Jelang pk 15.00, bus yang kami tumpangi berhenti di seberang Museum Kata. Bak rombongan anak TK yang sedang berdarmawisata, seisi bus berdiri tak sabar untuk segera meluruskan kaki dan berlarian mencari sesuatu yang menarik perhatian di tempat bermain yang baru dikunjungi.
“Bapak Ibu diberi waktu selama 10 menit di sini sebelum kembali ke bus!’ teriak petugas yang mengawasi anak-anak TK itu.

Whaaaaaaaaatttttttttttt? Dapat apa 10 menit di museum?! Mendadak serombongan lebah berdesing, berputar-putar mencari landasan untuk mendarat di kedua belah kuping.Sungut-sungut terdengar dari bibir-bibir mereka yang menuruni tangga bus namun tak ada kata protes yang melayang di siang terik itu. Entah, mungkin lelah menyumbatnya di tenggorokan.
Kupacu langkah menuruni tangga bus dengan kepala dipenuhi tanya mencari sasaran tuk memuntahkan serapah ketika samar suara oma Maya Angelou mengalun lembut bak air es membekukan ubun-ubun yang mulai memanas,”My dear, what you’re supposed to do when you don’t like a thing is change it.”
“Butttttt … ,“belum usai protes yang saling beradu menambah pening di kepala suara bijak Oma kembali mengalir menenangkan hati .
“Hey c’mon … If you can’t change it, change the way you think about it. Don’t complain. Don’t let anyone ruin your day.”
Baiklah, satu menit sudah habis hanya berkeluh kesah. Aku tak ingin sisa sembilan menitku berlalu percuma. Bergegas kususuri ruang demi ruang museum, mengikuti arahan hati mencari tempat berdiam diri sejenak.

Di ruang depan kutatap sekilas gambar besar Ikal menangisi perpisahan dan keputusan Lintang karibnya, meninggalkan bangku sekolah. Saat kaki mulai larut menikmati sudut ruang itu, hati berteriak mengingatkan. Tak banyak waktu lagi, tak perlu berlama-lama menatap satu demi satu tulisan bergambar yang terpajang di setiap ruang! Sesal dan kesal membangun kekuatan menggempur relung kalbu. Taklah mudah menepis pemberontakan itu, bertempur dengan kekuatan nurani sendiri. Maka kuajak mereka berdamai, membawanya berjalan-jalan menikmati bangunan di sisi kanan museum.
Museum Kata dibangun oleh Andrea Hirata, penulis novel Laskar Pelangi pada 2010 dan mulai dibuka untuk umum, November 2012. Pengunjung tak dikenakan biaya masuk museum. Namun karena teramat fokus pada tenggat waktu si pengawas; lupa kusematkan selembar dua ribu rupiah ke dalam kotak yang tersedia di serambi depan tuk dana kebersihan.

Di ruang Buku Jendela Dunia, asaku menggelora, hasratku membahana. Kemana perginya mimpi-mimpi yang bertahun kau rajut itu? Aaahh, tak jua kau pahami diriku berpacu dengan waktu. Sejenak kubiarkan anganku tenggelam di sudut ruang waktu; bermain-main dengan bayangan dirimu yang selalu bangkitkan gairah tuk berbagi langkah.
Aku hanya ingin berdamai dengan nuraniku sendiri. Mencoba memahami hasratnya yang tak terkendali dan berterima kasih pada setetes harap yang kau sematkan sebagai pembangkit semangat untuk menempuh esok.

Pada hati yang setia menemani berbagi suka dan duka, kuberikan tanda kasihku. Pada jiwa yang terkadang digelayuti egosentris kucoba berbagi kata, mengenalkannya pada dunia di luar dirinya agar tak terkungkung dalam palungnya.
Kepada raga dengan segala jerih lelahnya setia menopang dan menemani perjalanan kupersembahkan secangkir kopi hitam yang pahit agar tetap tersadar, hidup ini penuh dengan warna. Pahit yang mengalir ke dalam saluran cerna dan jalan berliku yang dijumpai, kan melatih ketegaran dan kesabaran. Membuatnya tetap terjaga untuk tak pongah memandang sekeliling.

