Beberapa waktu yang lalu seorang kawan pernah berbusa-busa mencoba menerangkan satu destinasi di luar sana demi menarik perhatian beberapa kawan untuk bergabung bersamanya ikut tur ke tempat impiannya. Sangat disayangkan ketika saya tanya apa alasannya mengambil paket wisata yang konon murah itu, jawabannya adalah,”semua orang pergi ke sana … kenapa kita tidak? tempatnya pasti bagus.”
Di lain kesempatan yang berbeda ketika sedang bersiap untuk mudik, seorang kawan yang lain berkomentar,”aduuuuh, udik banget sih loe! liburan kok mudik? liburan itu jalan-jalan ke luar negeri atau kemana kek yang jauh bukan mudik!”
Benarkah traveling hanya sebatas gambaran kedua kawan saya di atas? Tergantung dilihat dari sudut pandang siapa. Secara umum, banyak orang yang beranggapan bahwa traveling itu, [harus] pergi jauh dari rumah ke satu tempat yang sedang gencar dipromosikan dan ramai dikunjungi orang, membuat foto diri di salah satu ikon destinasi tersebut lalu menyebarkannya di media sosial sebagai bukti eksistensi diri.
Traveling (atau bepergian), pengertiannya sangat luas. Melangkah keluar dari pagar rumah itu sudah dikategorikan sebagai traveling. Lalu tujuannya kemana? Belanja ke supermarket di dekat rumah, mencari sarapan di komplek tetangga, berangkat ke tempat kerja dan lain sebagainya. Itu sih sudah biasa, mau lihat apa lagi? Hmmm …. baiklah, coba perhatikan kedua gambar berikut, apakah untuk menikmati perjalanan ini harus jauh-jauh dari rumah?


Gambar pertama adalah salah satu kegiatan akhir pekan yang sering saya lakukan bersama beberapa kawan yang tergabung dalam grup yang kami namakan SelSin (= Seli Sinting). Kenapa Selsin? Apakah anggotanya memiliki kelainan jiwa? Mungkin, jika ditilik dari sudut pandang orang yang memilki minat yang berbeda dengan mereka. Anggota Selsin dipertemukan lewat kegiatan di Komunitas Sahabat Museum (BatMus) yang kemudian menjadi dekat satu dengan yang lain karena memiliki minat dan kesenangan yang sama. Tertarik belajar dan menikmati sejarah dengan cara yang berbeda, senang mengayuh sepeda, penikmat fotografi serta doyan mencicipi kuliner khas daerah membawa kelompok ini menjadwalkan kegiatan akhir pekan bersama untuk melepas penat setelah seminggu diisi dengan rutinitas di kantor.
Berbeda dengan para pengayuh sepeda lainnya yang senang berkumpul dan berkegiatan di sepanjang Sudirman – Thamrin ketika datangnya Car Free Day, Selsin memilih untuk menjauhi kawasan padat tersebut. Coba bayangkan, apa enaknya sebentar-sebentar menarik rem tangan saat mesti antri berdesakan dengan kumpulan manusia yang memadati jalan raya? Pilihannya pun dibuat berbeda dengan membuat rute perjalanan sesuka hati misalnya Jalur Sinting G30S, Jalur Sinting Keliling Indonesia, Jalur Sinting Kota Tua, Jalur Sinting Menteng Tempo Doeloe dan lain sebagainya. Apa yang didapat? Badan segar, otak terasah, perut kenyang dan hati yang gembira. Dengan cara seperti inilah kami menikmati, menumbuhkan dan terus mencintai Indonesia.
Gambar kedua adalah pemandangan di sekitar rumah kawan yang dengan senang hati membukakan pintu rumahnya untuk kami beristirahat ketika transit di Semarang. Pagi hari sebelum beranjak ke bandara, masih dengan pakaian tidur kami diajak berkeliling komplek menikmati sejuknya alam dan berjalan kaki menyusuri danau buatan. Setelah lelah, kami beranjak untuk mencari makanan sebagai pengganjal perut menikmati sarapan masih, di dalam kawasan yang sama. Satu bukti, tak perlu jauh-jauh dari rumah untuk menikmati sebuah perjalanan yang menyenangkan dan berkesan bukan?
Bagaimana dengan mudik? kenapa mudik bagi sebagian besar pemudik tidak dapat dinikmati sebagai ajang untuk berwisata. Satu kebiasaan yang dilakukan secara monoton lama-lama membosankan. Hal yang sama berlaku pada kebiasaan mudik yang dilakukan ketika hari libur menjelang. Hebohnya persiapan mudik dari mencari tiket murah hingga belanja oleh-oleh untuk keluarga di kampung sudah menguras tenaga sendiri. Rasa capek semakin bertambah saat perjalanan mengalami hambatan karena macet dan beragam kendala lainnya. Sampai di tujuan, kesibukan menerima kunjungan keluarga membuat kita kehabisan waktu hanya bercokol di sekitar rumah tanpa sempat kemana-mana hingga tiba waktunya untuk pulang. Kelelahan pun bertambah saat perjalanan pulang hingga menjejak di rumah, membongkar barang-barang bawaan lalu kembali tenggelam dengan rutinitas sehari-hari. Akhirnya, yang tersisa dari perjalanan tersebut hanyalah LELAH.
Masih meragukan perjalanan mudik bisa menjadi ajang wisata untuk menikmati Indonesia? Bagaimana dengan dua gambar berikut? (mohon maaf, gambar ini sedikit menyalahi ketentuan untuk tidak pamer foto diri hehe)
Setiap mudik saya selalu mempersiapkan itinerary (agenda perjalanan) layaknya seorang pejalan yang hendak bepergian ke satu daerah. Hal ini saya lakukan demi mengatur waktu dan kegiatan apa saja yang bisa dilakukan di sela-sela acara wajib berkumpul dan temu kangen dengan keluarga besar.

