Kadang – kadang kesalahan tak melulu berakibat fatal. Pasti dan selalu ada hikmah di balik setiap perkara asal kita mau menelaahnya dengan hati tenang dan lapang. Ini terjadi dua minggu lalu ketika saya melakukan kesalahan dalam memesan kamar untuk menginap di Surabaya. Entah karena terlalu banyak membaca referensi penginapan di sana – sini atau bisa jadi karena memori sudah kepenuhan dan hanya menyimpan ulasan terakhir yang dibaca. Niatnya menginap di rumah engkong di Kapasan malah memesan kamar di Hotel Paviljoen! Anehnya setiap ada yang bertanya nanti ‘nginap dimana? Jawaban yang terlontar pasti di rumah engkong!
Saya baru tersadar dari kekeliruan ketika kendaraan yang mengantarkan dari Juanda berhenti di depan gerbang Hotel Paviljoen. Lho, rumah engkong koq jadi begini? Ketika masih di beranda yang terpikir mungkin bagian depan rumah ada perubahan. Namun makin melangkah ke dalam rumah, semakin jelas memang keliru! Tapi yasudahlah .. selagi suasana hati tenteram dan diri sedang ingin bersantai saja, saya memutuskan untuk menginap semalam di Hotel Paviljoen.
Kalaupun ada yang perlu disalahkan, mungkin ulasan seorang pejalan luar yang melekat di memorilah yang harus dikomplen. Kata dia, jika kamu tak sanggup untuk membayar tarf kamar semalam di Hotel Majapahit yang bersejarah itu, pergilah ke Hotel Paviljoen. Hotel tertua kedua di Surabaya yang dibangun pada 1917. Jaraknya hanya sepelemparan batu dari saudara sepupunya itu.

Di sinilah saya sekarang. Mencocokkan data dengan menyerahkan KTP kepada mas – mas yang bertugas menerima tamu siang itu. Selagi menunggu masnya melihat – lihat KTP yang saya sodorkan, mata terantuk pada tulisan yang diselipkan di atas meja. Tulisan yang dicetak dengan huruf besar – besar, dilaminating, dan diselipkan di balik kaca: Maaf. Di tempat kami, Hotel Paviljoen, tidak menerima tamu menginap penduduk dari kota Surabaya. Tentu saja ada tujuan aturan itu sengaja dipajang di meja penerimaan tamu. Tahu kan kenapa?
Saya memilih kamar Superior A dengan fasilitas AC, TV, dan kamar mandi di dalam menggunakan hot shower. Tarif Rp 250.000,-/malam sudah termasuk pajak, sarapan continental style ala Belanda untuk 2 (dua) orang berupa: roti tawar, selai, mentega, telur rebus, dan teh/kopi serta 2 (dua) botol air mineral ukuran 660 ml sebagai komplimen. Kamar lain yang setipe adalah Superior B dan Superior C, yang membedakan luas kamar dan tarifnya saja. Kamar paling murah Standard Rp 170.000,-/malam dengan kipas angin, TV, dan kamar mandi di dalam tanpa air panas. Khusus Superior B dan C boleh diisi 3 (tiga) orang tanpa dikenakan biaya tambahan. Oleh masnya (saya lupa bertanya namanya siapa), saya diberi kunci kamar nomor 11, dan diantarkan oleh mas – mas lainnya ke depan kamar.
Kamar saya menghadap ke taman – semua kamar di hotel ini dibuat mengitari taman kecil di tengah bangunan rumah, kecuali beberapa kamar tambahan berukuran kecil di belakang, menghadap pagar tembok – memiliki teras yang dilengkapi dengan meja dan bangku untuk bersantai. Walau sebenarnya, bila diperhatikan pintu kamar saya sedikit berhadapan dengan pintu kecil untuk menjangkau sumur. Gak pernah kan nginap di hotel yang punya sumur? Kalau di kampung sih punya sumur di belakang rumah 😉 Sumurnya untuk apa? Jadi kalau ‘nginapnya berlama – lama dan ingin mencuci pakaian sendiri, silakan mencuci di sumur. Aturan itu jelas tertulis di dalam kamar mandi, peringatan untuk tidak mencuci di wastafel 😉
Di dalam kamar terdapat ranjang double bed yang seprainya wangi juga selimut dan handuk. Sebuah meja kerja serupa meja belajar semasa sekolah dulu dengan sepasang bangku kayu ditempatkan di depan pintu masuk. Di samping pintu kamar mandi diletakkan lemari pakaian ukuran jumbo dengan cermin menempel di daun pintunya yang lebar. Untuk hiburan, sebuah TV layar datar ukuran 20” menggantung di dinding di depan ranjang. Tetangga kamar di samping kanan bule, dua kamar di samping kiri diisi mas – mas yang dari menguping dengar perbincangan pagi mereka saat sarapan adalah tenaga penjualan perkakas rumah tangga dari Jawa Tengah yang sedang mengadakan pameran di Surabaya.
