Siang tadi seorang kawan mendadak memanggil nama saya untuk memberi penjelasan benar tidaknya keterangan yang disebutkan pada sebuah gambar yang diunggah dan menjadi perbincangan di media sosial seharian tadi. Pada gambar tersebut si pengunggah memberi keterangan berikut:
*foto yang anda lihat ini adalah jenazah seorang perempuan (berbaju biru) yang dikondisikan oleh keluarganya untuk berjalan sendiri menuju makamnya, dengan menggunakan mantra tertentu. walau tak lagi kerap dilakukan, tetapi ritual ini terjaga hingga kini.*
Di bawah keterangan itu ditambahkan sebuah tulisan dengan judul yang ditulis dalam huruf besar RITUAL MAYAT BERJALAN (ALUK TODOLO) TORAJA BARAT, MAMASA.
Sebagai anak Toraja yang lahir dan besar di bumi Lakipadada, Tondok lan Lilikna Lepongan Bulan Gontingna Matarik Allo; gemes juga melihat gambar dan keterangan pada gambar yang tidak sesuai dengan konteksnya. Akhirnya turut meninggalkan komentar pada gambar tersebut,”Hadeeeeeeeeuuuuuuuuuh, ini acara Ma’Nenek alias ritual bersih kubur BUKAN mayat berjalan.”

Si pengunggah membalas dengan memberikan penjelasan kalau ma’nene itu di Mamasa (Toraja Barat) sedang gambar yang dia unggah terjadi di Toraja. Kenapa saya jadi gemes untuk memberi komentar pada gambar yang dibagikan ke sana kemari yang membuat banyak orang terkagum-kagum sampai bingung ini?
Gambar yang beredar tadi sebenarnya pernah saya bagikan di Multiply TIGA tahun yang lalu, catet … TIGA tahun lalu! hasil kiriman seorang keponakan. Kalau diperhatikan dari potongan gambar yang dibagikan di FB, saya bisa memastikan itu adalah gambar yang sama yang dulu saya bagikan di MP. Gambar aslinya, di sebelah kiri ada dua tangan yang memegang HP tapi saya krop. Dan, karena kala itu sedang seru-serunya acara Take Me Out di salah satu stasiun tivi, maka postingannya pun diberi judul yang sama. Sayang karena waktu itu masih sering lupa untuk menambahkan watermark pada gambar dan lagi karena gambar tersebut bukan hasil bidikan sendiri jadi nggak perlu diaku.
Ritual bersih kubur atau dalam bahasa setempat disebut ma’nenek memang masih dijalankan oleh sebagian kecil masyarakat Toraja di daerah tertentu. Mengenai hal ini pun pernah saya bagikan lewat sebuah tulisan Ma’Nene, Tradisi Bersih Kubur ala Toraja; di Kompasiana Agustus 2012 yang lalu .
Sedang tentang mayat berjalan, dahulu kala memang pernah ada dan dilakukan oleh mereka yang menganut kepercayaan aluk todolo di daerah Mamasa, sebuah wilayah yang berbatasan dengan Toraja. Saya ingat waktu masih duduk di bangku SD seorang saudara saya pun pernah bercerita tentang hal ini ketika kampungnya dilalui oleh mereka yang mengiring jenazah berjalan ke kampung halaman.
Tradisi ini sudah TIDAK dilakukan lagi semenjak masuknya para ulama menyebarkan agama Islam dan para zending yang membawa ajaran Kristen. Menanggapi gencarnya penyebaran gambar mayat berjalan di media sosial setahun yang lalu, kawan saya Muhammad Armand, dosen di Universitas Hasanuddin; menayangkan tulisan di Kompasiana meminta untuk meng-Hentikan Kisah Mayat Berjalan di Mamasa.
