Dia memesona pandangan sejak pucuk kepalanya tertangkap ekor mata dari dalam bus yang melintas dari pangkalan jeti Shabandar pagi itu. Putih, bersih, berdiri gagah menjulang di atas sebuah bukit, menggelitik angan tuk mampir menyapa. Seisi kepala pun mulai berkonspirasi, mengalihkan perhatian dan diliputi tanya, bagaimana menuju ke tempatmu? Impian perlahan diasah, mencoba berharap, menyalakan semangat meski hanya setitik api agar tak hangus dilalapnya, bila nanti angan yang membara itu tak mewujud. Namun sebelum meninggalkan kota ini, hasratku ingin menjejak di bukitmu.
Tak ada yang terjadi secara kebetulan. Tak pula kebetulan bila pagi itu setitik cahaya yang sudah dijaga dengan sangat hati-hati agar tetap tenang; membara, membakar semangat. Engkau tampak semakin dekat, sangat dekat ketika bus yang kutumpangi pagi itu merapat ke Pasar Kedai Payang hingga berhenti di depan Bazaar Warisan.
Tak sabar rasanya menunggu Francis, leader di bus menyelesaikan celotehannya, sebelum membiarkan isi bus tumpah ke jalan. Saat semua langkah bergegas ke pasar, aku dan Nopi pun bergegas mengambil arah yang berlawanan. Kami mencari jalan menuju Bukit Puteri.

Anak tangga menuju bukit kami jumpai di samping Tourist Information Center, Terengganu, tertutup seng dengan sebuah plang penanda sedang direnovasi tergantung di sana . Melihat ada tanda-tanda kehidupan di atas bukit, kami mencoba mencari informasi ke dalam kantor pelancongan. Oleh seorang perempuan yang bertugas pagi itu, kami mendapatkan petunjuk menuju bukit lewat tangga berjalan yang diam kepayahan di tengah Bazaar Warisan.

Meski mendaki bersama, sesampai di bukit; usai berbincang dengan Abu Bakar, pakcik penjaga yang kami jumpai di pos penjagaan, kami berpencar menyusuri senyapmu.
Ah, ya penggalan kisahmu kujumpai kala kulangkahkan kaki ke Muzium Negeri Terengganu di malam yang bermandikan purnama. Semasa pemerintahan Sultan Mansur II (1831 – 1836) dan Sultan Umar (1839 – 1876), Bukit Puteri menjadi benteng pertahanan saat terjadi perang saudara. Ada banyak kisah sunyi yang kau simpan di sini dan tak banyak yang tergerak untuk sekadar menyapamu.

Di pekaranganmu kujumpai Sri Johor, Sri Buih, Sri Jamior dan Laila Majnun, bersandar dalam diam yang sama denganmu. Mereka mengingatkanku pada Rambai yang selalu membuatku merindu kembali ke Cornwallis, Penang untuk menjumpainya.
Siang ini, di depan gerbang Istana Maziah aku kembali, berdiri mengagumi dan menyapamu dari kaki bukit. Engkau tampak gagah, menatap nanar setiap gerakan dari samudera di depanmu yang mendekat ke pelataran putri nan jelita, Kuala Terengganu. Saleum [oli3ve].
Bukit puteri, sounds familiar kak 😀 suka sama foto yang terakhir~ Tenang liatnya 🙂
pasti ingat yg di sebelah ya kk? 😉
eh ini kmrn langsung ditulis ya wakakakkak…jadi inget yg ngajak nikah
schedule post donk kk, publish pas sampai di bukit 😉
Wakakkaka biar kekinian
Apakah ada informasi di sekitar sana untuk sarana transportasinya?terima kasih
transportasi dalam kota menggunakan bus, becak, taksi, taksi air sedang untuk menggapai Kuala Terengganu dgn udara dari KL 45 menit atau 6 jam dgn bus