hallelujah, hallelujah, hallelujah
keerden veilig Heer Jezus je zegenen, aaaamen
Amin adalah kata sakti yang dinantikan sebagian besar umat saat kantuk menyerang tiada ampun di tengah pergolakan batin memusatkan konsentrasi. Mengikuti jalannya ibadah, atau membiarkan pikiran liar berkelana tak terbendung. Amin, kata penanda usai jua segala tata ibadah yang terkadang bahkan lebih sering membuat mata pasrah, menyerah pada kantuk mengikuti liturgi yang lamban dan membosankan.

Begitu pendeta memutar badan turun dari mimbar, riuh pula derit sol sepatu bergesek dengan ubin menahan tubuh yang serentak berdiri dari bangku yang telah membuat duduk gelisah selama satu setengah jam. Berpasang langkah bergegas keluar dari deretan bangku-bangku panjang, berdesakan menanti giliran memberi salam kepada pendeta yang telah menanti di depan pintu keluar.
Melihat antrean umat mulai mengendur, aku pun turut berdiri, menggamit buku Injil yang terkulai di belakang sandaran bangku dan melangkah meninggalkan ruang ibadah yang kembali kosong.
+ Goedemorgen pastoor
– Goedemorgen, hoe gaat het met je?
+ Goode pastoor, saya suka cara Anda menjelaskan tentang perumpamaan anak yang hilang.
– Godzijdank, semoga diberkati. Apakah kamu jemaat baru di sini?
+ Jaaa, saya baru tiba kemarin sore di Bandoeng. Danke pastoor, excuseer me dat ik moet gaan

Kuayun langkah menuruni anak tangga, beranjak ke halaman gereja. Pada langkah ketiga, suara berat pendeta yang masih berdiri di pintu kembali terdengar,”QVI HABET AVREM, AVDIAT QVID SPIRITVS DICAT ECCLESUS.”
Kuhentikan langkah, menoleh ke belakang dengan kening berkerut. Dengan senyum yang tak lepas dari wajahnya; bapak tua itu mengangkat tangan, menunjuk ke atas ambang pintu.
Wahyu 3:22, Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat. Itu arti dari kalimat di atas.
Kenapa jiwamu gelisah anak muda? Gelisah yang menghantarkan langkahmu datang ke tempat ini, bukan? Bersyukurlah karena DIA yang menuntunmu ke Rumah Tuhan. Ada berapa banyak jiwa di luar sana yang resah memikirkan gelisahnya, namun tak tahu hendak kemana mencari jawaban atas semua itu.
Aku masih tertegun di depannya, saat kudengar suara parau berkumandang dari gerbang.
– Kuuuuullll! Kom, cepat-cepat, we hebben om melk te kopen
+ Jaaa, tunggu sebentar
Kutoleh wajah teduh di depanku, yang kembali menjelaskan arti rangkaian kata dalam bahasa Latin yang sangat asing di mataku.
CHRISTE TIBI SIT VOTA DOMVS QVI FINE CARENTIS VITAE VERBA FERENS APERIS MORTALIBVS AEGRIS; KRISTUS datang untuk orang yang merindukan datangnya Juruselamat yang akan menyelamatkan umat manusia dari kematian yang abadi.
– Tuhan memberkatimu anak muda. Pulanglah. Ingat dan jadikanlah firmanNYA penerang di setiap langkahmu
+ Amen, danke pastoor

Pagi ini sepertinya semua rumah kehabisan susu sehingga usai ibadah, mereka berduyun-duyun ke koperasi. Atau, mungkin Minggu pagi adalah saat yang tepat untuk membeli susu. Kutinggalkan gereja, setengah berlari, menyusul langkah pendek-pendek Emma yang cepat berlalu dari depan gerbang. Dari St. Franciscus Regis, terlihat umat yang juga usai beribadah, berjalan dalam kelompok-kelompok kecil sembari bersenda gurau. Tampaknya tujuan mereka sama dengan arah langkah kami, Bandoengsche Melk Centrale.
Susu bagiku adalah minuman yang menyegarkan dan mengenyangkan. Namun pagi ini, dia bukanlah topik utama yang menggugah rasa. Ketika Emma dan semua orang sibuk membincangkan susu, rasaku memilih pengembaraannya sendiri. Menyusuri lekuk-lekuk rancangan Wolff Scoemaker pada bangunan bergaya klasik moderen yang berdiri gagah di seberang Pieterspark yang baru saja kami tinggalkan. De Nieuwe Kerk dibangun pada 1924, lebih muda 3 (tiga) tahun dari St. Franciscus Regis yang juga hasil karya Schoemaker.

Masih banyak karya lainnya yang tegak berdiri. Satu yang tak jauh dari sini adalah Societeit Condordia yang berdiri sejajar dengan De Nieuwe Kerk, di bawah, di ujung jalan Braga. Tempat yang sedang menjadi idola, sehingga ia wajib disambangi oleh setiap kaki yang bertandang ke Bandung. Semua lelah perjalanan seperti terbayar ketika antrian pengunjung terlewati dan tiba giliran berdiri berdiri di depan gerbangnya. Lalu saat lampu kamera memantulkan cahayanya, sah pulalah kehadiran itu di tatar Priangan.
dan Bandung bagiku bukan cuma masalah geografis, lebih jauh dari itu melibatkan perasaan, yang bersamaku ketika sunyi – [Pidi Baiq].
Akhirnya, kutemukan jawab atas gelisah yang membayangi langkah ke dalam rumah ibadah pagi itu. Adakah tanya yang sama dalam benak mereka ketika melihat bangunan-bangunan megah itu? Ataukah sang tanya hanya berkelebat di dalam kepala yang tak ingin berhenti menceracau ini?
Sadarku kembali dari pengembaraannya, ketika mentari menyengat ubun-ubun tiada ampun di depan seonggok nisan yang terjepit di antara jejak sunyi lainnya di Pandu. Pada nisan itu tertera tanggal lahir sang empunya nisan, 25 Juli 1882. Waitttt, bukankah hari ini 25 Juli? 133 tahun dari hari kelahirannya?

Meski tak pernah berencana untuk menyambanginya pada hari istimewanya, padaNYA aku bersyukur berdiri di sini. Pada dia yang sepi, kuucapkan …
Selamat ulang tahun Opa Schoemaker. Terima kasih untuk karya – karya terindah yang masih kami nikmati hingga hari ini, yang telah membuktikan kemegahannya meski melewati pergolakan masa. Jejakmu abadi, meski dirimu hanya dikenal dan dikenang oleh segelintir dari mereka yang mengagumi karyamu.
- De Nieuwe Kerk kini dikenal sebagai GPIB Bethel, Bandung
- St. Franciscus Regis kini dikenal sebagai Katedral St Petrus, Bandung
- Societeit Condordia, dirombak total oleh Schoemaker pada 1922. Namanya berganti-ganti mengikuti pergolakan masa, sekarang dikenal sebagai Gedung Merdeka, Bandung.
Dan ketika rindu telah tersampaikan, pada sepimu kuurai gelisahku. Jangan bilang kamu cinta Bandung jika tak mengenal siapa Schoemaker, saleum [oli3ve].
kakak jago banget bahsa belandanya
mantap
Terima telah bercerita.
Danke.
terima kasih sudah mampir