Satu pertanyaan yang acap kali menghinggapi ketika berkenalan dengan seseorang yang kemudian tahu daerah asal saya adalah,”Kamu Toraja? Serius? Koq nggak mirip? Eh, benar nggak sih ada mayat berjalan di sana?” Tanya yang kemudian berkembang menjadi pembenaran versi mereka ketika obrolan berlanjut pada kesukaan saya menyusuri jejak sunyi,”Pantesssss, Toraja kan?” #soktaudehkamu
Melalui tulisan ini saya meminta kepada siapa pun yang membaca tulisan ini, tolong jangan asal ikut-ikutan eksis menyebarkan informasi jika tidak memahami dengan jelas duduk perkaranya. Mari bersama menumbuhkan cinta dan bangga pada tanah air dengan belajar mengenali budaya bangsa kita yang beraneka ragam ini. Salam budaya [oli3ve].
woh gitu toh sebenarnya. makasih penjelasannya mbak.
hehe ..thank ya pak dosen tulisannya dire-blogged
Iya awalnya percaya, stlh mbak Olive kasih klarifikasi jd gak percaya.
Reblogged this on Just Share and commented:
Media sosial memang luar biasa. Bagaimanapun jua, kebenaran harus diterusakan dan disebarluaskan. Inilah yang sebenarnya tentang Mayat Berjalan yang heboh itu.
mbak, ijin share di lapak sebelah ya 🙂
monggo Dian, eh udah ya 🙂
hihihihihi sudah mbak, tadi X_X
*ndisiki kerso*
Soalnya kmrn itu aku & temanku termasuk yg agak WOW pas lihat foto itu
hahaha … kemarin pas lihat gambarnya beredar sempat malas untuk komen tapi koq ya tergelitik untuk meluruskan.
coba tanya yang baru balik dari sana selasa kemarin, dia lihat apa aja?
Aha ini dia yang sebenarnya. Makasih mbak Olyvia. Izin share juga ya di FB 🙂
boleh banget om 😉
owh..gitu yah, makasih mbak oLive atas klarifikasinya… btw, itu ganti bajunya harus sambil didirikan yah 😮
ya begitulah Isna
gini deh bayangin anak kecil yang main boneka barbie, waktu mau ganti bajunya kan mesti diberdirikan si barbie-nya biar gampang lepas pasang bajunya
jadi nggak mungkinlah tuh tengkorak diganti bajunya saat telentang di dalam peti 😉
Dari awal sudah nggak percaya kalau itu foto mayat berjalan, tapi saya percaya ritual itu ada. Dan entah logika atau enggak, mistis atau enggak, kayaknya kalaupun ada mayat berjalan nggak bisa difoto deh, mungkin 🙂
betul bang Alid
menurut saudara saya, duluuuu sewaktu ada pengiring jenazah yang akan melewati kampung mereka, sebelumnya ada yang mendahului datang ke penduduk sekitar kampung yang akan dilalui oleh rombongan. mereka meminta agar warga tidak menegor jika nanti melihat ada “orang” lewat yang tampak berbeda dengan orang biasa.
rombongan ini pun akan lewat tengah malam bukan di siang bolong sehingga tak akan bisa untuk disaksikan seperti perarakan pawai budaya misalnya, boro² dipotret bisa tumbang dia. kalau tumbang memerlukan waktu yang lama untuk kembali “membangunkan”-nya
Nah ini mencerahkan……
thanks mBa Olive
secerah mentari pagi, jadi agenda hari ini kemana mas? hahaha
Dikantor aja mba “Kalo Jodoh” artinya ngga kemana-mana…. dolan terus bisa dipecat hehehe
sudah balas imel dari ngademin K? jiaaah senang mau ketemu salah satu idola saya 🙂
Sudah dan saya hadeer….
ternyata mbak olive yg buat, gk kebayang 3 thaun yg lalu pasti kesal bgt dah,., aku pernah merasakan yg bgtu mbak.. photoku dicaplok tanpa izin aje gila..
