Selasa Pagi bersama Adek


Sudah lama rumah di jalan Teuku Umar itu ingin dikunjungi, namun tak pernah benar – benar diniatkan. Walau beberapa pagi pernah melintas bahkan berdiri di luar pagarnya saat mengayuh sepeda, baru pada Selasa pertama di Agustus lalu (benar – benar) tergerak untuk mampir. Tanpa berencana. Tiba – tiba saja keinginan itu datang ketika melihat patung dada A.H. Nasution di Satria Mandala. Kenapa tak sekalian ke Teuku Umar?

museum ah nasution, sasmitaloka nasution, ade irma suryani, peristiwa g30s pki, jenderal nasution

18 September 1948 – Partai Komunis Indonesia (PKI) yang didalangi oleh Musso yang baru saja pulang dari Soviet, memimpin aksi pemberontakan di Madiun. Mereka ingin mendirikan negara Soviet di Indonesia dengan membentuk pemerintahannya sendiri. Untuk mengamankan keadaan, dua hari setelah kejadian yang dikenal dengan Perisitwa Madiun itu; Kolonel Nasution, wakil Tentara Keamanan Rakyat (TKR) masa itu, mengambil kendali memimpin operasi penumpasan PKI Madiun karena Panglima TKR, Sudirman, sedang tak sehat. Operasi berhasil. Musso mati tertembak pada 31 Oktober 1948 ketika berusaha kabur di Balong, Jawa Tengah.

17 tahun setelah peristiwa Madiun, Nasution menjadi target utama untuk dihabisi pada Gerakan 30 September 1965 (G30S) yang dimotori PKI. Nasution anti komunis. Ia terkenal sangat keras dalam berhadapan dengan orang – orang yang memegang paham kiri, termasuk mengamat – amati Soekarno.

Siang itu kami meminta ijin menikmati Teuku Umar 40 sendiri saja, tak perlu ditemani oleh petugas yang berjaga. Oleh mas ganteng yang baik hati – belakangan dari mas Dian, rekannya, saya tahu namanya Suroto, pangkatnya kapten – kami  dipersilakan langsung masuk ke dalam rumah induk. Daun pintu depan yang tadinya hanya dibuka satu, dibukanya lebar – lebar.

museum ah nasution, sasmitaloka nasution, ade irma suryani, peristiwa g30s pki, jenderal nasution

Jika ingin ditemani, panggil saja. Jangan lupa isi buku tamu ya, mbak,” katanya sambil berjalan kembali ke pos jaga. Saya menjawabnya dengan bercanda, menaikkan tangan kanan ke samping kening, serupa orang memberi hormat, “Siaaap, mas!” Belum sadar berhadapan dengan seorang kapten 🙂

Kamar utama yang ditempati Pak Nas dan Ibu ada di sisi kanan. Dipisahkan oleh selasar dengan kamar tidur Yanti, puteri sulungnya yang ada di depannya. Kamar Pak Nas dilengkapi dengan kamar mandi dalam, dan sebuah ruang untuk penyimpanan seragam (Ruang Gamad). Di sebelahnya kamar puteri bungsu mereka, Adik (Ade) Irma Suryani, memiliki dua pintu. Satu pintu terhubung dengan kamar orang tuanya, pintu satunya berhadapan dengan ruang makan.

30 September 1965 – Ade Irma malam itu tidur dengan kedua orang tuanya karena kamarnya ditempati oleh nenek dan tantenya yang datang dari Medan. Kami tengah asik memerhatikan instalasi Pak Nas di atas pagar memandang Ibu Nas menggendong Ade Irma yang berlumuran darah yang ditempatkan di Ruang Gamad ketika tiba – tiba terdengar suara lelaki dari kamar.

museum ah nasution, sasmitaloka nasution, ade irma suryani, peristiwa g30s pki, jenderal nasution

Jelang subuh, Pak Nas dan Ibu tak bisa lagi tidur karena gangguan nyamuk. Di saat bersamaan, terdengar suara gaduh dari ruang depan. Ketika pintu kamar dibuka, Ibu Nas mendapati pasukan Cakrabirawa (pengawal presiden) sudah berada di depan kamar dengan senjata siap tembak. Pintu kamar ditutup kembali dan dikunci. Pasukan yang ada di luar berusaha untuk masuk, mereka menggedor – gedor pintu dan memuntahkan peluru untuk membuka pintu.

Saya sontak balik badan menghadap sumber suara, “Ya Tuhaaan! ampuuun mas, bikin kaget.”  Si mas ganteng hanya tersenyum, lalu melanjutkan bercerita tentang peristiwa malam itu dengan runut.