Bersyukurlah ketika masih diberi waktu memupuk mimpi dan membangun harap, meski jalan berliku harus ditempuh; karena engkau tak pernah tahu kapan waktumu tiba. Di hadapannya yang agung; kuulur pintaku: bantu aku kembalikan kataku yang hilang. Rindu hadirmu di ruang kata. Saleum [oli3ve].
Pas main ke Belitong, museum ini blm ada dan Belitong belum riuh. Aku jd tersentil lho sama kata2 Pak Cik Andrea Hirata yg bilang klo museum ini sebenernya utk rumah berkarya dan apresiasi sastra, tp yg dateng kebanyakan cuma mau foto2 hahaha #makjleb 😀
Mungkin itu sebabnya, pas diajak ke sana cuma dikasih waktu 10 menit. Gilaaaa! Di kuburan aja bisa 2 jam, masa masuk musium cuma 10 menit?? Tp pas di sana emang banyakan org poto2 aja sih *sayang ya*
Cakeppp… tapi jadi penasaran cara bagi waktunya mbak Olip buat cari spot foto bagus, baca buku dan keliling museum hahaha… dan berkat tulisan ini jadi kepingin segera ke sana deh… *ngarep sponsor* 😀
pakai formula 5W1H Lim 😉
Hiduplah dengan hatimu, bukan pikiranmu. Hati akan membawa pikiranmu ke mata air, pikiranmu akan membawa hatimu ke jalan yg tak berujung – [Gol A Gong]
Ngena banget kata-kata dari Gol A Gong nya 🙂
Tautan profil #TBI sudah kuberikan ke pak Basuri untuk dilirik satu-satu koq Lim
I do my part, let God do the rest ya 😉
Thank u so much mbak Olip 🙂
Minggu lalu ke musium juga di kasih waktu 15 menit sama penjaganya karena udah mau tutup buat jumatan…jadi kurang bisa menikmati, mana camera ngadat lagi..
bagi penikmat sejarah, berkunjung ke musium dgn waktu di bawah 1 jam itu kurang banget yak kk Indra
habis jumatan nggak balik lagi?
Saking singkatnya kunjungan, jadi gak bisa eksplor semua ruangan, akhirnya murni jadi turis, just taking pictures not the essence of it :’|
*musti balik lagi*
turis nyasar, balik laginya request sama ko yuyuuuu 😉
btw saking pengen ngopi di kedai khupi kuli minumnya pun buru2
jadi dapet apa 10 menit di museum mbak? -_- *pengen jitakin yg bikin rundown hehehe
kekurangan ikut grup visit ya gitu Is, dibatasi waktu. yg bikin itin itu tuuuuh si #tetoooot 😉
ooooh…. *bengong 😀
Iyaaa…gak puas banget di museum ini. Harusnya minimal 1,5 jam 😀
nahhhh betul betul betuuuuul
buat dirimu, kk Badai, Zou & diriku 1.5jam bisa puas bingiiitz
*lamaan aku nunggu krn ditinggal makan Mey*
Aduuh, cuma 10 menit. Tapi tetap dapat yang baru ya, Kak. 🙂
iya mak, pengalaman barunya: BARU kali ini masuk musium cuma 10 menit!
10 menit buat ngambil foto ngga puas
10 menit klo cuma buat poto2 asal lalu pergi sepertinya cukup..hehe
Tp masuk musium cuma 10 menit? kuraaang
Belom pernah ke Belitong, waktu ada kesempatan daftar tour gratis itu, aku gk ikut krn bentrok waktunya sama festival takabonerate. Baca-baca ini, malah jd menumbuhkan lagi rindu ke Rumah Dunia. Belajar lagi, supaya bs nulis lbh baik, juga supaya lbh banyaak ilmu kehidupan dr master bs diserap, sementara masih merindukan Belitong. Moga takdir ba membawaku kesana