bukan Winny, gambar itu saya dapat dari keponakan yang mendapatkannya dari kawannya. karena pernah mengalami gambar dicopas sama sebuah media, saya tahulah gimana kesalnya jika hasil karya kita diaku2 sama orang lain.
saya hanya mencoba mengklarifiskasi kalau gambar tersebut pernah saya bagikan di multiply 😉
mengerti jadinya hehee,., aku sekarang kalau buat gambar jd aku tandai karena kmren ada photoku yg diambil langsung tanpa permisi gitu,, bete banget hehe.. gilanya itu photo wajahku ampun hihi
whaaat? foto wajahmu diapain?
kalo yg ada wajah diri saya sih usahakan ukurannya dikecilin sebelum dipublish 😉
wajhku diambil gt aja mbak hihi dimasukin ke web nya.. kuplak
pasti yang pasang penggemar berat kamu
eh, sudah ke taman prasasti? aku renc selasa mau ke sana 😉
thanks penjelasannya, awalnya aku juga gak percaya, pengen nama Olive juga tdnya tapi lupa, untunglah sdh ada yg tanya lbh dulu, ikut sebarin tulisan ini juga lah dr pd bnyk yg salah mikir
silakan ibu Seno, boleh koq disebar-sebar
ternyata darah Toraja saya mendidih juga hahahaha
Ku protes duka komi sidi’ kanda, mi palakoi koma atas tu “ma” na tae’ tu “nene”, artinya pilih kasih komi tu hahaha…
hahahahaaaaa …tae ku melada passura’ toraya, tae peladaranna to pissan to. kurre ces
Waaaah….gitu ya kak. makasih infonya ya kak. Untung saya gak ikut-ikutan nge-share -_-
hehe
hi Fardelyn, paket dari PK sudah terima belum?
aku share juga ya Olive, di FB banyak beredar nih..
soal issu jalan sendiri ke kuburannya itu juga udah aku dengar dari kecil
silakan mbak Monda
yup cerita itu memang bergulir sepanjang masa, dan aku pasti selalu ditanyain. sampai sempat berpikir untuk bikin rekaman jawaban jadi kalau ada yg bertanya tinggal pencet tombol play hehee
Reblogged this on Kisahku.
oh, begitu toh ceritanya, hampir hampir tertipu saya. inilah bagusnya punya putri daerah yang mengerti masalah dan bisa menjelaskannnya 🙂
putri daerah bang?
nyaris tak diakui saya bang, lebih dipercaya sebagai aneuk Nanggroe 😉
prinsip saya sih gini bang, sebagai anak daerah harus paham budaya daerahnya meski tak sampai dalam banget tapi ketika ada yang bertanya tentang satu hal minimal bisalah memberikan sedikit pencerahan tapi jangan juga sok tahu. itulah pesan dari alm Papa saya
saleum
Wah, mencerahkan sekali mbak penjelasannya… terima kasih ya… beberapa minggu lalu ada teman yang share foto ini di FBnya, tapi nggak dikasih tau cerita di baliknya, jadi penasaran dan baru sekarang terjawab 🙂
Btw, link yang di kompasiana kok barusan dicoba buka nggak bisa ya?
ya, itulah kebiasaan orang-orang yang main sebar gambar untuk eksis di medsos tapi malah bikin orang lain bingung 😉
tadi Kompasiana memang sempat down Mel, habis posting ini saya juga nggak bisa akses akun di sana. tapi sudah ada klarifikasi dari admin Kompasiana kalau jalur ke sana sudah kembali normal. barusan saya coba klik link-nya sih dua-duanya bisa.