Ade Irma terbangun mendengar suara ribut – ribut. Ia lalu digendong oleh Ibu Nas. Ibu meminta bapak segera menyelamatkan diri. Ibu Pak Nas dan Mardiah, adiknya, ikut terbangun dan masuk ke kamar Pak Nas. Ibu menyerahkan Ade Irma ke dalam gendongan Mardiah, adik iparnya; memintanya mencari tempat yang aman. Karena panik, Ibu Mardiah malah bergegas membuka pintu kamar, disambut berondongan peluru yang mengenai tubuh Ade Irma. Pintu buru – buru ditutup kembali.

museum ah nasution, sasmitaloka nasution, ade irma suryani, peristiwa g30s pki, jenderal nasution

Ibu Nas meraih Ade Irma ke dalam gendongannya. Membawanya sembari menemani Pak Nas keluar ke samping rumah dan memanjat pagar. Melihat tubuh Ade Irma berlumuran darah, bapak tadinya ragu untuk melompat tapi Ibu Nas meyakinkannya, ”Jangan pikirkan kami, pergilah.”

Kami keluar dari Ruang Gamad melalui pintu yang sama yang dilewati Pak Nas pagi itu; tembus ke jejeran kamar – kamar tidur dan dapur kotor di belakang. Di ujungnya terdapat mushola, lalu disambung lagi dengan kamar – kamar tidur. Sebuah volvo hitam terparkir di carpot di seberang dapur, “Itu satu – satunya mobil bapak, hadiah dari pak Habibie tahun 1993.” B.J.Habibie masa itu masih Menteri Riset dan Teknologi.

Kembali ke dalam rumah induk, kami melewati dapur bersih lalu berhenti di ruang makan yang diisi dengan instalasi Ibu Nas menggendong Ade Irma berhadapan dengan 5 (lima) orang Cakrabirawa. Jarak mereka hanya dibatasi oleh meja makan.

museum ah nasution, sasmitaloka nasution, ade irma suryani, peristiwa g30s pki, jenderal nasution

Ibu Nas hendak menelepon tapi kabel telepon telah diputus oleh pasukan Cakrabirawa. Mereka membentak – bentak menanyakan, “Dimana Nasution?” Ibu juga membalas dengan suara keras, “BAPAK Nasution sudah dua hari di luar kota.” Mereka tak mengenal wajah Pak Nas, karenanya sebelum peluit tanda penggeledahan dihentikan; mereka bergegas membawa Tendean yang mengaku sebagai Nasution.

Mas ganteng mengajak kami ke kamar Ade Irma yang sekarang menjadi ruang pamer benda kesayangan Ade Irma juga beberapa barang – barang peninggalan Pak Nas. Sepasang seragam Korps Wanita Angkatan Darat (KOWAD) milik Serda. Cad. Ade Irma S.N tergantung di dalam lemari kaca, bersisian dengan baju tidur yang dikenakan Ade Irma pada saat tertembak, juga seragam berikut kruk yang dikenakan Pak Nas ketika melepas jenazah para pahlawan revolusi di Markas Besar TNI AD pada 5 Oktober 1965.

Di bagian bawah lemari dua foto diri Ade Irma berderet dengan sepatu, boneka, tas sekolah, dan botol minumnya. Pada dinding di samping lemari, gambar diri Pak Nas dalam ukuran besar tepat di dadanya disisipkan gambar Ade Irma sedang tersenyum. Sampai di sini, gejolak emosi yang sedari ruang tidur Pak Nas masih terkontrol tak lagi bisa dikuasai. Luapan air hangat dari kedua mata yang mulai buram menderas turun ke pipi membaca tulisan pada gambar itu, PAPAAA … APA SALAH ADEK? Senyum itu lekat ke dalam hati.

museum ah nasution, sasmitaloka nasution, ade irma suryani, peristiwa g30s pki, jenderal nasution

Keluar dari kamar Ade Irma, kami berjalan ke depan, ke kamar Yanti. Di dinding luar kamar tidur yang sekarang dijadikan ruang senjata, tergantung foto Pierre Tendean. Kami berhenti di depan gambar itu, berbagi cerita tentangnya. Saya melirik mas ganteng yang berdiri di samping kanan saya, lalu melihat gambar Pierre. Bolak – balik, koq mirip?

+ Eh mas, ada yang pernah ngomong gak, mas itu mirip dengan Pierre?
Ah mbak bisa aja. Beliau ini indo.
+ Coba deh mas diperhatikan baik – baik gambarnya. Masnya dari timur kan? Mirip lho, mas!

