Pulau Carey, Kampung Mistis Mah Meri


Sewaktu diajak ke Pulau Carey, saya pikir akan menyeberang dengan perahu atau kapal motor cepat dari Damansara, tempat saya menginap selama di Selangor, Malaysia, ke sebuah pulau yang bernama Carey. Jadi, saya pun bertanya, dari mana dan berapa lama waktu tempuh yang diperlukan untuk menyeberang?

+ We don’t go for an island hoping Lip, Pulau Carey can be reach by bus.
– Owuoooo

Penjelasan dari beberapa kawan pejalan yang menemani berjalan hari itu pun melahirkan “o” bulat berkepanjangan di bibir serupa orang oon.

rentak selangor, moyang pongkol, suku mah meri, mah meri tribe, pulau carey
Moyang Pongkol

Pulau Carey diberi nama mengikuti nama Edward Valentine Carey, pengusaha perkebunan yang berhasil mengembangkan komoditi kopi dan karet di Malaysia hingga dihadiahi sebuah pulau oleh pemerintah yang berkuasa di Malaysia pada abad 19 untuk dikelola. Pulau yang berada di wilayah Kuala Langat itu, letaknya di sebelah utara Kota Banting, di sisi selatan Port Klang, dan dipisahkan oleh Sungai Langat dengan daratan Selangor.

Sejam perjalanan yang diisi dengan tidur pulas di dalam bus melahirkan ke-oonan kedua sesampai di tujuan, Kampung Sungai Bumbun yang warganya masih percaya mistis. Entah ini termasuk syarat untuk bertandang, saya tak mau terhanyut menerima sambutan selamat datang yang tak biasa. Saat bus berhenti, tanpa pikir panjang saya sigap berdiri dari bangku dan .. praaaank! Otak masih setengah tidur, belum bisa mengingat dan berpikir dengan jernih, hanya mengarahkan mata memandangi sebuah kamera yang tergeletak di lantai bus. Lensanya lepas dari cangkangnya, menggelinding ke kolong bangku seberang. Tak sadar, kamera yang jatuh itu bukan milik tetangga. Penghalang pertama untuk mengikuti ritual telah dipatahkan, ketergantungan pada seperangkat kamera dslr yang lensanya PATAH!! #nyessss

rentak selangor, moyang pongkol, suku mah meri, mah meri tribe, pulau carey
Tarian Selamat Datang

Turun dari bus, saya mengayun langkah pendek – pendek mendekati sebuah pekarangan rumah orang asli Mah Meri untuk menerima Bunga Moyang. Mahkota yang terbuat dari anyaman daun pandan itu disematkan di kepala. Tok Batin, Ketua Kampung Sungai Bumbun lalu mengajak kami mendekat ke depan semacam para – para kecil yang berdiri di atas rumput, di depan rumah. Dinyalakannya empat batang lilin yang didirikan pada keempat sudut panga, tempat sesembahan di depan kami yang dihiasi dengan janur sebelum dirinya merapalkan sebait doa dalam bahasa Mah Meri yang terdengar sangat asing di kuping. Belakangan, dirinya menjelaskan doanya adalah permohonan keselamatan kepada tetamu yang boleh sampai dengan selamat di kampung mereka.

Dalam keseharian, orang – orang Mah Meri bercakap dengan bahasa asli Mah Meri. Namun, bila berhadapan dengan pendatang, orang di luar Mah Meri, mereka dengan senang hati akan berbincang menggunakan bahasa Melayu. Mah Meri adalah suku terbesar dan tertua dari 18 (delapan belas) suku asli di Malaysia. Mereka, keturunan sea gipsy people dari bangsa Austronesia yang dahulu senang bertualang di lautan sebelum akhirnya memilih menetap di Pulau Carey.

rentak selangor, moyang pongkol, suku mah meri, mah meri tribe, pulau carey
met The Mah Meri usai mentas  😉

Usai berdoa, kami pun duduk di bangku – bangku yang tersedia di serambi rumah. Sambutan kedua, sebuah persembahan tari spiritual untuk memanggil moyang digelar; Tari Topeng Mah Meri. Sebuah gunungan yang terbuat dari pilinan daun nipah dan kelapa ditempatkan di tengah – tengah, mereka menyebutnya pusut. Biola mulai digesek, suaranya bersahutan dengan tabuhan gendang (tambo), ketukan buluh, dan dengungan gong yang dipukul; dimainkan tiga lelaki dan dua orang perempuan yang duduk di lantai. Salah satu dari perempuan itu mulai pula melantunkan bait – bait lagu dengan menyebut – nyebut Tok Naning. Dari belakangnya, empat orang perempuan berbaju kulit kayu dengan hiasan anyaman daun nipah yang menggantung dari rambut hingga pinggang dan kembang yang menggantung di jari tengah sebelah kiri; melangkah satu – satu membentuk lingkaran, bergerak mengikuti irama.

