Menyesap secangkir kopi sembari duduk berbincang – dan berkhayal – di alang (=lumbung) adalah ritual pagi orang Toraja. Kadang sebagai teman ‘ngopi dihadirkan sepiring singkong atau pisang rebus/goreng atau deppa te’tekan. Tak ketinggalan satu dua batang rokok habis disulut hingga kopi tandas. Deppa te’tekan – sering pula disebut deppa tori’ – adalah kue tradisional Enrekang, kabupaten tetangga dekat Toraja. Saya tak tahu pasti kapan tori’ mulai bertandang ke Toraja. Namun sebagai tetangga sebelah rumah, tori’ sudah lama bergaul dengan keseharian orang Toraja, hadir di upacara adat, dan pertemuan – pertemuan yang digelar di Toraja.
Tentang kopi, para arkeolog, pecinta sejarah dan budaya memperkirakan kopi datang ke Toraja sejak awal abad 17 bersamaan dengan kedatangan saudagar – saudagar Arab berdagang ke Sulawesi. Dalam bukunya Tana Toraja: A Social History of An Indonesian People, Bigalke menulis saudagar Arab lebih dahulu mengenalkan qahwah (= kopi) di Bugis yang kemudian mengakrabinya dengan sebutan kawa. Karena perbendaharaan abjad Toraja tak mengenal q dan w, tergelincirlah qahwah menjadi kaa. Jadi bila bertamu ke rumah – rumah orang Toraja dan ditawari hendak minum apa? Sebut saja kaa, bila kamu ingin menyesap kopinya.
Selain kopi, untuk urusan makanan lidah orang Toraja sedari balita mengakrabi daging babi – dan sesekali daging kerbau – terlebih pada musim upacara adat. Pada saat itu, menu yang hadir di meja makan pun tak jauh – jauh dari dua jenis daging itu. Kehadiran suku bangsa lain termasuk pengaruh kolonialisme, membentuk akulturasi budaya yang melahirkan kebiasaan – kebiasaan baru di dalam keseharian orang Toraja termasuk urusan makan pagi. Kebiasan duduk menyesap secangkir kaa di lumbung atau teras rumah perlahan bergeser ke bangku – bangku yang tersedia di kedai – kedai kopi yang bermunculan di kota. Kudapan tradisional pun bersaing dengan makanan kreasi cepat saji. Ya .. termasuk kopi yang bijinya sebagian besar hasil bumi Enrekang.
Jika kamu berencana atau sedang berjalan – jalan di Toraja dan mendadak kelaparan, 5 (lima) tempat ini bisa kamu datangi untuk memuaskan lidah pada jam makan pagi dan makan antara pagi dan siang a.ka. brunch.
Bubur Ayam Rujab ST25
Saat mudik natal lalu, saya melihat sebuah mobil diparkir di depan rumah dengan sebuah banner kecil menggantung di belakangnya. Di dekatnya, dua meja dan bangku plastik serta beberapa orang tampak menikmati sarapan; Bubur Ayam Rujab ST25.
Kenapa bukan ST12?
Kesenangan pada hal berbau sejarah sering berpengaruh pada pilihan kuliner ketika berada di satu tempat. Karenanya, untuk makan pun bila perlu mencari tempat menggali jejak tinggalan sejarah yang pernah ada. Saya berbincang dengan Sinta Karangan, perempuan yang berjualan bubur ayam sejak membebaskan dirinya dari kejaran tenggat waktu menyelesaikan laporan pekerjaan dan jadwal kerja kantor. Latar belakang pekerjaan kami yang sama – sama pernah berada di dunia retail membuat obrolan pagi itu mengalir tanpa hambatan.
Menurut penuturan Sinta, Bubur Ayam Rujab ST25 pertama kali hadir di Makassar, di depan sebuah rumah di Jl Sungai Tangka. Angka 25 itu nomor rumahnya. Saya memesan 3 (tiga) mangkuk bubur ayam untuk dimakan di tempat semangkuk dan yang lain untuk sarapan orang di rumah. Bubur yang telah dimasak dengan kaldu ayam disajikan di mangkok disertai sepotong telur ayam rebus, suwiran daging ayam, cakue, kerupuk buatan sendiri, sedikit taburan merica, daun bawang, dan bawang goreng. Kebetulan sekali, sajian buburnya yang polos – tak berkuah kuning seperti kebanyakan bubur ayam di Jakarta – sesuai dengan selera dari jaman balita. Dimakan langsung tanpa perlu menambah kecap atau sambal, sudah membuat lidah dangdutan. Bagi penggemar rasa pedas, di meja tersedia sambal botol untuk dituang sendiri ke mangkok.
