Kuliner dengan selera lokal salah satu target yang harus digenapi ketika melakukan perjalanan ke tempat – tempat yang jarang atau baru dikunjungi. Karenanya ketika menyusun rencana perjalanan, pencarian calon target operasi pun dilakukan baik – baik dengan mempertimbangkan lokasi, jarak tempuh dari tempat menginap, serta mempelajari ulasan yang pernah dibuat oleh pejalan lain.

Tahun lalu TUHAN memberi kesempatan berjalan (berkelompok) ke beberapa daerah, mengunjungi beberapa tempat mengisi perut yang menyenangkan dan ingin didatangi lagi bila kembali ke daerah tersebut. Sesuai dengan judul tulisan ini, maka saya hanya akan membahas tempat menikmati sarapan dengan selera lokal saja.
Katupek Pical Tek Apuak
Ada beberapa alasan yang membuat kami (tepatnya saya sebagai pengatur perjalanan haha) mengambil keputusan untuk beristirahat di Grand Rocky, Bukittinggi akhir Agustus lalu sebelum melanjutkan perjalanan esok paginya ke Padang Panjang. Keterlambatan penerbangan Medan – Minangkabau ditambah hujan dan macet sepanjang perjalanan dari bandara Minangkabau – Bukittinggi membuat kami baru berhasil mencapai hotel pada pk 20.00. Musnahlah angan – angan untuk menikmati Bukittinggi di petang hari, pula tak ingin berharap banyak – banyak untuk esok hari selain beristirahat sebelum berpindah kota.
Ternyata, kami tak bisa tidur berlama – lama. Pk 06.00 tetangga kamar mengajak berolah raga. Karena malamnya ada tambahan drama kaca mata jatuh saat mandi dan salah satu lensanya tak bisa dipasang lagi ke rangka; saya mengiyakan dengan syarat sekalian mencari optik. Kami pun sepakat untuk turun ke Pasar Atas mencari sarapan selera lokal! Di Los Lambuang kami berpencar. Yang ingin makan Nasi Kapau memilih duduk di Kedai Uni Lis. Saya yang tadinya sudah membayangkan melahap sepiring Nasi Kapau, lebih tergiur tawaran Katupek Pical yang dinikmati kawan baik di Kedai Tek Apuak.
Katupek Pical adalah pecel khas Bukittinggi. Rebusan daun singkong, kol, taoge, dan jantung pisang yang diiris tipis – tipis disajikan bersama dengan potongan ketupat dan mie kuning di dalam piring. Disiram dengan campuran kuah gulai dan saus kacang lalu ditaburi dengan kerupuk merah muda.
Rasanya? Anjaiiiiiiii … sesuap Katupek Pical yang menyentuh lidah kuahnya meleleh memenuhi rongga mulut. Meninggalkan kenangan rasa yang melekat hingga hari ini. Sedikit tip buat kamu yang terbiasa makan dengan porsi sedikit, pesanlah Katupek Picalmu setengah porsi saja agar tak mubazir.
Katupek Pical Tek Apuak
Los Lambuang, Pasar Atas, Bukittinggi
HP 0821-6901-6131
Untuk 2 (dua) porsi Katupek Pical dan 2 (dua) cangkir kopi hitam pagi itu, saya hanya mengeluarkan biaya kerusakan sebesar Rp 30.000,- (tiga puluh ribu) saja dengan membawa pulang kenangan yang tak terlupakan.
Pecel Pakis Colo
Ternyata kuliner Kudus tak sebatas Soto Kudus saja. Satu pagi di penghujung Juni lalu, kami menyambangi warung kopi di seberang Hotel Graha Mulia Colo untuk menghangatkan perut dan meredakan debaran jantung yang berguncang di boncengan ojek seturun dari Makam Sunan Gunung Muria di Puncak Colo.
Menurut seorang kawan, Pecel Pakis Colo makanan khas dari kaki Gunung Muria yang wajib dicoba oleh penikmat sayuran jika bertandang ke Kudus. Sebagai penyuka sayuran pakis – di Toraja sayur pakir biasanya ditumis bersama bunga daun pepaya dengan irisan daging babi ditambah potongan katokkon, cabe khas Toraja – tentu saja lidah saya berdendang mendengar mbak pemilik warung kopi juga menyediakan pecel pakis. Saya pun memesan seporsi Pecel Pakis Colo dan secangkir kopi hitam.
Pecel Pakis Colo
Warung – warung di kaki Gunung Muria, Colo
Sekilas penyajian Pecel Pakis Colo (sering pula disebut Pecel Pakis Kudus) tak jauh berbeda dengan pecel sayuran pada umumnya. Yang membedakan, di warung ini, sayuran pakis baru dibersihkan, dipotong – potong, dan direbus ketika ada pengunjung yang memesan pecel pakis. Disajikan dengan rebusan taoge dan disiram dengan saus kacang yang baru diulek. Rasanya … seger dan sedikit pedas. Seporsi Pecel Pakis Colo dihargai Rp 8.000, – (delapan ribu rupiah).
