Mengenang Ah Loy di Lantern Hotel, Kuala Lumpur


Aku kembali ke Kuala Lumpur untuk beristirahat setelah 4 (empat) hari berkeliling di sekitar Kuala Langat, Selangor. Dari kantor Malaysia Tourism Center (MaTIC) Ampang, Aven memberikan tumpangan kereta (di Malaysia mobil disebut kereta) ke Petaling Street. Masih punya waktu 24 jam lebih sebelum beranjak ke KLIA yang bisa dimanfaatkan untuk bersantai – santai saja menikmati Kuala Lumpur sebelum kembali ke kehidupan nyata. Lhooo, kemarin itu berjalan dalam bayang – bayang ya?  😉

“Cakeeeep, pintu hotelnya depan penjual air mata buaya. Ntar malam mau beli, aaah.”
“Mbaaaak, air mata kucing!”
“Air mata buaya, itu lho minuman segar – segar yang ada agernya.”
“Air mata kucing mbaaaak! Tuh baca tulisannya!”
“Oohh … eeeh … salah nyebut ya.” *ngikik sendiri, ‘kan masih melayang*

air mata kucing, petaling street, food stall at petaling street
Si Air Mata Kucing   😉

Obrolan tak penting yang membuka percakapan di padatnya Petaling Street yang selalu riuh dari pagi hingga jelang pagi lagi. Bayangkanlah ada orang bertubuh mungil menggeret – geret koper yang disampirin gembolan, mencari celah di antara pengunjung yang tumpah dan seliweran di kawasan pecinan Kuala Lumpur itu. Kasihan juga sih, tapi pundak saya pun kebebanan My Meywah yang rasanya bertambah berat dari hari ke hari. Agar nggak dituduh tak setia kawan, sesekali saya menoleh ke belakang ketika langkahnya tertinggal dan badannya “terjepit” di antara tubuh – tubuh menjulang yang berjalan berlawanan arah dengan kami.

Petaling Street memang dikenal sebagai kawasan pecinan Kuala Lumpur. Namun bila melangkah di dalam dan di sekitarnya kamu akan menjumpai akulturasi budaya yang terjalin dari 3 (tiga) etnis besar di Malaysia; Melayu, Cina dan India. Jika menyimak kisah The Story of Kuala Lumpur, orang – orang dari dataran Tiongkok (dan India) mulai berbondong – bondong datang ke Malaysia ketika tambang – tambang semakin marak dibuka pada awal abad 19. Mereka meninggalkan negerinya, berlayar ke Malaya (sekarang Malaysia) untuk mengubah nasib dengan menjadi kuli di tambang – tambang timah itu.

air mata kucing, petaling street, food stall at petaling street, china town kuala lumpur, cullinary china town kl
Mau jajan apa? Sekitar Petaling ini banyak jajanan

Pada 1867 perseteruan dan perebutan wilayah kekuasaan antara para pemimpin negeri Selangor memanas dan meruncing hingga pecah perang saudara yang dikenal dengan Selangor Civil War. Akibatnya, kegiatan di pertambangan pun terbengkalai karena para kuli tambang yang terpecah ke dalam 2 (dua) kelompok besar pun turut dalam perang. Setelah perang berakhir dan mereka kembali ke penambangan, ternyata mereka tak bisa bekerja karena peralatan dan pertambangan yang ditinggal lama dan sempat terendam banjir besar yang juga melanda Kuala Lumpur; tak dapat dipakai.

Yap Ah Loy, Kapiten Cina di Kuala Lumpur pada masa itu memutar kepala, mencari akal agar para kuli ini memiliki kegiatan, tak terlunta – lunta karena tak ada kerja dan tak meninggalkan kota. Ah Loy pun berinisiatif membuka usaha pabrik tepung tapioka dengan mengajak warga Melayu untuk bekerja sama. Singkong untuk tapioka didapatkan dari kebun – kebun milik orang Melayu, sedang pekerja di pabrik tapioka adalah orang – orang Cina. Usaha yang dibuka di Petaling itulah yang mengawali berkembangnya daerah Petaling menjadi seperti sekarang. Selain di Petaling, Ah Loy pun membuka sebuah pasar yang menyediakan kebutuhan sehari – hari untuk warga lokal dan para pekerja tambang pada 1888 yang saat ini dikenal sebagai Central Market.

hotel at petaling street, lantern hotel kuala lumpur, food stall at petaling street, china town kuala lumpur, cullinary china town kl
Twin Room with Window (dok. Lantern Hotel)

Aaah, Ah Loy … anak muda yang tak kenal menyerah, andai dulu dirinya ikut rombongan yang dipulangkan ke Cina dan tak mengikuti kata hatinya untuk berjalan kaki ke Lukut; aku tak bisa membayangkan apakah ada jejak – jejak seperti yang ditinggalkannya di kota ini?

Lewat sini“, Shams memutus hayalanku. Ia mengajak kami memasuki sebuah gedung di belakang penjual air mata buaya eeeh … air mata kucing. Dari dekat agak susah untuk menemukan tempat ini, jadi kami tadi mencarinya dengan berpatokan pada fasadnya yang telah direnovasi. Sesampai di depan gedungnya pun masih mendongak – dongak demi memastikan kami tak salah melangkah ke sana. Karenanya, saya lebih berpatokan pada si penjual air mata kucing yang selalu disambangi bila bermain ke kawasan ini. Dengan menyibak sela yang rapat – rapat di antara penjual jam tangan, kami berhasil menggapai emper gedung yang langit – langitnya digantungi lampion dengan tulisan Lantern Hotel Kuala Lumpur pada dindingnya. Di pintu kaca yang berdiri di kanannya, ada penunjuk ke meja resepsionis hotel yang berada di lantai 1 (satu) gedung dengan meniti anak – anak tangga.

