Satu petang di awal musim semi 1941. Seorang perempuan muda digiring beberapa lelaki berseragam melewati gerbang Maison Centrale. Langkahnya pendek – pendek. Kedua tangannya menggantung di depan, disatukan dengan borgol. Dua orang tentara Prancis mendorong – dorong badannya dari belakang dengan popor senapan agar ia berjalan lebih cepat. Matanya awas pada setiap pasang mata yang menyambut kehadirannya dengan penuh selidik. Tatapannya dingin. Tak sedikitpun menunjukkan gentar.
+ Pham Thi Van!
– Dung
Seorang petugas lain datang mendekat, memberinya dua setel pakaian untuk dikenakan selama dirinya berada di Maison Centrale. Ia juga mendapatkan selembar selimut wol yang tak terlalu tebal untuk menghangatkan tubuhnya dari dingin di malam hari. Ada cap khusus pada pakaian yang diterimanya. Huruf MC – singkatan dari Maison Centrale – tercetak besar pada baju dan celananya; penanda dirinya bukan tahanan biasa.
– Goi to la .. Hoang Ngan, bisiknya lirih nan tegas
+ Dong y
Pham Thi Van, nama pemberian orang tuanya. Namun perempuan itu lebih senang menggunakan nama yang dia pakai selama aktif berorganisasi, Hoang Ngan. Usianya belumlah genap 20 tahun. Ia Pemimpin Pergerakan Perempuan Pembebasan Tonkin, salah satu organisasi di bawah Partai Komunis Indocina. Ia tertangkap saat menghadiri pertemuan Partai Komunis Indocina di Ha Dong. Dirinya tak sempat melarikan diri karena sibuk membantu teman – temannya kabur dari penggerebekan. Atas semua kegiatan yang telah dilakukan untuk partainya, ia dipandang sebagai pemberontak terhadap Prancis yang menguasai Indocina saat itu. Pengadilan memutuskan ganjaran 12 tahun penjara.
Meski ruang geraknya dibatasi tembok penjara, Hoang Ngan tak berhenti melakukan pergerakan bersama tahanan politik lain yang dijumpainya di Maison Centrale. Jiwa mudanya selalu berkobar. Ia berbagi pengetahuan apa saja yang dia ketahui termasuk budaya dan politik kepada tahanan perempuan. Mengajak dan mengajari mereka baca tulis, memperjuangkan pengobatan bagi tahanan perempuan yang sakit, menggerakkan aksi mogok makan dan mengatur distribusi makanan untuk mereka yang berada di sel isolasi. Ia juga menjadi penghubung komunikasi dengan kawan seperjuangan, di dalam dan ke luar penjara.

Pengawas penjara yang mencium geraknya jika tak dibatasi sebagai ancaman, mengisolasi dirinya ke sebuah sel dengan dinding bercat hitam pekat. Sel itu terletak di sisi kanan Maison Centrale. Berderet dengan beberapa sel khusus untuk pesakitan yang menunggu waktu hukuman mati. Kira – kira 10 langkah dari selnya, terdapat barak khusus tahanan perempuan yang ditempati beramai – ramai dengan anak – anak mereka yang masih balita.

Pada 1943, di bulan kedelapan, ia mendapatkan tetangga sel. Seorang pemuda, petinggi partai yang dikenalnya cukup dekat; Hoang Van Thu, Sekertaris Partai Komunis Indocina. Hukuman buat Van Thu lebih singkat. Dia dijatuhi hukuman mati pada awal 1944. Sebelum dieksekusi, Van Thu menulis sebait pesan pada secarik kertas untuk Hoang Ngan:
…
though we are in prison, in face of peril
our strong will is taking wing at liberty
my friends! far and near, strive to fight!
and persevere in your fidelity!
Ada segelintir kabar angin yang berdengung, tokoh revolusi yang juga dikenal sebagai seorang penyair itu; memiliki hubungan istimewa dengan Hoang Ngan. Beberapa literasi menuliskan, mereka sepasang kekasih yang baru saja bertunangan. Bahkan semasa hidupnya, Hoang Ngan mengakuinya sebagai suami. 25 April pk 06.00 .. sebutir peluru mengantarkan Hoang Van Thu ke keabadian. Ia menutup usianya di angka 35.