kalau nggak bisa juga coba dari sini :
http://sosbud.kompasiana.com/2012/08/29/ma%E2%80%99nene-tradisi-bersih-kubur-ala-toraja-482905.html
http://sosbud.kompasiana.com/2012/06/24/hentikan-kisah-mayat-berjalan-di-mamasa-466853.html
thank
Siiiipppp… tengkyu ya mbak
*meluncur ke TKP*
Olive, Sangat tersentuh pada ajakan memahami esensi budaya setempat dan menyebarkannya secara apik, bukan sekedar potongan sensasinya. Salam saya
makasih mbak Prih, kebon kesehariannya apik lho
saya barusan buka foto itu yg di fb..si pengunggah sepertinya ngotot bahwa yg ia sampaikan adalah benar. Padahal saya ga yakin dia tahu dgn benar adat Toraja. Cuma karena dia ga mau malu karena info yg dia sampaikan salah, makanya dia masih berkeyakinan bahwa dia benar, hehe
o,yaaaa ? saya nggak mengikuti lagi sejak dia ngotot dengan jawabannya
semoga satu waktu beliau mendapat pencerahan hahaha
o,ya mas Wisnu,
pengunggah ini benar2 deh infonya menyesatkan
foto tersebut dia upload tgl 4 Nov 2013, dalam satu komentarnya dia menuliskan ritual membuat mayat berjalan disebut ma’nenek dan jenazah dalam gambar yang diunggah wafatnya belum lama. sementara foto ini sudah ada 3 tahun lalu (bisa dilihat pada tautan tulisan saya di SINI)
lebih lucu lagi dia menerangkan mayat akan dibuat berjalan menuju Londa sebagai tempat peristirahatan terakhir.
untuk mendukung penjelasannya, dia mengunggah sebuah gambar yang dia sebut Londa padahal gambar itu BUKAN Londa tapi tempat lain
yg benar Londa adalah salah satu destinasi wisata andalan Toraja, kuburan para bangsawan; di sini pengunjung bisa melihat peti2 mati kuno, patung dari si mati, masuk ke dalam 2 buah gua untuk melihat dari dekat bagaimana masyarakat setempat mengatur penempatan peti mati di dalam sana.
kasihan yang benar-benar “buta” tentang Toraja, bisa melahap mentah-mentah informasi tersebut
terimakasih kk atas pencerahannya… aku juga ikutan perccaya kalo ada mayat berjalan
senang bisa mencerahkan kk Danan 😉
Saya pernah membaca di sebuah blog entah punay siapa karena dikasih link-nya.
Dia bilang ada arwah yang membuatnya berjalan…
Tapi, apapun itu sih saya sangat takjub karena di Bali ada acara yang rada mirip2 beginian meski saya gak ada keberanian buat menontonya.
its a black magic mbak 😉
bisa disimak pada bagian kalimat di paragraf akhir tulisan di atas:
Tradisi ini sudah TIDAK dilakukan lagi semenjak masuknya para ulama menyebarkan agama Islam dan para zending yang membawa ajaran Kristen.
terima kasih pencerahannya.
Saya berkesempatan 2 kali berkunjung ke mamasa. Berat sekali medan jalan untuk mencapai mamasa, 12 jam jalan darat dari makassar, dan jalur Polman-mamasa sangatttt parah, banyak longsoran dan jurang, fisik jalan juga rusak parah. Mobil yang kami tumpangi sempat slip dan untungnya kearah tebing, bukan ke sisi jurang, Sungguh perjalanan darat terberat yang pernah saya alami. Semoga pemerintah pusat, pemda Sulbar, pemda Mamasa segera melakukan perbaikan. Menurut penuturan pemilik hotel tempat saya menginap di Mamasa, konon jalur tengkorak poros Polman-Mamasa pernah mulus, dahulu bisa ditempuh dalam hanya 2 jam. Seiring dengan pemekaran Mamasa menjadi kabupaten, volume kendara meningkat, ditambah banyaknya kendaraan berat yang melalui jalur Polman-Mamasa. 5 tahun terakhir kondisi jalan cepat rusak menjadi semakin parah akhir2 ini.