Dua gambar ini sengaja saya dokumentasikan ketika mudik ke Toraja dan Aceh. Satu pagi, saat suasana masih berkabut dan orang-orang masih senang untuk meringkuk di dalam selimut ketimbang bergerak untuk mencari kegiatan di luar rumah; saya meraih jaket dan melangkahkan kaki menuju sebuah bukit tak jauh dari rumah orang tua saya. Dari atas bukit ini saya dapat menikmati keindahan alam kota kelahiran saya, menikmati burung-burung yang asik bersenda gurau beterbangan dengan riang di luar sarangnya, merenungkan betapa besar cinta Tuhan dalam hidup ini dan mensyukuri anugerahNya karena masih diberi kesempatan untuk menghirup segarnya udara pagi.
Ketika gambar di atas saya bagikan ke kawan-kawan lewat media sosial, kawan yang sebelumnya menyebut saya udik mendadak mengubah pernyataannya dengan kicauan kagum, “OMG, itu kampung loe? kalo mudik lagi ajak gw donk ke kampung loe!”

Cobalah ayun langkahmu, temukan sesuatu yang unik dan nikmati apa yang tersaji di sekitar tempat tinggalmu. Indonesia ini luas dan unik kawan, selama masih ada kesempatan; nikmatilah beragam budaya dan kekayaan alam negerimu sepuasnya. I change my way I SEE Indonesia, salam pejalan [oli3ve].
*****
Tulisan ini diikutkan kompetisi blog Ekspresikan Indonesiamu, dalam ajang Kompasianival 2013.
Olive memang berbeda…. 🙂
gitu ya bu Seno, untung gak bilang sakit jiwa 😉
gak ada pose sepatu ya mbak hehehe
sesekali pose muka donk hahahaha
Hahaha iya lah masa kaki mulu.
Suka tulisan ini. Mudik memang perjalanan yang menyenangkan, tergantung bagaimana seseorang menikmatinya. 🙂 Salam kenal mbak. Blognya menarik. 🙂
-Jojo
setuju sama Olive
emang harus cermat .., keindahan ada di sekitar kita kok..
di pinggir jalan aja banyak yang bisa diamati, entah tanaman, hewan2 kecil atau tingkah laku orang lain…, itu juga udah wisata menurutku
Wue… lain kali lari aja kaya saya.. jalan ding…
Couldn’t agree more! *kemudian mudik ke Bintan*