Mas ganteng malu – malu. Tak mau berdebat, tak juga menangkis malah mengajak kami melihat senjata yang digunakan untuk menembak Ade Irma. Senjata otomatis, ia menunjuk senjata di dalam lemari. Artinya, memang sudah disiapkan untuk mematikan target. Tak perlu mengokang, langsung dar der dor ke sasaran!

Malamnya, sepulang dari Teuku Umar, ketika hendak tidur; ada anak kecil asik bernyanyi dan bermain – main di kamar. Menyadari kehadirannya, saya ajak ngobrol saja. Adek, sudah malam. Bobo gih, besok main lagi ya. Lha, dia minta diantar ke tempat ayah dan ibunya! Saya janji mengantarkannya Sabtu pagi. Dan selama menunggu hingga hari itu datang, dia mengikut kemana pun saya pergi. Syaratnya, gak boleh nakal ya, Dek!

museum ah nasution, sasmitaloka nasution, ade irma suryani, peristiwa g30s pki, jenderal nasution
Makam A.H. Nasution dan Ibu Johana Nasution

Sabtu pagi – pagi, kami berangkat ke TMP Kalibata. Pk 07.00 saya melapor ke petugas yang berjaga, menanyakan blok tempat Pak Nas & Ibu, mengisi buku tamu, ijin beli kembang, dan diantarkan ke lokasi oleh seorang petugas. Selagi duduk menabur bunga, tak sadar mulut saya melantunkan Gugur Bunga, lagu yang kerap dinyanyikan Ade Irma sembari sesenggukan di depan pusara Ibu Nas. Ini kali pertama saya ke Kalibata. Kalau bukan karena Ade Irma, tak kan pernah mencari – cari alasan untuk bermain ke sini pakai meleleh pula. Aduh!

Satu tugas selesai. Tidur saya jadi lebih nyaman, tak ada yang merengek – rengek.

Di Selasa pagi, kami berjalan – jalan lagi. Sebelum ke Teuku Umar, kami mampir sebentar ke Blok P, ke tempat peristirahatan Ade Irma. Cukup lama tak bermain ke tempat ini. 7 tahun! Masuknya pun pakai drama, berjalan berputar ke parkiran karena melihat gerbang digembok, lalu turun melewati bak sampah pemadam kebakaran.

Pada peristiwa G30S, Nasution selamat! Delapan orang menjadi korban termasuk puteri bungsu Nasution, Ade Irma dan ajudannya Pierre Tendean serta KS Tubun, penjaga rumah Dr J. Leimena, Wakil Perdana Menteri Indonesia yang bertetangga dengan Nasution. Setelah peristiwa G30S, Lettu Pierre Tendean mendapatkan kenaikan pangkat sebagai Kapten (anumerta).

museum ah nasution, sasmitaloka nasution, ade irma suryani, peristiwa g30s pki, jenderal nasution
Pierre Tendean

Saya kembali ke Teuku Umar karena penasaran dengan mas ganteng. Sayangnya sesampai di sana, petugasnya telah berganti. Dalam hati sih bertanya – tanya. Pertama, di rumah Pak Yani, petugasnya masih sama dengan petugas pada minggu sebelumnya. Kenapa di rumah Pak Nas dalam jangka seminggu sudah diganti? Kedua, mas ganteng orangnya sigap dan luwes, ia tak henti mengingatkan untuk tak memotret dari luar pagar banyak jambret. Mainnya di dalam area berpagar saja. Sementara penggantinya lebih cuek. Ketiga, mas Dian yang minggu lalu duduk – duduk menamani berbincang di samping pos jaga juga tak kelihatan. Yang ada penjual kopi keliling yang dimintai tolong untuk jaga sebentar saat petugasnya shalat. Jadi, yang minggu lalu itu siapa? 🙂

Museum Sasmitaloka A.H. Nasution
Jl. Teuku Umar No. 40 Menteng, Jakarta Pusat
Buka: Selasa – Minggu pk 08.00 – 14.00 (Senin dan Hari Libur Nasional TUTUP)
HTM: GRATIS

Sejak pertengahan 2008, rumah pribadi Pak Nas ini; diperuntukkan sepenuhnya sebagai Museum Sasmitaloka A.H. Nasution yang diresmikan pada 3 Desember 2008. Tak ada pengunjung lain hari itu. Dua kali berkunjung di hari yang berbeda, hanya kami berdua hingga museum tutup. Di minggu sebelumnya saat ngobrol dengan mas Dian, dia bilang pengunjung biasanya ramai di akhir pekan, terutama di Minggu pagi. saleum [oli3ve].

3 thoughts on “Selasa Pagi bersama Adek

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s