Mamasa kota kecil diperbukitan yang memiliki pemandangan alam yang cantik dan budaya yang tidak kalah dengan tetangganya, Tana Toraja. Mengenai adanya mitos “memperjalankan mayat” ada versi cerita lain yang saya peroleh dari seorang tokoh adat di Mamasa. Menurut beliau, asal muasalnya adalah budaya mengembalikan jasad orang yang meninggal dunia itu ke tanah kelahirannya. Umumnya dilakukan dengan arak-arakan yang ramai, dan disetiap desa/kampung yang dilalui dan disinggahi perlu menginap jika jaraknya jauh, maka akan ada semacam perjamuan. Nah tentunya hal ini akan membutuhkan biaya yang cukup besar. Tentunya tidak masalah bagi keluarga2 yang mampu. Konsekuensinya, bagi keluarga yang tidak mampu mengarak dan mengadakan perjamuan disetiap desa yang disinggahi, semantara mereka harus mengembalikan jasad orang yang meninggal itu ke kampung asalnya, terpaksa “sembunyi2” tanpa diarak beramai2 dan membawa sendiri jasad leluhurnya itu. Disinilah mulai berkembang cerita bahwa ada jasad orang meninggal bisa “datang sendiri” sampai di kampung kelahirannya tanpa diarak beramai2 dari tempat asalnya meninggal. Pun penduduk desa/kampung yang “seharusnya” disinggahi arak2an pembawa jasad itu merasa tidak perjamuan. Muncullah cerita mayat berjalan sendiri pulang ke kampung kelahirannya.
terima kasih sudah menambahkan infonya
Theodora Benson seorang bangsawan Inggris yang melakukan perjalanan ke Hindia Belanda pada pertengahan 1930-an dan sempat bertualang ke daerah Mamasa menuturkan bahwa Mamasa adalah satu daerah di pedalaman Toraja. Untuk mencapainya diperlukan 2 hari berkendara dari Makale, ibukota Tana Toraja.
dalam bukunya In the East My Pleasure Lies (1938) Benson juga menuliskan : Suku Toraja yang menetap di daerah tengah Sulawesi selatan merupakan bagian dari ras Melayu-Polinesia. Mereka adalah orang-orang yang tidak mengenal Tuhan; baik Kristen maupun Islam tidak mampu berbuat banyak untuk mengubah pemikiran dan kepercayaan yang dianut oleh mereka … dulunya mereka suka berburu kepala manusia.
mengenai adanya versi lain tentang mayat berjalan, biarlah para pakar yang berbicara
saleum
saya juga baca di salah satu online berita ini. kalau ngak baca keseluruhan beritanya saya malah mikir itu nenek2 jompo lagi jalan sambil di papah 😉
itulah pentingnya menyaring informasi yang disajikan dengan bijaksana mbak Cantik, terima kasih sudah mampir
sepertinya dulu entah berapa tahun lalu sempat melihat-lihat foto yang begituan, memang foto itu kisah yang sangat banyak cerita, cuma ditangan orang-orang yang ingin heboh menjadi tidak ada etika lagi malah mengangkat (repost) untuk hal-hal yang tidak mencerahkan.
tiap tahun ada saja yang menyebarkannya Aulia, dan benar kalau yang menyebarkannya tak beretika yang tersebar adalah info yang menyesatkan
dampak perkembangan medsos adalah banyak pengguna yang hanya sekedar pengen eksis tanpa mau belajar etika berbagi informasi
btw, hari ini aku terima 2 exp the Atjeh … wuiiih NatGeo-nya Nanggroe nih, udah baca belum?
wah belum baca tuh, dimananya tuh man?
