Lebaran sebentar lagi
Beramai-ramai kita mudiiiiik
H-6 Lebaran, tukang ojek langganan pagi tadi terlihat gelisah takut ditinggal libur pelanggan setia hahaha.
”Mbak, kapan pulang?”
“Saya jaga kandang bang ‘gak libur.”
“Oooo, sama donk saya juga gak mudik.”
“Anak kampung sini ya, makanya gak kemana-mana?”
“Iya mbak, kan saya tinggal di belakang.”
Hmmm … pantes kemarin adiknya pak RT bilang jangan khawatir selama libur lebaran ada yang jagain koq. Ternyata abang ojeknya merangkap bekingan keamanan anak kampung belakang. Baguslah esok-esok bisa nongkrong di posronda 😉
Sebagian besar warga Jakarta akan mudik ke kampung halaman untuk merayakan hari kemenangan setelah menjalankan ibadah puasa selama 1 (satu) bulan. Dari sebagian besar itu, nyaris sebagian besarnya mudik ke JAWA! Waktu masih kuliah di Bandung atau saat terdampar di Banten, saya juga suka heran setiap kali ada kawan yang bilang mau mudik ke Jawa. Memangnya sekarang lagi di pulau apa? *bingung*
Jika berbicara tentang suku, maka kita dapat melihat bahwa masyarakat yang mendiami daerah Jawa Barat mayoritas suku Sunda. Mereka tidak mau disebut sebagai orang Jawa tapi urang Sunda dan dalam percakapan sehari-hari pun bahasa ibunya adalah basa Sunda yang berbeda dengan basa Jawa. Sedangkan yang disebut sebagai orang Jawa adalah mereka yang mendiami daerah Jawa Timur, Jawa Tengah dan Yogyakarta.

Mari kita coba membolak-balik kitab sejarah, pada 1357 ada satu kisah perjalanan cinta yang berakhir duka. Ini kisah Hayam Wuruk, Raja Majapahit yang berhasrat untuk mempersunting Dyah Pitaloka puteri Prabu Linggabuana nan gareuleuis dari Tatar Sunda. Tujuan pernikahan berbumbu politik demi mempererat hubungan antar kerajaan ini tak berakhir bahagia karena terjadi konflik yang menyebabkan tewasnya semua rombongan Kerajaan Sunda di Pasanggrahan Bubat.
Konflik terjadi ketika Gajah Mada Mahapati Majapahit yang terkenal dengan Sumpah Palapanya tergoda untuk merealisasikan sumpahnya dan menguasai Tatar Sunda, satu-satunya kawasan yang belum dikuasai oleh Majapahit. Berangkat dari niat tersebut, sang Patih memaksa utusan dari Sunda untuk mengakui kedatangan mereka membawa neng Diah sebagai tanda tunduknya Tatar Sunda pada Majapahit. Prabu Linggabuana tak menerima penghinaan tersebut sehingga terjadi adu mulut yang berakhir pada adu kekuatan. Dalam catatan sejarah peristiwa ini dikenal dengan Perang Bubat.
Sakit hati urang Sunda akibat peristiwa masa lalu itu terbawa hingga sekarang. Ccoba deh jalan-jalan di daerah Jawa Barat; pernah gak menemukan jalan yang memakai nama Hayam Wuruk dan Gajah Mada? Kalau ada, tolong info-info ya 😉
Kembali ke cerita mudik, kenapa jadi ceritanya melompat jauh ya? Buat yang liburan selamat berlibur, hati-hati di jalan, selamat berkumpul dengan keluarga, selamat menjelang Lebaran nan Suci. Saya kan menghitung hari tuk menikmati sepinya Jakarta seperti mottonya Enjoy Jakarta!

Minal Aidin Walfaidzin, mohon maaf lahir bathin. Kembali ke Jakarta jangan bawa rombongan lenong ya, Jakarta sudah sumpek kawan. [oli3ve]
Gara2 neng diah ya… di jawa sana juga gak ada jalan Pajajaran atau Tarumanegara 🙂
o iyaa … kasihan neng Diah, akhirnya memilih bunuh diri
Aku sukaaaaa denger cerita itu, pas pindah sby didongengin satu temen hihi
cerita yang mana ini Non? tentang orang Sunda yang gak mau disebut Jawa atau kisah kangmas Hayam Wuruk dan neng Diah?
pulau Jawa akan miring (jomplang) ke arah timur untuk sementara waktu
semoga gak jomplang2 amat ya … biar gak pada main perosotan
Iya, cerita awal ‘pertengkaran’-nya dimulai dari sana. Terlalu panjang kalau harus dirunut kenapa masalah itu sampai ‘mempengaruhi’ sampai sekarang. Haha.
Selamat menikmati Jakarta, Olive. 😛
Kapan-kapan main ke Jogja ya. Ada yang menarik gak di sana? 😀
hi mas Teguh, itu kisah jadi novel sendiri ya hehehe
kalau Jakarta sepi yang menarik kemana2 gak kena macet mas, kalo aku ke Jogja tar tak kabari ya
Hihi, iya, panjaaaaang sekali.
Siap, kabar-kabari saja olive. 😉
Baru paham cerita nya begitu, ada sakit ati ternyata 🙂
hehehe … mendadak ingat padahal maksudnya mau nulis tentang mudik
btw, sekarang banyak orang jawa-sunda-betawi saling kawin-mawin, gak ada masalah tuh kayaknya 🙂