The traveler sees what he sees, the tourist sees what he has come to see – [Gilbert K. Chesterton]
Tiga jam penerbangan Cengkareng, Jakarta – Suvarnabhumi, Bangkok dengan Thai Airways cukup melelahkan, terlebih karena malam sebelum keberangkatan masih bergelut dengan urusan kantor hingga larut. Jadilah satu setengah jam perjalanan darat Shuvarnabumi – Pattaya yang diguyur hujan senja lebih banyak diisi dengan tidur – tidur ayam dalam bus.

Paduan cuaca dan perjalanan yang sukses menggelandang hayalku pada hadirmu. Teringat anganmu menyusuri setiap sudut kota Pattaya, ingin melihat dari dekat kehidupan malamnya meski berkali kuungkap Pattaya tak pernah tercatat sebagai destinasi impian dalam daftar antrian (mimpi) perjalananku. Dirimu tak lelah mengumbar promosi wisata Pattaya ‘bak Putri Pariwista Thailand.
Jelang pk 21.00, usai menikmati makan kemalaman di The Bayview tempat meluruskan badan,kuayun langkah ke Pattaya Road. Yah, disinilah aku berdiri, di kota yang dijuluki sebagai surga fantasi para lelaki, surga wisata kuliner dan surga wisata belanja; destinasi mimpimu, Pattaya.

Mimpi yang mengingatkanku pada apa yang diungkapkan Agustinus Wibowo dalam Titik Nol: Makna Sebuah Perjalanan … setiap pejalan punya satu titik yang ingin dicapainya, punya mimpi yang ingin diraihnya dan punya makna yang ingin ditelusurinya sadar ataupun tidak.
Di era 1960’an Pattaya hanyalah sebuah kampung nelayan kecil yang dijadikan sebagai tempat bersantai serdadu Amerika sembari menunggu jemputan pulang atau bertugas semasa perang Vietnam. Kini, Pattaya yang terletak di Propinsi Chonburi, Thailand ini termasuk salah satu destinasi utama Negeri Gajah Putih dengan 4 juta angka wisatawan berkunjung setiap tahunnya.

Tak punya tujuan yang jelas, kaki diseret mengikuti derap langkah – langkah yang bergegas ke Pattaya Night Bazaar di seberang The Bayview. Sekedar mencuci mata, keluar masuk kios yang ada tanpa ada niat untuk tawar menawar barang apalagi membeli. “Pattaya mahal, belanjanya nanti di Bangkok aja,” terdengar beberapa celetukan yang makin memantapkan hati, memperteguh iman. Paling tidak lembaran baht yang tak seberapa terselip di dompet aman meringkuk dalam pelukan Onye, backpack yang menemani jalan malamku.

Roda kehidupan baru benar-benar bergulir kala malam mulai menggelinding di Pattaya. Makin malam semaraknya kian menggelora. Tengoklah setiap sudutnya, dari jalan besar hingga ke gang-gang kecil gemerlap lampu dan hentakan musik tak henti mengalun diseling sapaan menggoda dari perempuan malam yang tak sungkan menawarkan jasa.
Di seberang jalan, sekelompok perempuan duduk selonjoran menanti tamu di depan panti pijat yang sepi pelanggan. Mengusir bosan dengan melinting ujung kain pembungkus badan sambil melontarkan lelucon yang mengundang tawa di antara mereka. Tak jauh dari sana, dentuman musik membahana mengiring liukan erotis tubuh empat perempuan muda yang dibalut busana super minim.



Meski sudah terbayang bagaimana roda kehidupan malam bergulir di sini, tak urung kerongkongan yang kering tersedak melihat adegan dewasa tersaji langsung di depan mata saat menyusuri Walking Street Pattaya. Seorang perempuan dengan busana merah ketat sebatas lutut menggelinjang jatuh ke pelukan lelaki bule bertubuh tambun yang duduk di pojok sebuah bar & resto kecil di bibir jalan. Tak peduli lalu lalang manusia di sekitarnya, tawa kegirangan mengalir tiada henti dari mulut mereka. Inikah bagian dari kehidupan malam yang tak mengenal batas itu?


Di tengah lalu lalang pejalan yang memadati Walking Street, kepala mulai menari membandingkan negeri ini dengan kampung sendiri. Berdasarkan data dari Tourism Authority of Thailand (TAT) target kunjungan wisatawan ke Thailand di 2014 sebesar 28,01 juta dengan target pendapatan dari pariwisata sebesar 1,326 triliun Baht. Beda – beda tipislah dengan Malaysia yang menargetkan 28 juta turis mancanegara dengan pendapatan sebesar RM 75 milyar.