coba cek di sini http://www.atjehtoday.com/
@Aulia : turut berbelasungkawa atas kepergian ayahanda tercinta tadi pagi, semoga keluarga yg ditinggal diberi kekuatan
saleum
terimakasih penjelasannya yang meluruskan kejadian ini.saya juga sedang ingin mengetahui budaya dari nenek moyang saya. kebetulan saya punya sedikit darah toraja, tapi sudah tercampur dengan bugis,jawa dan cina hehehe. saya memang sering mendengar ritual mayat berjalan, tetapi menurut kakek saya di toraja mereka sudah tidak melakukannya lagi karena seperti yang mbak tulis sudah tidak sesuai dengan ajaran agama mereka.
sama-sama mbak
senang bisa berbagi, semoga bermanfaat atau malah tambah penasaran? 😉
Udah dikasih link blog ini ke orang yang ngeyel tadi itu?
sudah kk Eka, diselipin seseorang diantara panjangnya komentar2 di gambar si pengunggah 😉
wah mak…iya lihat di fb soal itu… wah jadi mudeng dengan penjelasannya ini…tfs mbak
terima kasih sudah mampir mak
senang bisa berbagi
jadi, yang pake baju biru itu apa mbak? *maaf, masih belum paham* Mayat yang diangkat dari kuburnya karena kuburannya mau dibersihkan (terkait ritual pembersihan kubur tadi)? ‘_’
yup, tengkorak dari jasad yang dibuka dari peti mati untuk menjalani ritual bersih kubur. setelah bajunya diganti dan didandani, jasad tersebut dibungkus lagi/dimasukkan ke dalam peti yang baru sebelum dikuburkan kembali
jika ingin melihat detail prosesnya bisa masuk ke tautan berikut, gambarnya lebih jelas. jangan kaget ya 😉
http://www.dailymail.co.uk/news/article-2193132/Mummies-dug-change-wardrobe.html
salam
Kemarin saya juga lihat di FB.. tapi langsung di hati bilang jika itu dibesar-besarkan..
matur nuwun mbak udah memberi artikel yang bergizi dan menyehatkan
salam kenal
sama-sama, terima kasih sudah mampir mas
oh itu toh ceritanya 🙂 TFS yaaa Olive
kembali kasih Non 😉
Thanks kak Olive, akhirnya terkuak sudah tabir kebenaran #halah 🙂
hahaha kk Gio, eh aku ada renc ketemuan kk Eka di Taman Prasasti minggu depan 😉
Akhirnya mendapat penjelasan disini..
kadang memang suka dibesarkan2 ya mbak…
salam kenal
syukurlah bila bisa mencerahkan, terima kasih sudah mampir mbak Delia
heheee
thanks banget atas sharingnya ya.. saya juga sempat melihat foto yang di atas itu sebelumnya,tapi entah di tulisannya siapa..
thx sudah mampir, foto itu menyebar di dunia maya 3 tahun lalu mbak
bisa nampang dimana aja;)
baru tahu deh, ternyata penjelasannya seperti itu yak.. Semoga gak ada lagi yang menyebarkan info gak ada sumber validnya..
semoga
budaya toraja (toraja culture) memang sangat unik dan memikat banyak orang
hehehe
Lho? Jd saya nda bs lihat ritualnya lg dong. Padahal cita2 saya dr kecil untuk datang Tana Toraja untuk lihat prosesinya.
ritual dan prosesi yang mana nih?
kalo bersih kubur aka ma’nenek masih dijalankan oleh sekelompok warga di satu kampung.
silakan dibaca artikelnya dengan lengkap, thx
Ritual yg ini:
quote:
“Sedang tentang mayat berjalan, dahulu kala memang pernah ada dan dilakukan oleh mereka yang menganut kepercayaan aluk todolo di daerah Mamasa, sebuah wilayah yang berbatasan dengan Toraja. Saya ingat waktu masih duduk di bangku SD seorang saudara saya pun pernah bercerita tentang hal ini ketika kampungnya dilalui oleh mereka yang mengiring jenazah berjalan ke kampung halaman.”
Thx.
Oh sempet terkagum-kagum dan ga sempat eksplore kebenaran, baru sekarang dapat pencerahan.