Bubur Ayam Rujab ST25
Sudut Lapangan Bakti
Jl Mangadil B, Rantepao, Toraja Utara
Buka pk 07.30 – 10.00 (sehabisnya bubur)
IG: @buburayamrujabst
Sehari setelah sarapan pertama dengan Bubur Ayam Rujab ST25, saya tak sengaja mampir ke tempat peristirahatan Brigjend Frans Karangan – nama yang tak asing dalam perjalanan sejarah perjuangan kemerdekaan di Sulawesi khususnya Toraja – di Taman Makam Pahlawan Buntu Lepong, Toraja. Penasaran? Tanya Opa Gugel aja siapa beliau 😉
Bubur Ayam Kaana
Kaana diakrabi karena kopinya. Namun selain kopi, jika pagi hari kamu ke Kaana, kamu bisa pesan roti bakar atau bubur ayam untuk sarapan. Bubur Ayam Kaana, saya menyebutnya begitu, adalah bubur ayam yang sedikit padat dibanding bubur ayam kebanyakan. Rasanya menyenangkan dan disajikan dengan pelengkap kerupuk. Sarapan di Kaana menjadi sempurna dengan secangkir Kaa.
Kaana Toraya Coffee
Jl Pongtiku No 8, Karassik
Rantepao, Sulawesi Selatan
Telp 0813 – 5534 – 0175
IG: @kaanatorayacoffee
Satu hal yang wajib kamu ingat baik – baik: sebelum ke Kaana, pastikan kamu sudah menanyakan ke Tante Evy kalau di pagi kamu ingin makan Bubur Ayam Kaana; Tante Evy ada di tempat dan siap memasakkannya untukmu. Yaaa … keistimewaan bubur ayam ini adalah kehadirannya bergantung pada suasana hati kokinya haha.
Mie Ayam Malada
Malada artinya pedas. Mie Ayam Malada bisa kamu jumpai di Warung Malada. Malada, memberikan tantangan kepada pengunjungnya untuk menikmati sajian mie ayam dengan rasa pedas dari level nol sampai level TAMAT. Harga seporsi mie ayam berbeda sesuai levelnya. Semakin tinggi levelnya, semakin pedas mienya, harganya pun meningkat mengikuti harga katokkon – cabe yang digunakan – di pasaran.
Selain mie ayam, Malada juga menyediakan Kapurung yang juga sudah diakrabi lidah Toraja semasa Toraja masih di bawah kekuasaan Kerajaan Luwu. Kapurung adalah makanan khas daerah Luwu. Terbuat dari tepung sagu yang dibuat bulat – bulat serupa ongol – ongol, dicampur dengan kuah daging dan/atau ikan, aneka sayuran hijau, jagung, dan dimakan dengan sambel terasi. Hampir serupa dengan Papeda dari Maluku, yang membedakan papeda dimakan dengan kuah ikan saja.
Warung Malada
Jl Ahmad Yani, Rantepao 91833
Toraja Utara, Sulawesi Selatan
Telp 0853 – 1106 -6901
Karena tak suka pedas, saya memesan Mie Ayam Level 1 dan Jus Tamarillo. Segarnya katokkon langsung terhirup begitu mie dihidangkan di atas meja. Sayangnya, kuah yang menyertainya kurang panas padahal saya datang saat kedainya baru akan membuka pintu. Satu lagi, Jus Tamarillo-nya menyenangkan. Akan lebih menyenangkan lagi bila disajikan di dalam gelas jus bukan cup plastik take away.
Warung Malada sebaiknya dikunjungi saat waktu brunch mendekat, karena mereka baru mulai membuka kedainya pada pk 10.00 pagi.

Kapurung Aroma Takodo
Jika ingin mencicipi kapurung yang enak, datanglah pagi – pagi saat Aroma Takodo baru saja membuka kedainya. Sekitar pk 09.00 lewat. Mencarinya tak susah, ia berada tepat di depan SD Kristen Rantepao 5 atau bila bertanya, sebut saja eSDe Lima pasti tak akan tersasar. Jangan datang menjelang siang terlebih saat jam makan siang! Pada jam – jam tersebut, tante yang berjualan tak akan menggubris kedatanganmu karena sudah sangat sibuk menyendok Kapurung ke dalam mangkuk – mangkuk pemesan yang sudah datang terlebih dahulu.
