Wisata Tasik Kenyir, Eco Tourism atau Ego Tourism Park?


Air adalah sumber kehidupan. Satu petuah bijak yang sudah tak asing, dipercakapkan sehari-hari hingga didengungkan dalam kampanye lingkungan hidup. Sayangnya, kesadaran dan kepedulian sebagian besar dari kita akan keberadaan air sebagai sumber kehidupan untuk masa depan hanya sebatas kata yang tercetus di mulut lalu hilang dihembus angin.

kelah sanctuary, tasik kenyir
Pembangunan sarana untuk memudahkan pengunjung menggapai Kelah Sanctuary

Di sela kegiatan Terengganu International Squid Jigging Festival (TISJF) April 2014 lalu, saya berkesempatan menikmati berwisata ke Hulu Terengganu. Destinasi yang dituju adalah Tasik Kenyir, destinasi wisata bahari andalan Malaysia yang diklaim sebagai tasik (=danau) buatan terbesar di Asia Tenggara.

Di tepi tasik yang dilingkupi hutan hujan tropis berusia 130 ribu tahun, saya melangkah ke dermaga penyeberangan Pangkalan Gawi untuk menumpang speed boat yang akan membawa rombongan kami menyusuri kawasan Tasik Kenyir. Tiga puluh menit perjalanan melintasi danau yang sedikit bergelombang, melewati celah-celah bukit dan hutan bakau untuk menggapai sebuah dermaga di tepi hutan yang dikelilingi oleh air. Langkah kami disambut siulan burung dan warna-warni rama-rama hutan yang menari riang di bibir dermaga.

kelah sanctuary, tasik kenyir
Sanctuary Kelah masih di seberang sungai dan di balik bukit itu

Perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki menyusuri sela pepohonan yang berdiri rapat-rapat, menyeberangi sungai hingga tiba di sebuah tempat persinggahan di tengah hutan, di tepi Sungai Petang. Ribuan moncong ikan berwarna hitam keemasan mendekat ketika makanan ditebar ke dalam air. Ikan Kelah (Cyprinidae), kerabat dekat ikan mas yang hidup di sungai-sungai di pegunungan adalah endemik di sini.

Pengunjung diperkenankan memberi makan dan bermain dengan ikan-ikan yang ada di Sungai Petang. Namun, untuk melindungi populasi Kelah yang terancam punah; pemerintah setempat melalui Departemen Perikanan mengeluarkan sebuah maklumat penetapan Sungai Petang sebagai kawasan penangkaran ikan Kelah serta larangan untuk menangkap ikan yang hidup di kawasan ini. Dan, untuk mendukung berjalannya maklumat tersebut, Sungai Petang pun ditutup untuk umum pada 1 Desember 2005 dan kawasan tersebut diubah menjadi Kelah Sanctuary.

kelah sanctuary, ikan kelah, tasik kenyir
Bermain dengan ikan Kelah
Kelah Sanctuary, tasik kenyir
Berendam dengan Kelah di Kelah Sanctuary

Memberikan perlindungan terhadap ekosistem yang mencakup di dalamnya tanah dan air adalah mempersiapkan tabungan masa depan untuk generasi yang akan datang. Karenanya untuk menjaga kelestarian tanah, hutan, air serta lingkungannya; pemerintah setempat memberdayakan pulau-pulau di sekitar tasik sebagai surga bagi beragam habitat flora dan fauna.

Selepas dari Kelah Sanctuary, kami kembali menyusuri tasik dengan speed boat mengunjungi beberapa pulau yang dijadikan sebagai kawasan pengembangbiakan ribuan spesies flora dan fauna; diantaranya Taman Botani, Taman Orkid (Anggrek), Taman Rambutan, Taman Tropika dan Taman Burung.

Kelah Sanctuary, Tasik Kenyir, Eco Tourism Malaysia
Perjalanan menyusuri Kelah Sanctuary
sungai petang, kelah sanctuary, tasik kenyir
Sungai Petang

Tasik Kenyir, mulai dibangun pada 1988 dengan menimbun galian tanah menjadi bukit-bukit yang ditanami ragam spesies tumbuhan hingga lambat laun membentuk gugusan pulau dan mengaliri lembahnya dengan air yang dibendung dari air hujan. Dari catatan Lake Kenyir, Aqua-Eco Tourism Park diterbitkan oleh Lembaga Kemajuan Terengganu Tengah, setidaknya ada sekitar 340 gundukan pulau yang akan tetap menyembul di antara bendungan air di danau seluas 260,000 hektar dengan dataran mencakup 38,000 hektar jika banjir melingkupi kawasan itu.