lantern hotel kuala lumpur, hotel at petaling street, hotel near china town kuala lumpur, cheaper hotel in kuala lumpur
Ada kamar yang dilengkapi dengan balkon
lantern hotel kuala lumpur, hotel at petaling street, hotel near china town kuala lumpur, cheaper hotel in kuala lumpur
Pemandangan ruang makan dari kamar

Begitu pintu dikuak, kami memasuki sebuah koridor panjang yang menghubungkan kamar – kamar, resepsionis, ruang serba guna (communal space) yang asik buat baca, ruang makan, dan terrace cafe yang open air. Kamarku di 309, twin room dengan kamar mandi di dalam. Untuk menggapainya harus keluar dulu dari ruang koridor lantai 1 (satu) dan naik lift atau kalau mau berolah raga menghitung anak tangga ke lantai 3 (tiga). Ruangnya dimanfaatkan secara maksimal untuk menempatkan 2 (dua) buah tempat tidur tunggal, tak ada perkakas lain selain gantungan handuk dari jalinan rotan yang dibentuk seperti tangga menggantung di dinding serta lampu untuk baca. Di dalam kamar mandi yang cukup lega tersedia air pancuran panas dan dingin, sabun cair untuk badan serta sampo dan pelembab untuk rambut. Sebuah jendela untuk mendapatkan cahaya dari luar dengan pemandangan ke kamar di seberangnya dan ruang makan di bawahnya.

Selepas masuk kamar, tak banyak yang ingin dilakukan selain meluruskan badan sebentar. Di jelang petang, barulah kaki melangkaj keluar menikmati Petaling Street dan kawasan pecinan sekalian makan malam di Central Market. O,ya … di kawasan Petaling sendiri banyak koq tersedia aneka jajanan dari yang rasa Melayu, peranakan, Hokkian, hingga kari – kari India gitu. Bagi yang suka hidangan yang mengandung babi tentu tak perlu berpikir untuk jajan, tapi bagi yang tak bisa mencicipi rasa itu patutlah berhati – hati untuk jajan.

lantern hotel kuala lumpur, hotel at petaling street, hotel near china town kuala lumpur, cheaper hotel in kuala lumpur
Communal Space yang menyatu dengan akses ke Terrace Cafe dan resepsionis serta ruang makan di samping kanan (tak terlihat di gambar)
lantern hotel kuala lumpur, hotel at petaling street, hotel near china town kuala lumpur, cheaper hotel in kuala lumpur
Menu sarapan

Pagi hari, aku pun bermalas – malasan untuk keluar hotel. Jadilah turun sarapan berlambat – lambat, di saat aku yakin tamu – tamu yang lain sudah selesai sarapan. Ternyata perkiraanku meleset karena usai sarapan, barulah tamu yang lain bermunculan menenteng baki sarapannya. O,ya .. pagi itu semua tamu dapat menikmati sarapan berupa sebuah croissant yang masih panas, fresh milk, jus jeruk, buah semangka dan pilihan minuman panas berupa secangkir teh atau kopi. Sebagai pelengkap croissant disediakan pula selai dan keju.

lantern hotel kuala lumpur, hotel at petaling street, hotel near china town kuala lumpur, cheaper hotel in kuala lumpur
Terrace Cafe, kalau malam lampionnya semarak

Lantern Hotel berada di daerah yang strategis untuk para pejalan yang ingin menikmati suasana pecinan dan destinasi wisata heritage Kuala Lumpur seperti Dataran Merdeka, Sri Mahariamman Temple pun ke destinasi lainya tinggal naik LRT. Dari Petaling Street yang tak pernah mati, ada 2 (dua) stasiun LRT; Pasar Seni dan Plaza Rakyat serta stasiun bus Puduraya yang dapat digunakan untuk berkeliling. Satu hal yang tak akan kulupakan adalah, para pelayannya tak pernah lepas tersenyum. Harga kamarnya pun terjangkau dan selaras dengan isi dompet. Jadi tak perlu khawatir duitnya tersedot kamar hotel, asal ingat baik – baik, belanja di Petaling Street kamu harus pandai tawar – menawar untuk mendapat barang dengan harga yang miring.

Lantern Hotel Kuala Lumpur
38, Jalan Petaling,
50000 Kuala Lumpur, Malaysia.
Telp: +603-20201648
Email: bookings@lanternhotel.com

lantern hotel kuala lumpur, hotel near china town kuala lumpur, hotel at petaling street, cheaper hotel in kuala lumpur
Menyempatkan berolah raga dengan peralatan fitness buatan sendiri  🙂
lantern hotel kuala lumpur, hotel at petaling street, hotel near china town kuala lumpur, cheaper hotel in kuala lumpur
Numpang kerja sebelum check out 😉

Sebelum check out, masih kusempatkan untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan yang tertunda sekalian memanfaatkan wifi yang tersedia di Lantern Hotel. Jelang pk 12.00, aku melangkah keluar hotel menuju Stasiun LRT Pasar Seni, naik komuter ke KL Sentral. Dari sana aku melanjutkan perjalanan ke KLIA dengan KL Ekspress, saleum [oli3ve].

Advertisement

6 thoughts on “Mengenang Ah Loy di Lantern Hotel, Kuala Lumpur

  1. Beberapa waktu lalu sempat ada rencana mau ke KL dan udah sempat booking di hotel ini, cuma karena dibatalkan, jadi batal juga deh -untung bisa dibatalkan tanpa bayar-, dan masih penasaran sama hotel satu ini. Jadi kebetulan banget nih, dibahas sama Kak Olip, berkurang lah kepenasarananku 🙂

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s