Makna Integritas Natal bagi Seorang Pejalan


when you finally go back to your old home, you find it wasn’t the old home you missed but your childhood – [Sam Ewing]

Terkunci di tengah umat yang beribadah dengan pijaran mata yang meredup hingga 5 watt, sangatlah menyiksa. Konsentrasi memudar, mata kedap-kedip, lalu pura – pura memasang muka serius agar tampak menyimak pesan natal layaknya orang yang beribadah dengan sungguh. Alih-alih memusatkan perhatian pada kekusukan ibadah, malah menanggapi godaan bayu yang tak henti membelai permukaan kulit dengan lembut dan mengikutinya bersama angan menyusuri keping kenangan.

sejarah gereja toraja, toraja heritage, gereja jemaat rantepao
Gereja Toraja Jemaat Rantepao, gereja pertama di Toraja

Pernah mengalami seperti ini? JUJUR aja deh, SERING kan? 😉

“Buummmm!!” Suara benda jatuh mencium lantai dingin, memecah senyap yang tercipta dalam ruang ibadah di Minggu pagi itu. Konsentrasi memulih. Kupandangi buku tebal bersampul hitam yang tergeletak tak berdaya usai terjun bebas ke lantai itu. Semua mata di ruangan itu menatap tajam, beberapa mendelik dengan ekspresi terganggu.

“Ambil alkitabnya, dosa menjatuhkan alkitab,” bisik suara dari samping. Mukaku memucat. Badan kecilku menyusup ke bawah bangku meraih buku bersampul hitam itu, mengelusnya perlahan berharap bisa mengurangi dosa karena lalai hingga dirinya terjatuh.

sejarah gereja toraja, toraja heritage, gereja rantepao
Gereja Besar tampak dari samping

“Sial! hari pertama ingin tampak dewasa malah menimbulkan kekacauan!” aku menggerutu dalam hati, merutuki diri mengapa mengekor duduk di bangku paling depan menghadap mimbar dengan mereka yang merasa lebih dewasa? Benarkah dosa menjatuhkan alkitab meski jatuhnya tak disengaja? Bukankah dirinya tak lebih sebuah buku tak bernyawa, sama halnya dengan novel, majalah, atau buku pelajaran yang bisa saja menjadi sasaran dibanting-banting ketika kesal melanda?

Sedikit takut kuangkat kepala memandangi perempuan yang berdiri di atas mimbar. Intonasi suaranya tak berubah, ia sama sekali tak terganggu karena suara tadi. Pandangannya beredar ke seluruh ruangan hingga pada detik kesekian; mata kami bersirobok, ujung bibirnya ditarik membentuk senyum. Ah, senyum itu sedikit melegakan hati dan menahan diri untuk tak kabur dari ruangan dengan jendela tinggi yang besar-besar dan terbuka lebar.

bukit kasih rantepao, sejarah gereja toraja, gereja rantepao
Bukit Kasih tampak di latar belakang gereja

Berjalan kembali ke kota masa kecil adalah melihat sudut-sudut yang membentuk kenangan-kenangan. Beberapa tempat lebih berdebu dan letih sejak terakhir kalian melihatnya … kisah seorang kawan dalam Berjalan ke Masa Lalu.

Sempurna! terlebih semua kenangan itu menari-nari di depan mata, mengaburkan pandangan pada sosok yang dihormati umat yang hendak menyampaikan pesan dan kabar suka cita natal. Hanya ruang yang membuatnya berbeda. Putaran potongan kenangan terus berkelana sesuka hatinya bahkan saat sosok dalam balutan jubah hitam itu mulai menyelipkan Kabar Baik di hari natal.

Baca juga: Menyapa Pagi di Peristirahatan Antonie Aris van de Loosdrecht

Dia pun membuka sebuah lembaran lain dari kenangannya. Pada lembar itu tampak tapak-tapak kecil yang bersemangat berlari dan melompat di atas halaman berumput. Ada pekik sorak melihat bola sekepalan tangan dewasa yang terbuat dari kertas, diikat dengan karet gelang setelah sebelumnya diberi batu kecil di dalamnya sebagai pemberat; melayang ke sana ke mari. Keriaan mereka terhenti oleh langkah tergopoh bapak Koster, seorang lelaki berbadan tipis dengan mulut penuh berkomat-kamit menghalau mereka dari pekarangan gereja.

“Siapa yang suruh bermain di halaman gereja?”

Tak ada yang memberi jawab. Tanpa dikomando, semua menahan cekikan sembari menundukkan kepala lalu beranjak tanpa sedikit pun membela diri. Tak kapok, esok dan esoknya lagi tapak-tapak kecil itu terus kembali, datang dan bermain. Sesekali dengan bersemangat mereka meluncur ke lapangan rumput dengan menunggangi sepeda yang membuat bapak koster mencak-mencak. Mereka senang sekali membuat bapak Koster datang tergopoh-gopoh dengan suara meninggi.

ayam di puncak gereja, sejarah gereja toraja, gereja rantepao, toraja heritage
Ayam jago di puncak menara, simbol hidup baru.