Pembukaan kawasan baru sebagai destinasi wisata yang dilengkapi dengan fasilitas publik untuk memanjakan pengunjung adalah ancaman bagi ekosistem di kawasan tersebut. Penebangan pohon sumber serapan air akan berdampak pada berkurangnya ketersediaan air jika tidak dilakukan penggantian dengan pohon yang baru. Tanpa disadari pula, ragam aktifitas yang disediakan untuk pengunjung serta perlakuan manusia yang datang berkunjung pun membawa dampak psikis pada hewan, tumbuhan dan lingkungan di sana.

buah ajaib, Synsepalum dulcificum
Miracle fruit (Synsepalum dulcificum), buah yang akan mengubah segala rasa berujung manis di lidah
kelah sanctuary, tasik kenyir
Lestarikan hutan dengan pepohonan

Di balik usaha pemerintah setempat untuk menggalakkan program perlindungan lingkungan, pengembangan kawasan Tasik Kenyir sebagai aqua-eco tourism park dapat berkembang menjadi senjata bermata dua yang mengancam kelangsungan pelestarian lingkungan di kawasan ini jika tidak dikelola dengan baik.

Air sebagai sumber kehidupan haruslah terjaga keberadaan dan kualitasnya. Pengelola kawasan perlu mempertimbangkan bahwa kualitas air dan kelangsungan ekosistem di habitatnya dalam kawasan Tasik Kenyir terancam sebagai dampak kontaminasi dari polutan yang dikeluarkan oleh mesin-mesin yang berseliweran di sana.

Kelah Sanctuary, tasik kenyir
Mari kita pulang

Jelang petang, kami meninggalkan dermaga Pangkalan Gawi dengan satu harapan yang diam-diam menyusup di dalam dada semoga aqua-eco tourism park tidak berubah menjadi aku ego tourism park. Satu hari nanti saya akan kembali demi jejak-jejak neolitik yang ada di dalam gua di tengah rimbunan hutan Tasik Kenyir yang belum sempat dikunjungi. Saleum [oli3ve].

Tulisan ini dibuat dalam rangka Hari Air Sedunia, Minggu, 22 Maret 2015 bersama Travel Bloggers Indonesia. Silakan membaca juga tulisan lainnya melalui tautan berikut:

  1. Albert Ghana – Cerita dari Pesisir Semarang
  2. Atrasina Adlina – Wae Latu, Berkah Air Bagi Kampung Sepak Bola
  3. Dea Sihotang – Managing Water for Tourism
  4. Imama Lavins – WWD 2015: Mau Mencemari Sungai Indonesia dengan Berapa Milyar Bakteri Lagi?
  5. Indri Juwono – Ke Mana Air Ciliwung Mengalir?
  6. Lenny Lim – Peduli Lingkungan di Hotel
  7. Taufan Gio – Kelana Air
  8. Titi Akmar – Apa itu Ketahanan Air?
  9. Tracy Chong – 10 Waterfalls 10 Splashes of Experiences

13 thoughts on “Wisata Tasik Kenyir, Eco Tourism atau Ego Tourism Park?

  1. Ikan Kelahnya punya kumis ya… kerabat ikan lele jugakah? :hehe.
    Komersialitas dan konservasi bedanya menurut saya agak jauh. Tapi bukan berarti tidak bisa diselaraskan. Semoga saja tempat wisata itu bisa bertahan sebagai sarana konservasi, tidak komersilnya yang mengambil alih. Pun saya menyelipkan harapan semoga negara kita punya juga tempat wisata yang seperti itu (atau mungkin sudah ada cuma saya belum tahu? :hehe).
    Selamat Hari Air :)).

  2. Saya pun hampir berkomentar seperti Gara : Itu ikan lele, kak?

    Membangun wisata konservasi di tengah tempat konservasi sepertinya bukan ide yang buruk pada awalnya. Semoga memang daerah ini sebagai tempat kunjungan bisa memberikan kesadaran menjaga lingkungan untuk orang-orang yang datang ke situ. Justru bisa jadi tempat edukasi yang bagus untuk pelajar sehingga di masa muda bisa ditanamkan rasa mencintai lingkungannya. 🙂

    ‘Pengelola kawasan perlu mempertimbangkan bahwa kualitas air dan kelangsungan ekosistem di habitatnya dalam kawasan Tasik Kenyir terancam sebagai dampak kontaminasi dari polutan yang dikeluarkan oleh mesin-mesin yang berseliweran di sana.’
    Eh, ada mesin apa?

Leave a comment