Apa yang salah dengan Indonesia? Betapa gregetannya saat berada di Penang akhir 2013 lalu mendapat pesan singkat dari seorang kawan kalau Menparekraf menurunkan target kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia dari 10 juta menjadi 9,5 juta saja. Yaaa, masih unggul dikit sih di atas Penang yang menargetkan 5,5 juta wisatawan mancanegara dan Terengganu di pesisir Malaysia yang berani menargetkan 5 juta kunjungan di tahun ini. Meski situasi dalam negeri Thailand yang memanas beberapa bulan kemarin berdampak pada penurunan jumlah pelancong yang bertandang ke Pattaya; pemerintah Thailand tak kehilangan akal untuk menggenjot kembali promo wisatanya.


Tdziiiiing! Suara songthaew yang berlarian di jalan membuyarkan lamunan sesaat. Rupanya lelah telah mengajak pikiran bertualang berkepanjangan menggapai satu titik dalam memandang dunia pelancongan di kampung sendiri dari kampung tetangga. Titik yang membangkitkan rasa greget pada negeri sendiri.
Jalan sepanjang 2 km itu kususuri hingga menyembul di sisi bar yang dipadati perempuan penghibur namun sepi pengunjung. Suara sorak-sorai terdengar dari bagian tengah bar tempat digelarnya pertarungan Muay Thai. Kerongkongan semakin sepet, mata sudah kehilangan pijarnya dan kaki mulai pegal. Pada seorang ibu penjaja jus di pinggir jalan, kutukar 20 Baht dengan sebotol jus jeruk yang membuatku sedikit terjaga. Aaaah, surga itu kureguk lewat sebotol minuman pelepas dahaga yang mengalirkan energi baru.


Dan sekarang, apakah yang kunanti-nantikan, ya Tuhan? KepadaMulah aku berharap – (Mzr 39:8).
Kembali ke kamar hotel, sejenak berdiam menikmati hangatnya air pancuran, membiarkannya mengalir di sekujur tubuh, menyegarkan badan yang seharian lekat dibanjiri keringat yang mengering terkena hembusan pendingin dalam bus. Mensyukuri berkatNYA atas perjalanan ini. Aku tak pernah bermimpi ke Pattaya, tapi DIA menuntun langkah ke tempat ini, meski sempat meminta pertukaran destinasi ke Hua Hin.


Pada akhirnya kembali disadarkan; sebuah perjalanan akan membawa kita untuk lebih menyelami diri sendiri dalam memaknai setiap langkah yang diayun untuk melihat sesuatu yang lain di luar pekarangan sendiri, mengingatkan hati untuk belajar bersyukur atas setiap berkatNYA yang luar biasa. Dalam lelap kubangun anganku tuk mengajakmu menyusuri jejak yang kutinggalkan di sini. Meski tak sabar berbagi kisah denganmu, perlahan harus kutepis rindu yang kembali membuncah. Sawasdee kha! Selamat malam Pattaya. Saleum [oli3ve].
Aku paling suka jajanan shushinya yang di pinggir jalan. Murah meriah! 😀
Hehehe .. aku malah nggak jajan macem2 tp nanya2 sama yg jual pakai bhs tarzan
Gagal beli kondom unik di Thailand itu rasanya gela pisan >.<
Antara malu karena pergi ama temen, next time kudu beli kondom macam warna biar nggak gela hahaha *semoga komen ini nggak dibredel* 😛
besok kalo ada yang ke sana titip aja, kan tinggal diraup dari pajangannya di 7-11 😉
Hahaha. Bacanya pake mata roh, kak. Niscaya bisa tetep ngerti XD
Bersyukur banget bisa ke Pattaya gratis, kak. Meski bukannya ke Hua Hin. Banyak lho yg pengen kayak kakak *sindir diri sendiri*
Udah sana ikutan Let’s Try IRAN, siapa tahu lho 😉
Pataya yang bikin gempor
sya sama teman sy rencana tahun depan mau berkunjung ke bangkok, sekalian juga nanti mau ke pattaya. mohon sarannya yg dianggap perlu mbak biar gak sia2 kunjungan kami tsb hehe
batasan yg dianggap perlu apa dulu nih mas?
kalo saran saya, tentukan dulu minatnya mau kemana? mau lihat pantai, tempat bersejarah, sekedar main atau apa? nah, dari sana buat itinerary yg disesuaikan waktu perjalanan & destinasi yg ingin dituju. info lainnya bisa dikumpulkan lewat browsing seputar target destinasinya
thx sudah mampir ya