada ulang tahunnya yang ke-100 pada 6 Desember 1937. Saya sempat mengintip ke dalam rumah yang berada di samping mausoleum, sayang tak terawat.

Di perjalanan turun ke Phnom Penh esok paginya, saya baru mencari informasi tentang mausoleum Petrus Ky dan terkoneksi dengan Tim Doling, sejarawan yang sudah lama menetap di Ho Chi Minh, yang lalu menjebloskan saya ke grup Revitalisasi Mausoleum Petrus Ky. Grup ini berisi pemerhati sejarah dan keturunan Petrus Ky termasuk dua cucu buyutnya Richard Truong Vinh Tong dan Christine Nguyen, adiknya.
Walau berada di pinggir jalan besar, mausoleum Petrus Ky tak serta merta terlihat dari jalan. Saya melihatnya karena tergoda pada gerbang dan ujung-ujung atapnya yang tampak di sela-sela pohon yang menjulang di depannya. Oh, dan mungkin ditambah kepekaan diawe-awe sama yang tertidur di situ. Tak ada yang terjadi secara kebetulan bukan? Saleum [oli3ve].
Aku baru tau soal Petrus Ky ini, kak. Informatif tapi tetap naratif seperti biasa. Ternyata pakaian pria Vietnam tetap disebut ao dai, ya.
Apakah Petrus Ky ada hubungannya dengan Alm. Raja Norodom Sihanouk?
Samaa .. baru kenalan pas lihat fotonya di pameran 😉 yup, ao dai itu nama umum pakaian tradisional Vietnam.
Petrus Ky dan Norodom tidak ada hubungannya. Nama Norodom dijadikan nama jalan di depan rumah gubernur jenderal Cochinchina pada 1870an. Karenanya di masa itu, rumah tersebut dikenal juga sebagai Norodom Palace.