Nggak bosan ke Melaka, Lip?
Jalan – jalannya kan di situ – situ saja, panas lagi!
Reaksi beberapa kawan berjalan ketika mendengar rencana melanjutkan perjalanan ke Melaka usai berkegiatan di Kuala Lumpur beberapa waktu lalu. Dua kali sudah ke Melaka, tak ada bosan yang melekati. Pun walau dibombardir dengan tanya dan pengalihan perhatian ke destinasi lain; pilihan tetap pada … Melaka!
Di hari keberangkatan, usai menikmati sarapan, saya berjalan dari Chowkit menumpang MRT dan LRT ke Terminal Bersepadu Selatan (TBS), tempat untuk naik bus ke Melaka Central.
Kemana, Lip?
Sendirian saja?
Gak takut?
Pertanyaan lain yang bermunculan ketika beberapa kawan melihat gambar kegiatan pagi yang sengaja dipajang di dinding akun media sosial. Enggan meladeni tanya berikutnya yang akan timbul sebagai reaksi dari jawaban yang diberikan; saya hanya memberi jawab pada kawan – kawan yang ditengarai tak kepo. Sebelum beranjak ke ruang mimpi di 2 (dua) jam perjalanan Kuala Lumpur – Melaka, saya pun berkabar pada Shamsul Bahrin, PR and Social Media The Settlemen Hotel, perkiraan waktu tiba di Melaka. Shams, kawan baik di Malaysia sudah beberapa kali menawari untuk staycation di The Settlement Hotel, Melaka. Karena waktunya belum berjodoh, perjalanan ke Melaka pun tertunda – tunda terus dan baru mewujud Maret lalu.
Hidup itu pilihan bukan? Karena saya ini termasuk manusia pemilih, tawaran staycation menjadi salah satu alasan untuk berangkat ke Melaka.
Pk 13.30 saya sampai di The Settlement Hotel. Sempat terpikir saat taksi online yang saya tumpangi dari Melaka Central berhenti di depan gerbang, saya diturunkan di depan rumah tinggal seseorang. Kalau saja tak melihat tulisan di dinding pagar, mungkin akan berdebat kusir dengan sopir karena diantar ke alamat yang keliru.

The Settlement Hotel tak terlalu besar, tapi pengaturan kamarnya tetap memerhatikan kenyamanan penghuni kamar karena ruang kosong di dalam kamar masih cukup lega untuk menggeletakkan koper dan berkeliaran. Dari luar ia tampak serupa rumah tinggal pada umumnya. Hotel yang baru saja mendapat penghargaan sebagai The Best 4 (four) Star Hotel 2016/2017 in Malaysia ini hanya menyediakan 49 unit kamar untuk tamu – tamu setianya. Kamar – kamar itu dibagi ke dalam 5 (lima) tipe kamar: Deluxe Room, Junior Suite, Settlement Suite, Junior Villa, dan Luxury Villa. 45 unit kamar berada di bangunan utama a.k.a residence dan 4 unit kamar di private villa. Sambil menanti serah terima kunci kamar, kami menikmati segarnya jus jeruk sembari ngobrol di ruang makan.
Jadi … saya ke Melaka demi staycation! Ha .. ha .. ha ..

Saya mendapatkan Deluxe Room di lantai 2 (dua) dengan pemandangan kota yang tak lepas dari suasana hunian warga di sekitar hotel. Fasilitas yang tersedia di dalam kamarnya yang nyaman cukup lengkap. Kamar mandinya bersih, perkakas untuk mandi pun komplit dan .. ada bathtub untuk berendam agar badan seger di siang yang terik. Jika ingin lebih segar bisa saja turun ke kolam renang di pekarangan belakangan hotel. Jadilah begitu masuk kamar, enggan untuk beranjak keluar.
Kenapa Melaka, Lip?
Melaka menyimpan banyak kisah dari masa lampau yang selalu menarik untuk didengar ketika dituturkan di tempat – tempat kejadiannya di masa sekarang. Kisah – kisah yang salit bertautan yang menggelitik rasa penasaran untuk mencari tahu kenangan – kenangan yang tersimpan pada tinggalan masa di kota sejarah itu.
Di petang hari setelah sedikit beristirahat, saya berjalan – jalan ke Mini Lisbon; perkampungan nelayan yang dihuni oleh warga keturunan Portugis. Bangsa Portugis pertama kali menjejak di Melaka pada 1509. Awalnya mereka datang sebagai pedagang, namun lambat laun mulai menunjukkan pengaruhnya untuk menguasai Melaka. Pada 1511, Alfonso de Albuquerque memimpin pasukan Portugis menjejakkan kakinya di Melaka. Sejak itu hinga 130 tahun kemudian; Portugis menguasai Melaka.

Mini Lisbon, Kampung Portugis di pesisir Selat Melaka, dibuka pada 1930-an oleh dua orang pastor yang namanya diabadikan pada monumen lonceng di pinggir Portuguese Square; Rev. Fr. Alvaro Martins Coroado dan Rev. Fr. Jules Pierre Fracois. Tepat di depan monumen berdiri replika Patung Kristus Sang Penebus merentangkan tangan menyambut pengunjung yang datang ke Portuguese Square. Di malam hari, Portuguese Square ramai dikunjungi oleh penikmat kuliner. Menurut beberapa kawan, seafood di tempat ini salah satu yang terbaik di Melaka. Kampung Portugis berada tepat di belakang The Settlement Hotel. Mengunjunginya bisa dengan berjalan kaki atau mengayuh sepeda yang tersedia di hotel.
The Settlement Hotel
Jalan Ujong Pasir No. 63
World UNESCO Heritage City Melaka
75050 Malacca
Malaysia
Telp +60 6 292 1133
Fax +60 6 292 4700
Email: reservation@thesettlementhotel.com
Untuk mengunjungi tempat – tempat wisata yang sedikit lebih jauh dari hotel, The Settlement Hotel juga menyediakan shuttle bus gratis dengan titik pengantaran ke Dutch Square di tengah kota. Mengenai jadwal busnya bisa dicek langsung di hotel. Jika tamu tak ramai, biasanya bisa koq meminta untuk diantarkan ke titik lain yang tentu saja masih ada di Melaka. Seperti di hari pertama, karena jadwal bus sedikit lowong, saya diantarkan sampai ke Kampung Morten.
Dua malam yang menyenangkan di The Settlement Melaka ternyata belum juga menuntaskan keinginan untuk menikmati Melaka secara total. Jadi, saya tetap akan kembali ke Melaka lagi, lagi, dan menjadikan The Settlement Hotel pilihan untuk tinggal, saleum [oli3ve].
ini di melaka sebelah mana ya/? boleh jadi referensi kalau mau piknik manja ke sana
Ujong Pasir dekat pantai kak D