Artotel, Menyeni dan Mengayuh Sejarah Surabaya


Suara pletak-pletok seat bealt terdengar dilepas satu per satu. Pesawat belumlah berhenti dengan sempurna. Masih melaju menuju perhentian. Penumpang yang duduk di sisi lorong serempak berdiri, berlomba membuka tempat penyimpanan barang. Tang tung tang tung, bunyi handphone diaktifkan, bersaing dengan suara pramugari yang berusaha untuk meminta perhatian agar penumpang kembali duduk manis hingga pesawat berhenti dengan sempurna.

jalesveva jayamahe, monumen jalesveva jayamahe, monjaya
Monumen Jalesveva Jayamahe, destinasi wisata Surabaya

Kelakuan penumpang Indonesia, yang tak juga jera meski banyak kejadian yang telah dibaca dan ditonton lewat media. Dilihat dari penampilan, mereka bukanlah warga Timbuktu. Lucu-lucu sedih melihat kebiasaan ini, seperti sedang naik bus kota saja. Tak sabaran, berebut ingin turun terlebih dahulu. Apa yang mereka kejar?

Saya berjalan lambat-lambat, memberikan ruang untuk mereka bergegas. Langit jingga merona menyambut langkah menjejak kembali di kota ini dengan senyum lebar terkenang kenangan. Surabaya selepas maghrib, serasa berada di jelang pekatnya malam.

Malam mas, ke Artotel ya.”
Koq milih Artotel mbak? Tempatnya jauh dari mana-mana, mau cari makan susah,” celoteh supir taksi yang mobilnya saya tumpangi dari Juanda menuju Artotel, tempat untuk menginap selama 2 (dua) malam menyeni dan mengenang di Surabaya. Enggan untuk menanggapi komentar si mas-mas yang tampaknya usai membaharui energi setelah berbuka (puasa), saya hanya merespon dengan jawaban pendek basa-basi. “Oh, gitu mas?”

sewa sepeda artotel, artotel surabaya
Godaan di Artotel

Tawarannya untuk melaju di jalan bebas hambatan pun diiyakan saja, teringat beberapa tahun lalu pernah terjebak cukup lama di kepadatan bundaran Waru. Pilihan yang kemudian diakuinya agak melenceng dari perkiraan karena ternyata lalu lintas di jalan biasa sangat lengang.

Mbak nggak menyesal nginap di sini? jam segini sudah sepi, seperti sudah jam sepuluh malam.”
Hotelnya dipesanin toh mbak? Nggak bisa minta ganti?

Ceracaunya tak mengenal koma apalagi titik. Tanya penasaran terus mengalir meski hanya dijawab dengan senyum. Duh, si mas ini, saya kan memilih Artotel karena Program Kawan-kawan Agoda. Pula sudah menikmati seni ala Artotel Thamrin, jadikan tempat yang dituju semakin menggoda. Maka, biarkan saja rasa penasaran terus menghantui dirinya terlebih melihat mulut ternganga saat mobil berhenti tepat di depan tangga lobi Artotel dan mata terantuk pada tulisan di atas pintu kaca.

the EARTH without ART is just EH

Tulisan yang meyakinkan diri tak salah memilih tempat untuk menyeni di kota pahlawan. Angga Arya, Public Relations & E-Commerce Manager Artotel Surabaya menyapa dengan senyum lebarnya. Seperti sudah bertahun kami berkawan, obrolan menarik seputar Surabaya heritage, perjalanan, destinasi yang diminati membuat bincang kami mengalir hingga larut malam di RoCA (Restaurant of Contemporary Art). Selama bulan puasa, RoCA menyediakan Ramadhan Breakfasting Buffet dengan sajian yang menggoyang lidah dan harga yang menggoda Rp 70,000/pax. Di samping itu, harga kamar Artotel Surabaya selama Ramadhan Festive pun menggiurkan. Coba aja lirik di Agoda, pasti menggoda kaaaan?

3 devide, live music artotel surabaya, artotel surabaya
Hanyut oleh 3 Device
roca artotel surabaya, artotel surabaya
Salah satu pojok RoCA

Karena datang di Jumat malam, ada persembahan live music dari 3 Device dengan lagu kenangan yang sepertinya hanya untuk dinikmati berdua hingga Rendy Laurens, General Manager Artotel Surabaya beserta keluarga kecilnya juga hadir menikmati malam di lobi. Andai tak mengingat badan yang butuh istirahat, ingin rasanya berlama-lama menikmati sajian kenangan di RoCA yang buka 24 jam. Terlebih saat melirik sebuah tulisan berwarna-warni, pk 23 – 03 ada promo LNS (Late Nite Supper) sebesar 50%. Saya pamit pada Angga, saat RoCA memulai riaknya.