Tiga puluh tahun berlalu, di sela-sela pekarangan berumput tempat tapak-tapak kecil kami dulu sering beradu, kini menyembul balok-balok semen. Di atasnya, berdiri berhadapan dengan bangunan uzur yang masih memperlihatkan sisa kegagahannya, jejeran tenda untuk menaungi umat beribadah. Ruang ibadah sudah tak dapat menampung umat yang meluap di setiap penghujung desember. Mereka yang kembali ke tempat ini untuk merenda kenangan masa kecil atau mungkin juga mengenang yang pernah bersama menapaki perjalanan masa.

Datang di saat ibadah sudah mulai berjalan, pilihan tempat duduk pun mau tak mau hanya pada bangku yang menanti untuk diisi dan … berhadapan dengan mimbar! Tentu saja bukan di deretan bangku terdepan karena tempat itu diperuntukkan bagi orang-orang penting di lingkungan gereja. Puji-pujian dilantunkan dengan irama yang terkadang cepat lalu mengalun seperti orang kepayahan. Lalu tibalah waktunya pendeta mengajak umat untuk membuka lembaran injil Yohanes sebagai bacaan pagi itu. Bersamanya lembaran kenangan lain pun terbuka.

Beberapa lapisan kulit bangunan uzur itu tampak terkelupas menahan terpaan panas dan dingin; namun wibawanya tak terkikis oleh gerusan jaman. Dan walau di sekelilingnya ramai bertumbuh bangunan yang lebih mentereng, sebutan untuknya tak berubah, Gereja Besar! Ia adalah simbol pembaharuan, perwujudan Kasih yang ditaburkan dan dimateraikan lewat sebuah penanda yang melekat di dekat ujung tangga pada sisi kirinya. Ditorehkan sebagai pengingat bagi generasi sesudahnya bahwa, peletakan batu pertamanya dilakukan oleh pendeta D.J van Dijk pada 18 September 1935. Van Dijk adalah pendeta yang menggantikan Anton van de Loosdrecht yang menjadi martir.

sejarah gereja toraja, van dijk, gereja toraja rantepao
Sebuah jejak yang abadi

Tak kalah seru dengan pendeta yang membaca Yohannes, mendadak nama Yohanes lain menyembul dari lembaran usang yang sering luput dari catatan perjalanan karena pergeseran jaman. Nama yang dijumpai pada satu kesempatan ketika menjenguk van de Loosdrecht di peristirahatannya beberapa waktu silam. Seperti pohon terang yang tak memerlukan lilin di siang hari, namanya perlahan semakin jelas terbaca di lembaran usang itu, Johannes Belksma!

Baca juga:

Ya, bapak pendeta guru Injil! Belksma adalah guru Injil yang mendampingi van Dijk memberitakan Kabar Baik ke seantero bumi Lakipadada. Belksma memperjuangkan dibukanya sebuah sekolah agama tempat membina kader gereja, penerus misi yang sebelumnya telah ditanamkan oleh pendahulunya, van de Loosdrecht. Pantang undur meski beberapa bentuk sekolah yang diusulkan ditampik oleh konsul Zending karena orang Toraja dianggap belum siap untuk menyerap ilmu pada jenjang tersebut. Akhirnya sebuah tempat pendidikan dan latihan guru tingkat desa dibukanya pada awal 1917. Kesetiaan pada iman dan integritas membuat para zending itu menjalankan pelayanannya membagikan Kasih Tuhan dengan suka cita meski menghadapi banyak rintangan. Ditolak bahkan harus kehilangan nyawa jauh dari tanah kelahirannya.

martir toraja, misionaris pertama ke toraja, johannes belksma, sejarah gereja toraja
Tempat peristirahatan terakhir Johannes Belksma

Tak ada sesuatu yang terjadi secara kebetulan. Seperti membaca lembaran kenangan yang siap ditutup, pendeta mengakhiri khotbahnya … Jadilah manusia yang berintegritas! Melalui keluarga kita bangun pribadi yang mengalami perjumpaan dengan Allah, manusia baru yang memiliki potensi, sikap dan kesetiaan pada jalan kebenaran. Selamat hari Natal.

Umat pun bersalaman, satu dua saling menempelkan pipi memberi ucapan selamat sembari melantunkan pujian:

hevenu shalom Aleichem
hevenu shalom Aleichem
hevenu shalom Aleichem
hevenu shalom, shalom, shalom Aleichem

Perkembangan jaman membuat orang berpikir lebih praktis. Tak menjadi kewajiban pula untuk menenteng alkitab ke rumah ibadah atau tempat kebaktian, karena itu adalah sebuah pilihan bukan? Ia pun tersingkir oleh kehadiran gawai dengan ragam aplikasi yang lebih menarik untuk disusuri. Ketika alkitab tak lebih dari pajangan yang terabaikan dan jarang disentuh bahkan terhimpit di antara tumpukan buku tua; apakah itu juga sebuah dosa? Lalu dengan apa dia ditebus agar terbebas dari noda? saleum [oli3ve].

Advertisement

10 thoughts on “Makna Integritas Natal bagi Seorang Pejalan

  1. Hari raya dan pulang, dua tema yang membangunkan memori nostalgia. Karena menurut saya, yang paling bisa menerima kita tanpa prasangka apa-apa cuma dua: Tuhan dan keluarga.

    Selamat Natal.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s