Kapan ke Banda (Aceh) lagi? Mau kuajak sarapan lontong enak
Jadi, kapan sarapan lontong bareng? Sampai kapan di sini?
Besok aku jemput sarapan di Kak Pipi, ya
Pesan-pesan tersebut meramaikan kotak surat selama empat bulan kemarin. Dikirimkan Poetri, seorang kawan dari Banda Aceh. Jika tak salah mengingat, kami bersua pertama kali di Kedai Kopi Solong, Ulee Kareung tapi baru berkenalan dan berbincang di trotoar Peunayong, tiga tahun lalu. Dia membuat panik saat melihat celana 3/4 yang melekat di badan. Celana itu dikenakan selama berjalan seharian di Sabang dan belum sempat diganti hingga merapat di Banda Aceh jelang makan malam.

Pikirku, sudah malam dan nggak kemana-mana juga usai makan selain menemani ibu-ibu belanja oleh-oleh, amanlah. Eh, kata dia, WH (atau sering disebut polisi syariah aka Wilayatul Hisbah; pengawas pelaksanaan Syariat Islam di Aceh) kalau malam juga tidur, tapi suka-suka merekalah kalau pengen patroli. Jadi hati-hati kak! Sontak pernyataannya membuatku melirik kiri kanan dan merapat ke dalam gerai biar dengkul tak menyolok tertimpa kibasan lampu jalanan.
Kembali ke lontong. Tetiba lontong Kak Pipi menjadi trending topic yang selalu dibicarakan acap kali berkirim kabar seputar Nanggroe dengan Poetri. Dirinya bilang, ada tempat sarapan enak dan murah di Banda Aceh yang harus diicip. Maka ketika akhirnya bisa pulang ke Nanggroe, Poetrilah yang bersemangat menanyakan kapan mau dijemput untuk sarapan lontong. Karenanya, pagi pertama di Banda Aceh, bremm .. bremmm … mengejar lontong yang katanya menjelang pk 09.00 hanya menyisakan kuah yang menempel di panci.

Benar saja, kami datang jelang pk 08.00 tapi sebagian lauk sudah tak ada. Di sana sudah mengantri ibu-ibu (dan beberapa lelaki juga) yang membeli sarapan untuk orang rumah. Sebagian duduk-duduk berkelompok 3 – 4 orang, menikmati sarapan di meja yang tersedia. Poetri tak terpisahkan dengan lontong. Dia langsung memesan sepinggan Lontong Sayur. Aku memesan Nasi Gurih dengan lauk telur dadar dan perkedel karena seharian akan bersemedi di perpustakaan agar energinya tercukupi. Tak lupa, teh panas serta secangkir khupi itam dari kedai khupi seberang karena Kak Pipi tak sedia kopi.
Cut Kak Pipi membuka kedai di depan rumahnya di Jl Paro 24, Blower. Pekarangan rumahnya asri, ada aneka kembang dan pohon belimbing sebagai peneduh. Sebuah pajangan kaca tiga susun untuk menempatkan makanan diletakkan di atas meja. Tak banyak yang dijual, hanya Lupis, Nasi Gurih dan Lontong Sayur. Meski begitu, pelanggannya antri jelang jam berangkat sekolah/kerja. Bila datang kesiangan sedikit saja, sudah tak dapat apa-apa. Tiga buah meja plastik ditambah satu meja kayu panjang dikelilingi bangku bakso ditata di pekarangan. Beberapa bangku lainnya, disusun berderet di dekat pintu masuk rumah, tempat menunggu bagi pelanggan yang membeli makanan untuk dibawa pulang.

Saat sedang menikmati pesanan, Poetri mulai iseng,”Pernah makan di kedai atau resto yang pakai interkom nggak?” Aku menggeleng, di mulut sedang penuh dengan makanan. “Mau lihat kak Pipi pencet interkom?” Aku pun menganguk, mulutku tak henti memamah biak.
Dua porsi Cenil dipesan, usai mengkonfirmasi pesanan, terlihat Kak Pipi langsung membuka kain selubung lemari pajangannya dan mengirimkan pesan ke dapur lewat … interkom. Seperti anak kecil yang baru saja mendapatkan mainan baru, kami pun senyam-senyum. Senang sekali melihat sesuatu yang tak biasa. Ketika waktunya untuk membayar semua yang telah dimakan (dan dibungkus), hati terkejut mendengar biaya kerusakan yang meluncur dari bibir Cut Kak Pipi, “totalnya tiga puluh lima ribu rupiah, ya.” Aaah, inilah yang disebut menikmati kemewahan dalam kesederhanaan, bersyukur.

