Kusuma telah memilih tuk memenuhi janji yang telah terucap. Baginya, kata dan laku hendaklah selaras. Kepada Bopo – Biyungnya, Kusuma meminta ijin memantapkan hati menghadap Sang Hyang Widhi Wasa. Joko Seger dan Roro Anteng tak kuasa menahan langkah Kusuma. Meski janji itu terucap dari bibir mereka, mereka memasrahkan pada Sang Hyang Widhi Wasa; semoga pengorbanan Kusuma memberi kedamaian pada masyarakat Tengger juga keluarga mereka.
Dalam perjalanan menuju Kawah Bromo, ingatan mereka kembali ke masa itu …
Masa ketika mereka memutuskan untuk berdiam diri, mendekat, dan memanjatkan harapan pada Sang Hyang Widhi setelah lama menikah dan tak jua dikaruniai anak. Jika permohonan mereka dikabulkan dan 25 anak lahir dalam rumah mereka; salah satu dari anak itu akan dipersembahkan pada sang Dewa, di kawah Bromo.
Kerinduan Joko Seger dan Roro Anteng untuk memiliki anak terwujud. Satu satu anak lahir. Mereka pun terbuai membesarkan 25 orang anak yang meramaikan rumah hingga lupa pada janji yang pernah diucapkan. Alam bergolak, lewat mimpi, Joko Seger diingatkan pada janjinya dahulu.

Bromo memuntahkan debu asapnya saat matahari mulai menjauh ke barat tempat datangnya sekelompok manusia yang berjalan dalam barisan yang ditudungi kain putih panjang. Mereka terus saja berjalan memenuhi lautan pasir. Dari tempat mereka semula datang, menyusul seorang bocah lelaki yang melangkah mendekati kawah Bromo. Lamat – lamat terdengar Kidung Tengger mendesir bersama angin senja mengiring langkah bocah itu, Kusuma. Seorang anak harus diberikan, meski hati terasa berat tuk melepas kekasih jiwa, Joko Seger dan Roro Anteng mengantarkan Kusuma, putera bungsu mereka ke kawah Bromo.
Itulah inti cerita yang disampaikan lewat pementasan Sendratari Kolosal Kidung Tengger di Eksotika Bromo 2017 yang digelar di Lautan Pasir, Bromo, Sabtu (08/07/2017) lalu. Eksotika Bromo digarap oleh Satu Tujuan Kreatif bekerja sama dengan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru dan Pemerintah Kabupaten Probolinggo. Panggungnya hamparan butiran pasir di depan kaki Bromo, tak jauh dari Pura Luhur Poten. Menurut Mas Heri Lentho, Sutradara Sendratari Kidung Tengger, ini kali pertama sebuah perhelatan besar dan disakralkan, dihelat di tempat tak biasa itu selama dua sore berturut – turut, dua hari sebelum Kasada; melibatkan masyarakat Tengger yang turut serta mengambil peran dalam pementasan.
Kami datang di hari kedua. Ketika hawa dingin Bromo senang menusuk – nusuk sumsum, saat pintu – pintu penginapan terkuak sedikit – sedikit, dan penghuninya satu – satu keluar ke jalan raya dengan tubuh dibalut jaket tebal melangkah pelan – pelan mencari jeep yang akan mengantarkan mereka ke Pananjakan untuk menyapa matahari pagi; kaki menjejak di pelataran parkir Lava View. Tak betah berlama – lama di dalam kamar, melihat matahari melata dari peraduan; kami pun bergegas mencari sarapan dan menikmati iring – iringan jeep melintasi lautan pasir Bromo dari teras penginapan. Di sore hari, kami berkumpul dengan pengunjung lain yang sudah memenuhi Lautan Pasir, larut dalam pementasan sendratari Kidung Tengger.
Kusuma,
setiap terjal langkah kaki mendaki
di Gunung Bromo ini
aku menemukan tinggi rendahnya hidup
Di puncakmu, kutemukan pelangi
dan kepada mega-mega
kutitip salam lewat sang bayu untukmu
Semerbak harum di puncak harapan ini
kau muksa memendarkan prosa kasih sayang
Berbisik di pasir dan di pucuk cemara
Selimut kabutmu menentramkan jiwa
Mentari pagimu, menyemangati cangkul ladang ilalang
Dari musim ke musim, hingga purnama memudar
Kau ikat persaudaraan untuk berjumpa
Jika daya hidup mulai layu
nafas mulai tersengal, bumi kering dan kurus
Sapamu mengelegar
tanda berkahmu menyapa
Agar hutan menemukan kehijauannya
Agar mahkluk tumbuh bahagia
Merayakan suka cita alam raya
Kini kau telah muksa bersatu bersama sang dewa
Di kicau burung, kuadukan pada rembulan
Di hati kecilku, kuadukan pada bintang.
agar manteraku ini bahagia untukmu
Kusuma
Tengger, 13 Mei 2017
[Puisi Kidung Tengger, Heri Lentho]
Tak hanya Sendratari Kidung Tengger yang dihadirkan, ada beberapa kelompok kesenian dari daerah lain yang menjadi pengisi panggung seperti Perkusi Ul Daul Madura, Jaran Slining Lumajang, Tari Pepe Bainea Gowa, Reog dari Ponorogo dan lain – lain. Eksotika Bromo 2017 juga dirangkai dengan peringatan 200 tahun Sejarah Jawa (History of Java)-nya Thomas Stamford Raffles.
Pada pagi kedua sebelum turun ke Malang, kami menyempatkan diri mendekat ke puncak Bromo. Ke sana warga Tengger beramai – ramai mengantarkan hasil bumi untuk dipersembahkan sesuai permintaan Kusuma sebelum dirinya muksa di Kawah Bromo, saleum [oli3ve].
eh itu artisnya kayaknya saya kenal deh kak..