Kamar saya di lantai 6, daun pintunya biru laut, corak serta dekorasi dinding di atas pembaringan karya Faisal Habibie melayangkan hayal pada masa kanak-kanak, mengingatkan pada jaman batunya Mr Flinstone. Terpujilah nama Tuhan, kamar ini membuat lelap hingga matahari menyapa dari balik tirai yang semalaman dibiarkan sedikit terbuka.

artotel surabaya, artotel indonesia
Room 603
Amenities
Amenities

Pagi pertama di Surabaya. RoCA menjadi sasaran untuk mengisi tanki pembakaran sebelum beranjak menyusuri jejak kenangan dan sejarah kota. Bangku yang menghadap tangga pun dipilih demi menikmati mural yang menyelimuti anak tangga dari lantai dasar hingga lantai tiga hotel. Setelah semalam diajak Angga berolah raga naik turun tangga, pagi ini cukup memandangi karya Dalbotz. Ya Dalbotz yang karyanya juga membungkus fasad Artotel Thamrin. Pk 07, sebelum beranjak dari hotel, saya memastikan pesanan sepeda untuk Minggu pagi sudah aman.

roca artotel surabaya, menu artotel
Sarapan cantik 😉

Hari ini kegiatan berjalan cukup padat. Destinasi yang dipilih pun mudah dijangkau dari Artotel. Ereveld Kembang Kuning, Monumen Jalesveva Jayamahe, Monumen Kapal Selam, House of Sampoerna, Makam Sunan Ampel ditutup dengan keliling kota di jelang petang. Andai bapak sopir taksi yang semalam ada di depan mata, akan saya tunjukkan tak sulit untuk menemukan tempat memanjakan lidah di dekat hotel. Saya menutup malam dengan duduk manis di pekarangan Bon Amie menikmati Salmon Steak, ditemani suara gemericik air dari pancuran mini di tengah taman. Ketika pijar mata meredup, saya pun melangkah menyeberangi jalan kembali ke Artotel dengan menenteng roti dari Bon Ami Bakery. O,iya bagi yang gemar dengan healthy food, di samping Artotel ada restoran organik, D’Natural.

Artotel Surabaya
Jl Dr. Soetomo No 79-81
Surabaya, Jawa Timur, 60264
Telp 031-5689000

patung sura dan baya, sejarah surabaya, ikon surabaya, monumen surabaya
Akhirnya, foto wajib di ikon Surabaya

Pagi kedua di Surabaya, diisi dengan berolah raga. Yuk, Mengayuh Sejarah Surabaya. Pagi ini saya berkeliling ditemani juragan candi Surabaya, ci Dewi. Keasikan ngobrol, sepeda baru dikayuh dari Artotel saat matahari mulai sedikit menyengat. Mengayuh ke salah satu destinasi wisata favorit kota pahlawan, Kebun Binatang Surabaya adalah keriaan tersendiri ditambah dengan berlama-lama berkunjung di Gedung Juang 45.

Dengan berpeluh kembali ke hotel sebelum matahari menyengat ubun-ubun. Surabaya, kota yang bangkitkan semangat untuk kembali mengayuh setelah nyaris setahun kaki dibiarkan menganggur. Ah, Surabaya kan selalu dikenang, dengan Artotel, tempat pilihan untuk beristirahat para pecinta seni. Satu hari nanti, saya pasti kembali lagi, saleum [oli3ve].

15 thoughts on “Artotel, Menyeni dan Mengayuh Sejarah Surabaya

  1. Pernah lewat mbak, tapi emang klo rumah di Sby ngga pernah nginep hotel Sby 😀 Gitu juga dgn Jakarta, jd pasti ngga nginep juga di Thamrin. Cabang lainnya mana lagi mbak? Liat interiornya yg Thamrin keren ya 🙂

  2. Kan ada lagunya Mbak, Surabaya Kota Kenangan :hehe. Komplet yak, akomodasi yang bagus dan nyaman, objek wisata yang terjangkau dengan kayuhan sepeda, terus logistik lengkap dan enak-enak, ah tak heran senyumnya Mbak Olive begitu sumringah dan secerah terik matahari di siang itu :hehe. Ah, sensasi petualangan yang sangat menyenangkan :)).

    1. Surabaya di tahun 45, kami berjuang kami berjuang bertaruh nyawa .. 😉

      bentar lagi 17an biasanya bermunculan tuh lagu2 perjuangan hehe

      1. Yep, tapi semoga saja semangat perjuangan itu tidak cuma muncul menjelang 17 Agustus ya Mbak :hihi.

    1. auuww auuwww

      eh Dit, week end kemarin aku revisit Kapuk Angke ngikuti petunjuk arahmu dengan moda transportasi yg nyaman tapi luamaaaaa itu. nunggunya pake bangun tidur hahaha

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s