Dua bulan berselang, saat kembali pulang ke Aceh; kedai Cut Kak Pipi sudah tak terbantahkan untuk didatangi sekembali dari Jantho. Kali ini mengajak lebih banyak pasukan. Setelah sarapan di hotel, bersama kak Badai dan Poetri kami meluncur duluan ke kedai. Lupa kalau sebelumnya berangkat dari Lampeuneurut, dengan penuh keyakinan mengirimkan info ke Yudi Hikayat Banda untuk menyusul sarapan di Gampong Punge Blang Cut. Maka terjadilah sebuah keriaan, ada orang Aceh nyasar sampai ke Meuraxa demi lontong hahaha … upzz, ternyata kedai Cut Kak Pipi adanya di Blower. Tinggal selonjoran dari belakang kerkhof.

Sarapan kali ini pesanannya bihun karena sebelumnya perut sudah diisi dengan nasi goreng hotel saking laparnya sedang Kak Badai memesan Lontong Sayur dan Poetri cuma mau nyemil Perkedel. Lupis dan Cenil tentu menjadi menu pelengkap agar interkomnya diaktifkan hahaha. Keluarga Yudi menyusul setelah keliling gampong, dan ikut memesan Lontong Sayur. Kamu tahu berapa total kerusakan kali ini? Empat puluh delapan ribu eeeh .. ditambah tiga ribu khupi itam jadi lima puluh satu ribu rupiah saja. Jadi, mudik berikutnya giliran lontong sayur yang dilahap, saleum [oli3ve].
lontong nya mirip lontong medan ya kak
aku tak tahu wujud lontong Medan Win, kalo lontong cap gomeh tahu 😄
mirip kak
Sesuai tagar #bahagiaitusederhana, makan lontong sayur di sini walau sederhana tapi bikin bahagia! Duh lontong sayur pake kopi sanger tampak sedap nih..
*nyari interkom*
aku masih punya sanger kk Badai, tp masih patuh sama dokter untuk istirahat ngopi dulu
wow…. ngiler lihat makanan dan harganya mbak…
hahaha … iya lebih murah dibanding aku sekali makan di Makassar waktu mudik kmrn
Hiks.. Kebayang gimana keki nya yudi. Orang banda aceh tapi byasar gara2 si putri bilang dekat pltd apung huaaaa
maaf yaaaa … ngebayangin kamu jalan dari Lampeuneurut, dari Teuku Umar mah selonjoran sampai
Waduh. Makan segitu banyak ga sampe 50.000! Surga! Lontongnya menggoda banget!
Salah satu hal yang saya suka dari Aceh ya kulinernya. Mulai dari makanan berat macam mie aceh dengan sea food, sampe cemilan2 di kedai kopi.
Bangeeet
Ya ampun kak… lontong sayur pedas, nasi gurih beraroma wangi itu benar-benar kurindukan sekarang ini. Rasanya tak sabar untuk kembali ke Banda Aceh.
rasanya mantap deh 😉
Mbak Olive, itu harganya masih bersahabat banget sama kantong mahasiswa solehah macem akuu.
Semoga tahun ini bisa ke Aceh laaaah 🙂 .
Mbak olive kalo butuh sekretaris buat jalan jalan, colek akuh yaa *dijitak*
bingiiiiiiit, akulah diajak jalan2 donm
Piring saji Cut Kak Pipi, hijau segar keren. Naksir lopisnya, ooh tampilan cenil ala klepon ya mbak Olive. Salam
iyaaaa mbak Ri, nambah selera ya 😄
Murah banget, eh lontong aceh ini mirip2 lontong medan yaaa
aku blom pernah makan lontong Medan kak, beliin donk
iya om cum.. bahkan sebenarnya asalnya dari sana juga 😀
macam mie kocok juga berasa dari medan..
awak masih nyesek klo ke warung kak pipi ngingat kejadian di akhir tahun lalu.. 😀