Sega Lengko Cirebon
Ketika berbincang kuliner Cirebon yang sering tercetus di pikiran adalah Nasi Jamblang, Empal Gentong, dan Tahu Gejrot. Bagaimana dengan Sega Lengko? Pernah dengar nama itu?
Kedai Nasi Lengko dan Empal Gentong Ibu Nur sengaja kami pilih untuk sarapan seturun dari Kereta Api Argo Muria pagi itu. Letaknya tak jauh dari Stasiun Cirebon, mudah untuk dicapai. Saya tak tergoda saat teman – teman berjalan memilih Empal Gentong. Pilihan saya tetap Sega Lengko. Alasannya, sedang menakar kadar lemak dalam darah. Untuk 3 hari di Kota Udang, saya harus pintar – pintar mengatur lemak yang akan diijinkan melewati saluran cerna.
Sepiring nasi panas ditimbuni rebusan taoge, potongan kecil – kecil tempe dan tahu goreng, cacahan timun mentah, disiram dengan bumbu kacang dan kecap manis, yang atasnya ditaburi bawang goreng dan potongan daun kucai tersaji di depan mata. Aromanya menguar ke udara, mengundang rasa penasaran untuk segera menyantapnya tersaji di depan mata. Jika suka pedas, dua macam sambal yang diletakkan di pinggir piring bisa langsung dicampur dengan nasi sebelum disantap.
Bila diperhatikan bentuknya, Sega Lengko ini serupa dengan nasi pecel tanpa sayuran hijau. Sega Lengko nikmat disantap panas – panas ditemani Rambak (kerupuk kulit sapi/kerbau maunya sih babi sayang tak tersedia di kota ini) dan segelas teh tawar panas. Saya lupa berapa harga seporsi Sego Lengko yang tandas pagi itu. Yang saya ingat pagi itu saya mengeluarkan Rp 250.00,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah) untuk 7 (tujuh) porsi Empal Gentong, 2 (dua) porsi Sego Lengko, dan kawan – kawannya (rambak, gendar, dan teh tawar hangat).
Nasi Lengko & Empal Gentong Ibu Nur
Jalan Cangkring II No. 45, Kejaksan
Cirebon 45123
Telp 0813-3336-8103
Kedai Ibu Nur juga terkenal dengan Nasi Jamblang-nya. Jika ingin mencicipi Nasi Jamblang, boleh koq memesan dari rumah makan di depannya. Hanya saja, kamu mesti berjalan sendiri ke seberang. Meski di bawah satu nama, mas – mas di Nasi Lengko & Empal Gentong Ibu Nur enggan dimintai tolong untuk memesan seporsi Nasi Jamblang di rumah seberang.
Nasi Tutug Oncom Mughni
Ke Tasikmalaya tak lengkap bila tak sarapan Nasi Tutug Oncom atau biasanya disebut Nasi TO saja. Di kota ini ada banyak warung yang menjual nasi TO yang menjadi sasaran pejalan pun warga setempat untuk sarapan. Oncom yang menjadi bahan utama Nasi TO terbuat dari limbah atau ampas makanan seperti ampas tahu/singkong/kelapa, bungkil kacang tanah yang diolah dengan fermentasi jamur kapang. Hmm .. apakah makanan ini layak untuk dikonsumsi? Tanya ini yang mengemuka ketika mengajak kawan berjalan mampir ke Warung TO Mughni, target operasi pada pagi di awal Juli lalu.
Warungnya bersih gak, Lip? Pilihan makanannya apa saja? Makanannya enak gak tante? Duh, gimana kalau mereka kehilangan selera dan meminta mencari tempat lain?
Warung TO Mughni berada di pinggir jalan BKR. Sebuah warung sederhana dengan dinding gedeg yang dibagi 2 (dua) bagian. Bagian pertama yang menjadi pintu masuk berfungsi sebagai tempat melayani pesanan, dapur, dan tempat cuci. Sedang ruang satunya yang memanjang difungsikan tempat makan lesehan. Jangan mencari plang warungnya. Nama warungnya hanya berupa tempelan stiker kecil di lemari kaca tempat memajang makanan yang tak akan terbaca bila mata tak benar – benar mawas.
Kekhawatiran saya terlalu berlebihan. Melihat tempatnya bersih dan proses penyajian nasi panas dicampur oncom di depan mata serta menu tambahan yang masih hangat; satu – satu memesan Nasi TO dengan pelengkap sesuai selera.
