Kemenangan pasukan Mataram dalam mempertahankan Ujung Galuh dari kekuasaan pasukan Tartar (Mongol) pada 31 Mei 1293 menjadi momentum berdirinya Kerajaan Majapahit dengan Raden Wijaya sebagai raja pertama bergelar, Kertarajasa Jayawardhana. Hari yang sama kemudian dijadikan sebagai tanggal peringatan hari lahirnya kota Surabaya yang dituangkan dalam SK Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Surabaya No 64/WK/75 pada 18 Maret 1975 oleh Walikota Surabaya masa itu, Soeparno.

Surabaya menjadi salah satu pelabuhan penting perdagangan maupun maritim pada masa Majapahit, masa pendudukan Belanda, Jepang hingga pada hari ini. Pertempuran laut terbesar dalam sejarah Perang Pasifik berlangsung sepelemparan batu dari Surabaya ketika armada laut Jepang beringsut dari Selat Makassar mendekati Laut Jawa untuk mematahkan kekuatan armada laut Sekutu. Pertempuran yang berlangsung 2 (dua) hari pada 27 – 28 Februari 1942 itu dikenal sebagai Pertempuran Laut Jawa. Dalam pertempuran itu, Laksamana Muda Karel Doorman, komandan American British Dutch Australia Command (ABDACOM) gugur setelah lambung de Ruyter disobek torpedo Jepang hingga tenggelam.

Hari ini, tepat tujuh puluh empat tahun setelah berakhirnya Pertempuran Laut Jawa, dan delapan bulan setelah kunjungan terakhir ke Monumen Karel Doorman; kaki ini kembali menjejak di Surabaya. Tak tampak sedikit pun penanda yang mewujud bila satu masa pernah ada satu peristiwa besar yang tercatat dalam perjalanan sejarah dunia yang berdampak besar pada perjalanan bangsa ini khususnya di bumi Jawa Dwipa selain pesan singkat menyapa siang yang mendung. Sebuah upacara peringatan yang tak bisa dikejar telah dilakukan di Kembang Kuning dan rinai hujan yang betah turun satu-satu menemani di tengah padatnya perjalanan ke tengah kota.


Usai menembus lalu lintas yang semakin memadat karena hujan di jelang petang, sampai jua di Shangri-La Hotel; tempat membaringkan tubuh selama tiga hari menyusuri jejak masa di kota Pahlawan. Setelah check in saya beranjak ke kamar sembari mampir sebentar ke Horizon Club Lounge yang kebetulan sekali hanya berjarak beberapa langkah saja dari kamar tidur. Sebagai penghuni Horizon Club Deluxe Room, saya mendapat spesial akses dan dapat menikmati layanan di lounge tersebut selama menginap di Shangri-La Surabaya. Kalau sekadar mau ngopi atau ngeteh, di kamar sebenarnya tersedia peralatan untuk membuat kopi/teh termasuk buah dan camilan serta fasilitas mini bar yang bisa dinikmati. Tapi, bila perut ingin camilan yang bervariasi, tinggal melangkah ke lounge.

Setengah hari berlalu begitu saja karena jadwal penerbangan dari Jakarta yang tertunda selama hampir dua jam; melihat tempat tidur empuk rasanya ingin berbaring saja. Bila tak mengingat ada beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan, mungkin kantuk akan membawa saya berkelana ke alam mimpi. Tapi, baru saja mau duduk menikmati meja kerja yang besar di sudut kamar, petugas concierge sudah memanggil. Saya hampir lupa, tadi menitip pesan untuk diingatkan segera turun karena hendak mencari makan siang di luar hotel. Setelah menyimpan barang yang tak perlu ditenteng kemana-mana, saya bergegas turun ke lobi menemui Mas Kadir yang akan menemani berkeliling kota. Tujuan saya siang ini tak banyak, karena hari sudah beranjak petang dan cuaca Surabaya kurang bersahabat. Pilihan paling aman setelah menikmati makan petang di Jl Kartini adalah bertandang ke Gedung Siola untuk menuntaskan petang di Museum Surabaya sebelum kembali ke hotel, mandi, bekerja sebentar lalu keluar mencari makan malam di seputar Peneleh.


Selama menginap di Shangri-La, untuk sarapan, saya bisa menikmatinya di lounge atau di Restoran Jamoo. Untuk menyempurnakan perjalanan menyusuri jejak masa, di hari terakhir, saya memilih turun ke Jamoo karena ingin menikmati godogan ramuan dan sajian jamu tradisional warisan masa Mataram dari tangan Mbok Jamu untuk memulihkan stamina. Ternyata oh ternyata karena salah menyerap informasi, pagi itu tak dapat jamu dan hanya bisa menikmati sajian minuman sehat berupa jus dan susu kedelai, serta menyantap aneka menu masakan lokal dan internasional dari para koki yang bikin lidah tak mau berhenti mengunyah. Biar nggak salah bila berkesempatan kembali ke Shangri-La, catat dan ingat baik-baik; Mbok Jamunya hadir di resto setiap siang jelang pk 12 :).


Shangri-La Hotel Surabaya
Jl. Mayjend Sungkono 120
Surabaya, Indonesia 60256
T:(62 31) 6003 8888
F:(62 31) 566 1570
Usai sarapan, saya kembali ke kamar untuk berbenah. Secangkir teh panas menemani pagi terakhir itu sembari memandangi kesibukan kota di Senin pagi dari lantai 12 Shangri-la, membawa pikiran meretas masa. Satu hari saya pasti akan kembali dan kembali lagi ke kota ini untuk menyusuri jejak yang tersisa, saleum [oli3ve].
Wih ada Mbok jamunya, sangat tidak biasa. Tapi pasti berkesan juga, kalau menginap di suatu tempat yang aura masa lalunya sangat berasa, jadi makin aktif indera-indera pengumpul cerita sejarah itu ya, Mbak :hehe. Saya jadi berpikir, memang kalau dirunut setiap jejak langkahnya, pasti ada banyak sekali cerita yang bisa disesap dan itu tak bisa habis hanya dengan sekali berkunjung :haha.
iyaaaak, sepakat Gara.
btw akhirnya aku dah pulang dari van Motman bulan lalu trus seperti katamu runutan jejaknya sampai melebar 😂😂
Iya Mbak, sampai ke Tuan Tanah Dramaga dan seluruh kawasan sekitar sana kalau saya tak salah. Ah, masih banyak yang harus ditulis *malu banget*.
yup, aku sih masih penasaran jadi blom nulis hihi
Ya udah nanti kita nulisnya barengan aja ya Mbak #lho :haha.
Di Sby ada Shangrila juga ya? kirain di Jakarta aja. Kudet nih aku 😐
ada kak Eka 😊