“Dasar Jawa, nggak bisa makan tanpa kecap!” seloroh seorang kawan ketika melihat seorang kawan yang lain sibuk mencari kecap saat hendak menikmati santap siang. Bagi sebagian orang, kecap adalah pembangkit selera dan napsu makan. Karena terbiasa demikian, kawan ini pun merasa ada yang kurang dengan makanannya sebelum dibubuhi kecap.
Kecap mengingatkan saya pada masa kecil yang doyan makan bubur putih hanya dibumbui dengan kecap manis atau suwiran gula merah. Kebiasaan makan bubur putih ini terus berlanjut hingga sekarang, meski tak harus berbumbu kecap or gula merah.

Ngomong-ngomong soal kecap, saya jadi teringat satu kunjungan ke kawasan Pasar Lama Tangerang untuk survey lokasi kegiatan yang akan dilakukan di Museum Benteng Heritage (MBH) dan sekitarnya beberapa waktu lalu. Saat pamit, oleh pengurus MBH kami masing-masing dibekali dengan sebotol kecap. Ini bukan kecap biasa karena kecap ini adalah produksi rumahan yang sudah ada semenjak 1882, Kecap Benteng No 1! Orang menyebutnya Kecap Istana atau Kecap cap Burung. Kenapa bawa-bawa benteng? Karena kecap ini asli produksi warga keturunan Tionghoa yang akrab dikenal dengan nama Cina Benteng.
Usaha rumahan yang dirintis oleh Teng Hay Soey ini, sampai hari ini pengolahannya masih dilakukan dengan cara tradisional di satu rumah yang sudah dimakan usia yang mereka sebut pabrik. Sayang karena hari itu hari Minggu, pabriknya tutup. Kami hanya bisa jinjit dan mengintip ruangan dapurnya dengan menggunakan kamera.


Saat berjalan-jalan di sekitar pasar pagi sembari mencuci mata dan mencari makanan untuk mengganjal perut, kami menemukan kecap lain yang kemasannya berbeda. Pada kemasannya pun tertulis Kecap Benteng dengan inisial SH di bagian bawahnya. Kecap SH, orang biasa menyebutnya demikian, adalah “adik” kecap tulen! Kecap SH (= Siong Hin) adalah kecap dari pabrik kecap yang dirintis oleh Lo Tjit Siong pada 1920.


Dari segi rasa ada yang mengatakan kecap SH lebih gurih di lidah, di samping itu jika hendak dibawa sebagai buah tangan akan lebih enteng karena memiliki kemasan botolan plastik kecil serta kemasan isi ulang. Sedang kecap Istana hanya diproduksi dalam botol beling ukuran 620ml.
Pada kunjungan berikutnya ke MBH, kami disuguhi Nasi Ulam yang masih hangat dengan potongan ayam goreng di atasnya. Meski bukan pencari kecap untuk bangkitkan selera makan, saya mengikuti petunjuk dari tuan rumah untuk mencocol ayamnya ke dalam kecap untuk mendapatkan sentuhan rasa yang aduhai. Dan …. begitu daging ayam yang telah dicocol ke kecap tulen menyentuh ujung lidah, rasanya tak terkatakan. Asli, nikmat banget! Selamat berkhayal dengan kecap, saleum [oli3ve].
baru tahu ada museum kecap di tangerang, sedap
bukan museum kecap Win, museum benteng heritage tapi di sana juga jualan kecap tulen itu. pabriknya tetanggan 😉
Saya nunggu tauco… ampas kecap berupa rendaman kedelainya. Saya tertarik di industri kecap tentang fermetasi/peragiannya. Yang menarik adalah mikroorgisme (khamir, bakteri) yang asli dan turun temurun ada di tempat itu, sehingga tak perlu lagi menambahkan mikroba lagi. Hebatnya mikrona asli adalah penentu kualitas citarasa dan aroma. Coba saja pabrik ini pindah, pasti hasilnya akan beda. Makanya banyak pabrik serupa yang enggan pindah. Itu diskusi saya dengan dosen saya yang disertasinya tentang kecap.
Sayang mba Olyvia ngga nyentuh ranah ini 😦
dulu belajar soal mikroba waktu doyan bio jaman SMA, sekarang lupa2 ingat haha
nanti kalo berkesempatan ke sana lagi aku cari deh yang punya pabrik dan tanyain prosesnya. kemarin cuma dengar kisahnya dari pak Udaya sang pemilik MBH yang sampai naik2 ke atas langit2 pabrik untuk mencari dokumentasi perjalanan bersejarah kecap benteng ini
Kalo gitu saya di ajak dong hehehehe…. :p
mariiiii 😉
Tlg tny kecap benteng pake sari udang ma msg ga ya? Soalnya buat yg vegan takut tdk boleh di konsumsi krn tdk vegan,.
nanti kalau ke sana lagi ditanyakan ya
ini juga kecapkuuu… pabriknya wangiii..kalau berangkat dan pulang sekolah lewat pabriknya kecium wangi kecap
iya, wanginya hmmm … ,ingat jaman sekolah donk bu Seno
Iya Olive… pastinya 🙂
Ibu seno punya no telp pabrik kecap yg d tangerang bu
Gak punya Mbak Novi
hihihi..dulu di sangka orang awa juga gara2 nanyain kecap pas di Bali..
hehehe …orang dari pulau Jawa kk Indra
Ada sate B2 di Tangerang? Wah pengen….
menggoda ya, apalagi mewangi aromanya pas dikipas2 wuiiiih
Selama hidup di Pulau Jawa, saya jarang-jarang bisa menikmati daging B2. Kalau pas ada gitu, kayak orang ga makan seminggu. Main serbu aja…
Wah, legend banget pasti ini kecap ya?
saya juga kadang agak aneh kalo makan tidak nemu kecap… 🙂
Perlu nyobain yg ini masN rasanya yummmmmmmm
The legend of kecap,
baru tau ada kecap dengan merek yang tempo doeloe.
inget jaman kecil saat cuman makan lauknya tahu yang dipotong dadu, trus dilumuri kecap dan ditaburi bawang merah…..lauk favorit kalo ditinggal oranng tua
wow seru juga bahas tentang kecap ini ya. btw, alamatnya dimana ya? ada yg bisa share? tks
Di Museum Benteng Heritage, Pasar Lama Tangerang mas Daniel. Pabriknya nggak jauh koq dari museum
Maaf saya punya produksi gula merah klw boleh tau cara pengiriman gula ke pabrik kecap sh ke siapa menghubunginnya iia.
langsung hub ke sana aja mas
SAYA DI BANDUNG, KESULITAN UTK MEMBELI KECAP SH…KRN SDH PERNAH MENCOBA KE BEBERAPA TOKO …MRK TIDAK MENJUAL KECAP SH…