Datang terlalu dini ke Don Mueang membuatku berpikir mencari tempat yang sedikit nyaman untuk mengisi waktu tunggu yang masih panjang sebelum terbang. Lima jam saja! Waktu yang sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk berkeliling beberapa tempat di Bangkok kalau saja tak diburu – buru untuk beranjak ke bandara karena ada yang menerima boarding pass tak seragam jamnya. Lucu juga sih nggak satu pun yang protes. Mungkin, kakinya sudah pada puas usai menyusuri lorong – lorong di Pratunam.
Tuelii! tueliii .. ha!

Aku hanya tersenyum mengingat teriak ngotot mbak petugas dari konter sebelah kepada kawannya yang mencoba bersabar memelototi monitor, mengecek jadwal terbang. Sesekali matanya melirik ke paspor yang dipegang dengan tangan kiri, tak menggubris usikan temannya.
“Ok done“, dia menyodorkan kembali paspor ketika terdengar keluhan – keluhan tak bisa early check-in dari meja sebelah. Tak semua orang mau mencoba terlebih dahulu sebelum berkeluh – kesah, sistemnya nggak bisa. Umumnya kita lebih mendahulukan komplen, protes dan sebangsanya lalu mencoba mempengaruhi yang lain agar berpikir serupa daripada berusaha. Ah, andai setiap orang bisa sedikit bersabar seperti mbak yang berjaga di meja tempat saya berdiri. Padanya kuhaturkan,”terima kasih, mbak” sembari beranjak, lupa kalau sedang di luar negeri hahaha.
Woyla, aku mengingatmu sesaat setelah duduk di Gate 25, ruang tunggu keberangkatan internasional menanti penerbangan yang akan membawaku pulang ke tanah air. Saat memandangi landasan yang setia menjadi lintasan burung – burung besi berlarian, bergantian mendarat dan beranjak pergi dari balik dinding kaca.
Don Mueang dibuka pada 27 Maret 1914 sebagai pangkalan dan lapangan udara angkatan udara kerajaan Thailand. Sepuluh tahun kemudian, barulah dibuka untuk dimampiri penerbangan komersial dengan menerima pendaratan Fokker F-VII milik KLM Royal Dutch yang melakukan penerbangan perdana jarak jauh antar benua dari Amsterdam ke Batavia (sekarang Jakarta). Sejarah mencatat Don Mueang adalah lapangan udara tertua di Asia dan salah satu lapangan udara internasional tertua di dunia sedang KLM merupakan maskapai penerbangan tertua di dunia yang pada 7 Oktober esok berusia 97 (sembilan puluh tujuh) tahun.
Tanda waktu menunjukkan 15 menit menuju pk 03.00 pada Selasa, 31 Maret 1981 dini hari di Don Mueang kala itu, ketika pasukan Komando Pasukan Sandi Yudha a.k.a Kopassandha (sekarang Kopassus) yang diterbangkan dari Jakarta dini hari sebelumnya bersiaga di sekitar landasan menerima komando bergerak dan merapat ke badan Woyla yang mendarat di Don Mueang karena dibajak. Woyla lepas landas dari Jakarta pada Sabtu, 28 Maret 1981 pagi, baru saja transit di Talang Betutu, Palembang sebelum menuju tujuan akhir; Polonia, Medan ketika 5 (lima) orang teroris yang menyamar sebagai penumpang dari Palembang, membajak pesawat. Mereka minta pesawat diterbangkan ke Kolombo, Sri Lanka.
Kapten Pilot Herman Rante dan Co-Pilot Hedhy Juwantoro mencoba memberikan pengertian kepada para pembajak, pesawat tak mungkin terbang jauh karena bahan bakar tak mencukupi. Mereka akhirnya nunut dan meminta terbang jauh – jauh saja dari Indonesia. Untuk mengisi bahan bakar yang menipis, Woyla mampir di Bayan Lepas, Penang, Malaysia sebelum melanjutkan arahan terbang merapat ke Don Mueang, Bangkok, Thailand.
Soeharto, Presiden Indonesia masa itu, memberikan ijin kepada Jenderal Yoga Sugomo, Kepala Badan Koordinasi Intelijen Negara, BAKIN (sekarang BIN) untuk berangkat ke Bangkok membuka jalan dan mengulik informasi yang diperlukan untuk operasi pembebasan Woyla dengan pemerintah Thailand usai menerima laporan dari Kepala BAKIN itu. Kepala Pusat Intelijen Strategis Hankam, Letnan Jenderal LB Moerdani menyusulnya terbang ke Bangkok bersama 35 orang pasukan anti teror dari baret merah yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Infanteri Sintong Panjaitan pada Minggu, 29 Maret 1981 malam menggunakan penerbangan sipil Garuda untuk mengecoh para pembajak yang tidak menginginkan adanya kegiatan di sekitar Woyla.
Setelah 5 (lima) hari dikuasai pembajak, Woyla akhirnya berhasil dievakuasi dan dikuasai oleh Kopassandha pada Selasa dini hari serta membebaskan para sandera. Dalam Operasi Woyla, 3 (tiga) pembajak tewas saat penyerangan, 2 (dua) lainnya yang terluka parah pun akhirnya meninggal. Satu anggota Kopassandha, Lettu Achmad Kirang yang terluka parah terkena tembakan pembajak, meninggal di Rumah Sakit Bhumibhol. Sedang Kapten Pilot Herman Rante yang mengalami luka di kepala karena terkena peluru, meninggal setelah mendapatkan perawatan di Bangkok 6 (enam) hari usai Operasi Woyla.

Woyla, Krueng Woyla, adalah nama sungai yang menyimpan banyak cerita pada lekuk – lekuk dan aliran airnya di Aceh Barat sana. Nama yang diberikan kepada pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA 206 yang terbang dengan rute Jakarta – Medan dan dibajak oleh Komando Jihad pada 28 – 31 Maret 1981.
Aku sudah terkantuk – kantuk di depan Gate 25 ketika terdengar seruan dari pengeras suara memanggil penumpang yang akan menuju Jakarta untuk bersiap masuk ke dalam pesawat. Hari itu Selasa pk 19.55 kutinggalkan Don Mueang, bandara low cost carrier terbesar di dunia setelah 5 (lima) jam duduk – duduk di sana. Tak terbayangkan gimana yang merasakan 5 (lima) hari disekap di dalam Woyla. Aku pulang membawa rindu padamu Woyla, rindu untuk menyapamu di Nanggroe, saleum [oli3ve].
Bahan bacaan:
Operasi Woyla, Pembebasan Pembajakan Pesawat Garuda Indonesia – B. Wiwoho.
Wah.. ternyata bandara Don Mueng menyimpan kisah yang menarik. Terima kasih menghadirkan tulisan yang penuh informasi ini kak… 🙂
dan terima kasih sudah mampir dan membacanya 😚😚
aha… rupanyaa.. kisah woyla pernah nonton di film dokumenter, tapi tak pernah menyadari kalau bandara itu adalah bandara tempat kita mendarat dan terbang.. pdhl wkt mendarat sdh mengira2 pasti bandara ini dulu jadi bandara militer .. hehehe.. lupa bertanya sama teman seperjalanan.. tengkyuuu lip
wkwkwkw … ingatnya selang sih
aku pgn cari bukunyaaa ^o^.. menarik mbak.. kisah2 sejarah yg begini nih yg aku suka.. ini baru tau loh pernah ada kejadian ini.. apa krn pas kejadian aku jg blm lahir sih :D.. tapi sedih ya, hrs ada prajurit dan kapt kapal yg jg meninggal 😦
bukunya masih ada koq di Gramedia, keluaran baru