Aroma Takodo
Jl Sam Ratulangi No. 2 Rantepao 91831
Toraja Utara, Sulawesi Selatan
Dari pengamatan sesaat, selain kapurung, pengunjung Aroma Takodo banyak juga yang memesan Bubur Kacang Hijau dan bubur khas Makassar; Bassang. Bassang terbuat dari jagung pulut, enak dinikmati panas – panas di pagi atau sore hari. Di Armoma Takodo, kamu harus sabar menanti karena pelayanannya sedikit lamban. Tapi bila kapurungmu sudah datang, saya yakin, kamu akan melupakan rasa kesal karena kelamaan menunggu.
Yang menyenangkan di Aroma Takodo adalah kamu bebas menuang sambal untuk campuran kapurung sesuai takaran pedas yang disukai lidahmu.
Warung Pong Buri
Belum sah ke Toraja bila belum mencicipi masakan khas Toraja. Untuk dapat merasakan kenikmatan masakan Toraja, makanlah serupa orang Toraja. Meski sudah banyak rumah – rumah makan yang menawarkan masakan Toraja, tetap saja berbeda jika duduk dan memesan makanan di kedai sederhana di Rantepao; Warung Pong Buri.
Pantollo’ Duku Bai, Pantollo Lendong, Bale Disambala, Pantollo’ Manuk dan kawan – kawannya ditempatkan di panci besar – besar di atas meja di samping pintu masuk warung. Pantollo adalah masakan khas Toraja yang berkuah. Jadi kalau mendengar kata pantollo’ , ingatlah bahwa makanan yang disajikan akan berkuah. Banyak tidaknya kuah di masakan itu tergantung yang memasaknya.
Pantollo’ Duku Bai adalah masakan serupa rawon dengan bahan utama daging babi yang dimasak dengan kluwek, diberi bumbu, dan katokkon sebagai penyegar. Pantollo’ Lendong dan Pantollo’ Manuk sama dengan Pantollo’ Duku Bai hanya saja bahan utamanya adalah lendong ( = belut) dan manuk (= ayam). Sedang Bale Disambala adalah ikan mas goreng yang dibalado. Kamu harus mencoba ikan ini karena ikan masnya berbeda dengan ikan mas pada umumnya. Rasa dagingnya pun berbeda, apalagi setelah digoreng kering dan dibalado. Nasi dua bakul bisa habis dalam sekejap!
Menu lain yang tak boleh dilewatkan adalah Pa’piong Duku Bai. Potongan daging babi, dicampur daun mayana, diberi bumbu, lalu dibungkus dengan daun pisang, dan dimasak di dalam bambu. Sebagai pelengkap, pesanlah secangkir tuak agar makannya semakin nikmat.
Warung Pong Buri
Jl Emmy Sailan No. 1, Rantepao
Tana Toraja, Sulawesi Selatan
Pong Buri tak mengenal sistem pengantaran, jadi kalau ingin mencicipi makanannya, kamu harus datang langsung ke warungnya. Datanglah ke Pong Buri kala jam sarapan sudah lewat tapi belum waktunya makan siang. Yess … brunch time! Tak banyak meja yang tersedia di sini. Hanya lima meja makan yang bila duduknya sedikit berdesakan, 1 meja bisa dipakai berbagi untuk 6 orang berbadan sedang. Jika pengunjung ramai (dan selalu ramai), jangan sungkan untuk berbagi meja dengan pengunjung lain.
Tips berkunjung ke Pong Buri: bagi non muslim dan penikmat makanan non halal, meski masakan utama yang tersaji di Warung Pong Buri mengandung babi; mereka juga menyediakan beberapa jenis masakan ayam dan ikan. Bila kamu ragu, jangan coba – coba untuk mampir. Karena sekali melangkah ke dalam warungnya, kamu akan ketagihan untuk datang dan datang lagi.
Setelah makan, biasanya lidah merindukan kaa. Kedai – kedai kopi dengan ruang yang menyenangkan berdiri tak jauh dari tempat – tempat makan di atas. Usai menyantap hidangan di Warung Pong Buri, kamu bisa mampir ke Jak Koffie atau Letter eL. Sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui kan? Bila ingin membeli kopi dan lada katokkon untuk oleh – oleh, tinggal selonjoran ke pasar, saleum [oli3ve].
Bahan bacaan:
Tana Toraja: A Social History of An Indonesian People, Terance William Bigalke, (2005).
hmm … ma’tik elo’ ku umpenunu te apa … mengkilala omoki’ langngan kampung tercinta … den duka pa tu masakan khas yg sering dicari ketika berada di kampung yakni warung Tarki/Pa’ tong …
Kl denger kata toraja tu gmna gt, ngebet banget pengin liat pesona toraja.. Btw, mie ayamnya kok menggoda ya, sampai berapa level pedasnya kak?