Suasananya serupa di rumah nenek. Terlebih ketika malam, mas – mas sebelah kamar asik ngobrol di teras lalu semua berubah senyap pada pk 22.00. Pun secara letak, posisi kamar saya hampir serupa dengan kamar yang saya tempati di Majapahit pertengahan tahun lalu. Karena sore itu ada janji keluar makan bersama kawan, setelah beristirahat sebentar di kamar dan mandi; saya bergeser ke ruang tamu menanti jemputan.
Secara bentuk dan fungsi, bangunan hotel masih menyisakan bentuk bangunan lamanya dan juga fungsi awalnya dibangun dahulu sebagai hotel kelas melati. Ruang tamunya serupa ruang tamu rumah – rumah tempo dulu dengan 3 (tiga) set sofa, 1 (satu) set meja makan, serta beberapa lemari kayu untuk pajangan. Ruang resepsionis yang berada di ujung ruang tamu sepertinya tak banyak berubah. Tiga buah pintu ruang kamar yang besar – besar, aksesnya ke ruang tamu ini. Sayangnya, lantai dan dinding ruangan sudah berganti dengan ubin berwarna putih.
Hotel Paviljoen
Jl Genteng Besar No 94 – 98 Surabaya
Telepon +62-31-534-3449
HP (WhatsApp) +62-812-1670-7425
Menginap di sini tak akan membuatmu kelaparan. Hotel Paviljoen berdiri tak jauh dari Pasar Gubeng, di jantung Surabaya sederetan dengan toko – toko buah tangan. Jika sarapan yang disedikan hotel dirasa masih kurang, di samping kanan hotel ada warung kopi yang juga menjual bubur ayam. Bubur ayamnya enak, mereka juga menjual nasi bungkus. Kalau ingin berlelah sedikit, kamu bisa menyusuri jalan – jalan di sekitarnya untuk menemukan kedai – kedai makan yang berada di perkampungan di belakang hotel. Salah satu kedai yang selalu menjadi incaran saya adalah kedai Rujak Cingur dan Sop Buntut Genteng Durasim. Rujak Cingur dan Sop Buntutnya juara!

Di malam hari jika mendadak lapar, di depan hotel ada tenda ikan bakar yang pengunjungnya selalu mengantre untuk makan. Boleh koq pesan makanan dari tenda depan dan minta ijin duduk makan di lobi. Tak hanya kuliner yang dekat dari jangkauan. Beberapa destinasi wisata sejarah Surabaya juga bisa disusuri dengan berjalan kaki dari Hotel Paviljoen, saleum [oli3ve].
kalo ktpku sby gak boleh staycation disini dong mba. Hikz
perlu bukti tanda pengenal tidak tinggal di surabaya kali ya 😉
iya mba, padahal atmosfer hotelnya asik buat ditinggali 🙂
Aku suka model sarapan seperti itu, mbak. Sederhana, tapi nikmat dan porsinya pas. Coba deh telur rebusnya diganti scrumbled egg terus selai buahnya diganti selai cokelat hehe.
Serasa menginap di rumah oma opa ya. Homey banget.
tar pelayannya bilang, duh mas kamu sudah tak siapin telur rebus mintanya ada – ada aja .. selai coklat bisa beli di warung sebelah penginapan koq wkwkw
Hahaha. Monmaap, mas. Tamunya banyak maunya wkwkwk. Atau sini mas saya masak sendiri aja xD
wahh unik dan antik juga hotelnya mbak