Warung Nasi TO Mughni
Jl BKR (Pertigaan Perum Palem), Tasikmalaya
Seporsi Nasi TO seharga Rp 10.000 – Rp 15.000 tergantung menu pelengkapnya: Ikan Goreng Tepung, Udang Goreng Tepung, Jambal Goreng, Ayam Goreng atau Telur. Murah bukan? Btw, oncom makanan bergizi lho. Sepulang dari Tasikmalaya ada yang langsung praktek cara membuat Nasi Tutug Oncom.
Burjo
Saya tergolong manusia yang bisa be(r)tah(an) duduk berlama – lama bila menemukan suasana nyaman di satu tempat. Kebiasaan yang membuat pemilik tempat acap kali tak nyaman untuk meminta bergeser. Khawatir merusak suasana, padahal mah cuek aja 😉
Teras rumah kawan baik di selatan Jakarta adalah tempat yang paling sering dijajah bila tak ada jadwal berjalan jauh. Tempatnya menyenangkan dikelilingi lahan hijau. Pohon, rerumputan, tanaman yang tumbuh di tanah maupun yg digantung dalam pot, dan matahari pagi yang muncul pelan – pelan di depan teras; pemandangan yang menyegarkan mata setiap hari. Tentu saja, ditemani pemilik rumah dan secangkir kopi, kawan berbagi cerita yang paling menyenangkan.
Terkadang bila sedang bersendiri di teras, kerinduan lidah pada semangkuk Bubur Kacang Ijo (Burjo) + Ketan Itam menggoda rasa lapar. Entah karena kebetulan selagi ingin itu datang, menemukan burjo di menu Warkop 1899 di aplikasi pesan makanan daring Go-Food. Jadilah cara paling aman untuk meredakan rasa lapar dan rindu pada burjo bisa diatasi dengan bantuan pemesanan makanan daring. Psst .. ada promo gratis ongkir Go-Food lho di Januari ini. Silakan cek langsung di aplikasinya ya.
Warkop 1899 Kebagusan
Jl. Kebagusan Raya No. 7 (Gang Atas Kebagusan II)
Pasar Minggu, Jakarta Selata
Telp 0819-361-94636
Burjo makanan sehat kaya protein yang mulai tergerus oleh kehadiran makanan instan. Karenanya saat ini mulai susah untuk menemukan warung – warung burjo di sekitar rumah yang menyediakan burjo! Total kerusakan gak sampai Rp 50.000 (lima puluh ribu rupiah) koq. Paling asik dinikmati dengan selembar roti tawar dan secangkir teh tawar panas rasa pepermin. Kamu yang doyan burjo juga?
Sister Curry Mee
Sebagai bonus, saya mau berbagi satu tempat sarapan Curry Mee yang menyenangkan di Penang. Sebuah kedai sederhana yang tetap bersahaja dan bertahan sejak usaha ini dirintis pada 1946 lalu oleh kakak beradik Lim di dekat Pasar Air Itam. Meski telah berusia lanjut, Lim bersaudara tetap setia melayani pelanggan setianya pada pagi hingga siang hari, setiap hari kecuali Selasa dan liburan Tahun Baru Cina. Pada kedua hari itu kedainya TUTUP.
Apa yang membedakan curry mee Lim bersaudara dengan yang biasa kamu jumpai di Penang? Potongan rebusan cumi dengan racikan sambal spesial yang pedasnya bersahabat di lambung serta toping rebusan darah babi yang dipotong dadu. Yup … ini sarapan NON HALAL yang endesss! Sangat tak dianjurkan bagi kamu yang tak bisa menikmati nguik – nguik. Oh ya, Lim bersaudara masih menggunakan tungku arang untuk memasak sehingga aroma dan rasa curry mee-nya sangat berbeda.
Lim Sister Curry Mee
Jl Air Itam, Pasar Air Itam Penang
(Patokannya setelah jembatan ambil jalan kecil ke kanan)
Untuk seporsi Curry Mee spesial ini cukup mengeluarkan RM 5 saja. Bila diitambah ongkos bus Penang Rapid pergi pulang RM 4 masih lebih murah dibanding makan seporsi curry mee udang di sekitar pecinan Georgetown. Jika masih ingin ngopi, tak jauh dari kedai Lim bersaudara, ada kedai kopi tempat biasanya warga sepuh menikmati sarapan sembari bercengkerama.
Ketika berjalan sendiri saya bebas merdeka dan dapat memilih sesuka hati hendak makan apa, dimana? Berbeda ketika berjalan dengan kawan atau berkelompok, mau tak mau wajib memikirkan kesepakatan selera lidah dan perut kawan berjalan. Sehingga pemilihan tempat makan pun tergantung dengan siapa kita berjalan. Sarapan selera lokal adalah menikmati sajian sederhana yang bisa saja membangkitkan banyak kenangan pada perjalanan bersama orang – orang kesayangan, saleum [oli3ve].