Menarik banget memang itu brow.. saya berharap semoga budaya dan tradisi kita selalu terjaga, agar tak tersabotase oleh negara lain.
pengen lihat lagi …. itu tradisi ga seharusnya mati ,
jikalau agama belum masuk ke indonesia, semua agama yang udah ada di indonesia sebelumnya pasti masih eksis . beberapa di daerah di indonesia dulunya punya agama sendiri sendiri , mungkin lebih tepatnya ajaran untuk ilmu tenaga dalam ..
karena jaman dulu kan masih hukum rimba …
tapi sangat disayangkan agama leluhur perlahan hilang, bahkan sejarahnya nyaris tak terdengar …. saya hanya ingin tau lebih banyak tentang leluhur dan tradisi yang ada di di indonesia, tapi setelah baca artikel di atas, miris juga … dipakai untuk kepentingan pribadi dengan seenaknya menyelewengkan keaslian cerita .
Foto ini uda lama..z jg sempat liat dngan mata kpala saya nenek saya jalan k liang kbur.smpai d kburannya dia langsung rbahan..sampai skrang mayat brjln msh biasa d lkukan d kmpung zaya..(MAMASA) klo klian mau bkti nyata z bisa pandu saudara k mamasa untuk bktkan sndri
Aku bangga jadi orang toraja,,, meoli ko toraya… Aaaaaiiiihhhhhiiiihhhhiiiii…..
saya sngt s7 dngn postingan di atas,, sbenarx tradisi mnjalankan mayat atau popa’lingka tomate sdah sngat jarang ditemui, praktek tsb hanya di lakukan pda zaman dahulu, karena umunya Toraja itu trletak di daerah pegunungan serta dipenuhi hutan yg lebat, karena kbiasaan orng Toraja mlakukan perjalanan dengan brjalan kaki maka tdk jarang mreka menemui musibah di prjalanan entah itu sakit atau apa hingga meninggal, maka untuk mengembalikan mayat tsb ke rumahx maka praktek menjalankan mayat inilah yg dilakukan, karena tdk mungkin untuk menggotong mayat tsb dngn jarak puluhan kilometer dngn medan yg sangat susah, aplg pada saat itu belum ada mobil Ambulance. hehehe..!! brbeda dngn skrng, kendaraan sdah sngat ramai di Toraja, makanya praktek ini sdah tdk dilakukan lgi. Namun praktek semacam kadang masih sering ditemui saat pemotongan kerbau pada upacara kematian ( rambu solo’ ), kerbau yg sudah di tebas lehernya masih ttp bsa berdiri dngn durasi waktu yg cukup lama.atau bahkan kerbau yg sudah dikuliti masih bsa bangkit dan ngamuk sana sini. tp biasanya pihak dari keluarga yg meninggal akan menolak apabila praktek tsb dilakukan saat upacara. karena konon, daging kerbau yg terkena mantra tsb memiliki rasa yg tdk enak..
itulah sdkit yg saya ketahui tntang tradisi mnjalankan mayat.. meoliko Toraya,, HHaaaiiihhiiiiihahaa…!! salam dari Toraja Utara, Rumpun Kanuruan,,,!!
Hi !
I plan to visit toroja for this festival, may i know when this festival will held again ?
Hi Susan, thank u for dropping ur message. Usually it’s held on Aug – Sept, don’t have any update info yet is it schedule next year or not
udah gambar asal nyomot, salah kasih keterangan, ngotot pulak 😦 Thanks for sharing this interesting info…
Yudi malah baru tahu kak hihihi
hmm kere n ini kakk ^^
astagaaaa… berani beneeer dia mengunggah gambar yang tak diselidiki dengan data yang valid >_<
kalo boleh nanti sebagian aku kutip ya Olip, aku juga gemes dengan fenomena "data tak valid tapi diunggah ke medsos dan…. viral" seperti ini!