Mendengar namanya dipanggil – panggil, Tok Naning, moyang Mah Meri yang baik hati dan selalu berbagi berkat pun keluar. Tak lama, dari belakangnya, menyusul Moyang Pongkol, moyang yang kerap bermain petak umpet, menggelisahkan orang Mah Meri hingga menyesatkan warga di tengah hutan dengan menyamar seperti anak – anak atau orang tua yang baik. Karena dorongan yang kuat untuk bergerak, pada tarian ketiga, saya pun ikut berbaris mengisi lingkaran dan menari bersama mereka, serta diijinkan pula untuk memainkan alat musik, mengetuk – ngetuk buluh; mengiringi para penari.

rentak selangor, moyang pongkol, suku mah meri, mah meri tribe, pulau carey
Makmur Dimila of Safariku.com yang penasaran dengan Tok Naning dan Moyang Pongkol

Suku Mah Meri masih memelihara dan menjalankan tradisi ritual nenek moyang. Mereka percaya roh nenek moyanglah yang memelihara, melindungi, dan memberkati kehidupan mereka. Sehingga, pada masa – masa tertentu, mereka datang ke Rumah Moyang, sebuah pondok yang didirikan di tepi kampung, di tengah – tengah kebun sawit, yang dihuni aneka patung nenek moyang untuk berdoa dan mengadakan upacara pemujaan. Dua meter di samping kanan Rumah Moyang, berdiri pondok pertemuan yang cukup lega, tanpa dinding dengan meja dan bangku yang terbuat dari kayu dan bambu di dalamnya.

Menurut Eddin Kho, Direktur PUSAKA yang sedang mengkaji lebih dalam kehidupan dan kebudayaan Mah Meri; meski masih percaya ajaran moyang, tak berarti orang Mah Meri tak mengenal teknologi dan pendidikan. Mereka tak menolak untuk berkembang. Di kampung mereka ada sekolah yang didirikan oleh pemerintah, warganya pun ada yang sudah menjadi muslim atau kristen. Walau kemajuan jaman menyentuh keseharian mereka, budaya dan kearifan lokal yang diwariskan dari nenek moyang tetaplah harus dilestarikan.

Memahat dan mengukir adalah kerajinan tangan yang tak bisa dipisahkan dari Mah Meri. Pulau Carey melahirkan pemahat – pemahat kreatif, penghasil karya seni yang indah. Karenanya, sepulang dari Rumah Moyang, saya pun mampir ke bengkel Samri dan Pak Gali untuk melihat dan mendengar proses pembuatan topeng atau patung Mah Meri yang terkenal. Kata mereka, orang Mah Meri membuat patung dan topeng dibimbing roh nenek moyang. Ada cerita – cerita mistis yang menyertai sejak awal hingga selesainya pekerjaan mereka. Bahkan menurut Samri, ketika topeng yang diperuntukkan bagi pengobatan usai digunakan, sering sekali dibuang karena dipercaya sudah menarik roh jahat. Tak baik untuk disimpan.

rentak selangor, moyang pongkol, suku mah meri, mah meri tribe, pulau carey
Samri, pemahat dari Mah Meri

Dari Nazmi Razali, Penolong Pengarah, Selangor State Economic Planning Unit (UPEN Selangor), saya mendapat tambahan informasi bahwa di jelang akhir Februari setiap tahunnya juga digelar ritual Puja Pantai. Di hari itu, orang Mah Meri berkumpul di pantai untuk menenangkan roh – roh yang ada di laut. Selain itu, ada Ari Moyang, hari yang jatuh sebulan setelah kalender Cina memasuki Tahun Baru Imlek, suku Mah Meri akan mengadakan upacara syukur besar – besaran kepada para moyang khususnya Moyang Kertik, Moyang Gadeng dan Moyang Ambai yang ada di Rumah Moyang. Pada hari itu, mereka pun menyediakan hidangan istimewa untuk disantap bersama. Semacam merayakan lebaran dan natal saja, tutur kak Maznah yang menamani kami bertandang ke Rumah Moyang dan berkeliling kampung.

rentak selangor, moyang pongkol, suku mah meri, mah meri tribe, pulau carey
Rumah Moyang
rentak selangor, moyang pongkol, suku mah meri, mah meri tribe, pulau carey
Patung moyang Mah Meri di Rumah Moyang

Belumlah puas menyusuri kampung dan bermain ke bibir pantai,saya sudah diajak untuk kembali ke bus. Ah, rasanya terlalu sebentar kami bertandang ke Pulau Carey. Begitu banyaknya kisah yang belum didengar dan saksikan; yang melahirkan harap untuk kembali ke Kampung Sungai Bumbun, bersua dengan Moana dari Mah Meri, saleum [oli3ve].

Advertisement

4 thoughts on “Pulau Carey, Kampung Mistis Mah Meri

  1. Saya pikir di Malaysia sudah tak ada lagi aliran kepercayaan yang seperti ini. Ternyata masih ada, dan masih berkembang. Perlindungan pemerintahnya pun bagus sekali. Banyak yang bisa kita contoh. Sepertinya masalah identitas di Malaysia boleh dibilang jarang mengemuka. Masalah kepercayaan yang berlainan pun tidak dianggap aneh dan salah. Justru dilindungi sebagai bentuk kelestarian masa lalu yang harus tetap ada. Apa karena penduduk dan pemerintahnya sama-sama sudah dewasa?

  2. wah. menarik sekali. membaca tulisan ini ikut hanyut dalam perjalanan mba olive.
    Mirip2 di Jawa ya, kalau di Mah Meri, buat seni ukur dapat petunjuk atau bimbingan dari nenek moyang, kalau di Jawa, sebelum membuat penuh ritual, ada yang puasa, dll. katanya juga untuk petunjuk.

    Jadi pengen ikutan mengkaji kearifan lokal di sini. Menarik, karena walaupun mereka masih menjalankan tradisi nenek moyang. tapi tak menolak keilmuan yang masuk dari luar, pun teknologi. Beruntung sekali bisa mengulas tentang Mah Meri, mba. Sangat menambah wawasan saya untuk referensi perjalanan kemudian hari.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s