Maison Centrale dibangun Prancis di Hanoi, pusat administrasi Indocina pada 1896. Material bangunannya pilihan. Didatangkan langsung dari Prancis. Tembok tebal setinggi 4 meter dibangun untuk membentengi tempat yang diberi nama sesuai dengan nama penjara di Loos, Prancis; Maison Centrale. Puncak temboknya dihiasi dengan pecahan kaca yang tajam dan lilitan kawat duri bertegangan tinggi dengan menara pantau di keempat sudutnya.
Di dalamnya, barak dan sel – sel dibuat untuk menampung banyak orang. Juga beberapa bangunan yang berdiri berdekatan seperti rumah tinggal untuk penjaga, klinik, gudang, dan ruang – ruang kerja. Meski konstruksinya baru benar – benar selesai tiga tahun kemudian, Maison Centrale telah digunakan di tahun yang sama ia dibangun untuk menampung para pejuang dan tokoh revolusi Vietnam, penentang pemerintah Prancis.
Para tahanan di barak, tidur beramai – ramai di atas balai – balai yang terbuat dari kayu dengan kaki dipasung pada besi panjang. Daya tampung maksimalnya hanya 500 tahanan. Tapi pernah di 1917, Maison Centrale disesaki hingga 800 tahanan sehingga mereka harus bersesakan tidur di lantai. Untuk membuang hajat, kakus jongkok untuk dipakai beramai – ramai ditempatkan menempel di dinding tengah di antara di balai – balai. Tingginya sejajar dengan balai – balai. Bisa dibayangkan selagi buang hajat, jongkoknya hadap – hadapan dengan teman satu barak.
Bagi mereka yang bandel dan dipandang dapat mengganggu ketenteraman penjara, akan diasingkan ke sel isolasi atau dimasukkan ke ruang tahanan bawah tanah yang lebih sumpek; tergantung tingkat pemberontakannya. Kaki dibelenggu dalam ruang gelap dengan posisi lebih tinggi dari kepala ketika orangnya berbaring, diberi makanan tak enak (bahkan kadang sengaja dibiarkan kelaparan), dan sehari – hari bergaul dengan tikus dan kawan – kawannya. Ketika terbebas dari ruang itu, lebih sering kaki mereka tak bisa diajak berjalan karena sudah mati rasa dan mata mereka pun tak lagi dapat melihat. Tak sedikit pula dari mereka yang membuat rencana pelarian bersama – sama lewat selokan meski siksaan menunggu jika mereka tertangkap (lagi).
Walau dikenal sebagai penjara kelas atas karena isinya orang – orang berpengaruh dan kegiatannya ditakuti oleh Prancis; minimnya sanitasi, ditambah gizi buruk, dan perlakuan yang tak manusiawi membuat banyak tahanan yang jatuh sakit, tak mendapat pengobatan hingga meninggal sebelum masa tahanannya berakhir. Siksaan dan hukuman berat tak tanggung – tanggung dijatuhkan pada mereka yang melanggar aturan main di dalam penjara, membuat tempat ini lebih dikenal sebagai neraka dunia! Karena berdiri di ujung jalan Hoa Lo, warga setempat lebih mengakrabinya sebagai Penjara Hoa Lo.
Untuk mengurangi rasa sakit serta mempercepat proses eksekusi, guillotine dipesan dan didatangkan langsung dari Prancis. Mereka yang mendapat hukuman mati, sebagian besar akhirnya dipenggal dengan guillotine di depan gerbang Hoa Lo.

Ketika Jepang menginvasi Vietnam pada Maret 1945, Hoang Ngan, satu di antara 100an tahanan yang telah mengatur siasat untuk kabur beramai – ramai dari Hoa Lo. Mereka bertekad kembali berjuang untuk kemerdekaan Vietnam Utara waktu itu. Hoang Ngan diangkat menjadi Sekertaris Serikat Perempuan Nasional Hanoi dan bertugas sebagai mentor serta mengorganisir pasukan gerilya untuk persiapan pemberontakan. Hoang Ngan meninggal karena sakit pada 17 Juli 1949 di umur 28 tahun.
Hoa Lo Prison
No. 1, Hoa Lo Street
Hoan Kiem District
Hanoi
Buka setiap hari pk 08:00 – 17:00
HTM: VND 30.000
Audio Guide: VND 50.000 (ditambah jaminan VND 50.000, akan dikembalikan setelah perangkat dikembalikan ke petugas)

Di masa perang Vietnam, Hoa Lo menjadi tempat mendekam lawan politik pemerintah yang berkuasa di masa itu. Dan selama bertahun – tahun, Hoa Lo pun menjadi penginapan transit pilot – pilot Amerika seperti Douglas B. Peterson dan John McCain, yang pesawat tempurnya dijatuhkan oleh tentara Viet Minh. Peterson yang sempat menikmati kehidupan di Hilton Hanoi – sebutan pilot Amerika untuk Hoa Lo – selama 6 tahun (September 1966 – Maret 1973), kembali ke Hoa Lo pada 1999. Dengan perasaan campur aduk dirinya bercerita tentang hari – hari mereka di Hoa Lo, membuat yang mendengar ikut larut.

Tentu, ada pergolakan emosi tersendiri di dalam diri Peterson ketika dirinya menerima tugas negara menjadi Duta Besar Amerika yang pertama untuk Vietnam pada 1997. Dirinya harus kembali ke tempat yang banyak menyimpan kenangan. Peterson bertugas di Vietnam hingga 2001. Rekan pilotnya, John McCain, Senator Amerika Serikat yang maju bersaing dengan Barrack Obama pada pemilihan presiden AS di 2008 lalu pun pernah mengecap sumuknya Hoa Lo pada 1967 – 1973. Pesawatnya ditembak Viet Minh sesaat setelah mengudara. Ia terluka parah saat tubuhnya diangkat dari Danau Truc Bach, Hanoi. Meski berada di penjara sebagai tahanan perang, para pilot AS ini lebih beruntung dibanding tahanan lain karena mereka mendapatkan fasilitas yang lebih baik dari pemerintah Vietnam.

Pada 1993, Vietnam menata beberapa penjara peninggalan Prancis yang ditetapkan sebagai bangunan tinggalan sejarah menjadi museum yang dibuka untuk umum seperti penjara Phu Quoc di salah satu pulau di selatan Vietnam dan Hoa Lo. Penataannya dengan tetap mempertahankan bentuk bangunan awal serta fungsi setiap ruang yang ada. Beberapa ruang ditata menjadi ruang pamer untuk koleksi barang – barang yang dulu dipergunakan selama penjara masih aktif serta dilengkapi sarana modern seperti audio guide & tata cahaya yang diatur dengan baik sehingga pengunjung dapat masuk dan merasakan suasana pada masa itu, saleum saleum [oli3ve].
belum pernah ke hanoi, tapi ini serupa dengan museum yang di ho chi minh
melihat penjara dan foto foto zaman perang dulu di Vietnam bikin miris yang lihat
perjuangan rakyat vietnam melawan penjajah luar biasa sekali
War Remnants Museum? iya, di situ ada miniatur penjara Phu Quoc