Tak terasa sudah enam tahun gak bermain ke sini sejak kunjungan di 2007. Saat menyempatkan bertandang Juni lalu; beranda samping rumah Opa Khouw disulap menjadi tempat makan dengan jejeran meja dan kursi kayu. Para penjaja makanan seperti penjual Es Selendang Mayang, Kerak Telor, Nasi Ulam Betawi, Toge Goreng, Soto Mie, Kue Pepe dan beragam jajanan khas Betawi Tempo Doeloe pun terlihat sibuk melayani para tamu. Tiga hari ini rumah Opa Khouw dipercantik dengan hiasan lampion merah yang menggantung di langit-langit dan aneka ornamen di sekitar rumah menyambut para tamu sejak melangkah dari beranda depan.
Itulah suasana Candranaya Batavia Festival, sebuah keriaan yang turut menyemarakkan Ulang Tahun Jakarta yang ke-486 yang baru berlalu. Candranaya Batavia Festival digelar selama tiga hari (21 – 23 Juni 2013) di kediaman Mayor Khouw Kim An di Molenvliet West, Batavia eeeh sekarang disebutnya Superblock Green Central City, Jl Gajah Mada No 188, Jakarta Pusat.
Khouw Kim An atau Opa Khouw (saya belum menemukan relasinya dengan Opa OG Khouw tapi kalau dilihat dari letak makamnya yang berada satu area di TPU Petamburan, mereka masih serumpun), lahir di Batavia 5 Juni 1879. Kakeknya Khouw Tian Seck adalah seorang tuan tanah yang kaya raya dengan sawah bertebaran di Batavia, Karawang, Cikampek maupun Tangerang serta pemilik gedung-gedung di sekitar Molenvliet (sekarang kawasan Jl Gajah Mada dan Jl Hayam Wuruk).

Opa Khouw menempati rumah di Jl Gajah Mada 188 yang diperkirakan dibangun sekitar abad 18 ini sebagai rumah warisan dari ayahnya Khouw Tjeng Toan. Opa Khouw diangkat menjadi Mayor oleh pemerintah Hindia Belanda pada 1910 dan memegang jabatan tersebut hingga 1918, kemudian dipercaya lagi menjadi mayor pada 1927 – 1942. Mayor adalah jabatan khusus yang diberikan oleh pemerintah Belanda kepada seorang yang ditunjuk menjadi pemimpin Tionghoa untuk membawahi daerah administratif di kawasan pecinan. Dalam menjalankan tugasnya mayor dibantu oleh letnan dan kapiten. Ketiga pemegang jabatan inilah yang bertugas menyelesaikan bila timbul percekcokan di antara warga Tionghoa di wilayah mereka.



Opa Khouw seorang yang peduli sejarah. Di tahun 1929 saat menemukan makam Souw Beng Kong kapiten Tionghoa yang pertama dengan kondisi yang sangat memprihatinkan; Opa Khouw mengeluarkan amanat agar makam itu dipugar dan dibenahi. Sekarang apa kabarnya tuh makam ya? Kapan-kapan kita besuk peristirahatan Kapiten Souw Beng Kong yuuuuk.
Ketika Jepang mendarat di Indonesia pada 1942, Opa Khouw termasuk yang ikut dijemput oleh Jepang lalu dimasukkan ke kamp interniran hingga meninggal di kamp pada 13 Pebruari 1945. Makamnya bisa dijumpai di kompleks TPU Petamburan tak jauh dari musoleum OG Khouw.

Setelah kematian Opa Khouw, rumahnya kemudian dialihfungsikan menjadi pusat kegiatan sosial dan pendidikan warga Tionghoa bernama Sin Ming Hui atau Yayasan Terang Hati. Saat semangat nasioalisme memuncak termasuk dengan meng-Indonesia-kan nama-nama berbau kolonial, yayasan ini pun berganti nama menjadi Candranaya.
Gedung ini nyaris tak bersisa ketika lahannya dibeli oleh pengusaha yang hendak membangun kawasan ini menjadi kawasan bisnis terpadu pada 1992 dengan menghilangkan Candranaya. Semangat revitalisasi kota tua dan hadirnya protes dari berbagai pihak menghentikan kegiatan pembangunan tersebut sehingga yang tersisa dari Candranaya masih bisa kita nikmati seperti saat ini, terhimpit di antara gedung pencakar langit.
Puas menengok bagian dalam rumah, saya menarik langkah kembali ke beranda samping kanan memesan Es Selendang Mayang yang menggoda di siang yang panas. “Mbak, permisi boleh ikut duduk?” mendadak tiga lelaki Tionghoa yang berasal dari tiga generasi minta ijin berbagi meja padahal di kiri kanan masih ada meja kosong. Hmmmmm …. nikmatnya berbagi. Tiga lelaki Tionghoa dan segelas Es Selendang Mayang menemani istirahat saya, mengusir penat di beranda samping siang itu sembari mengenang Opa Khouw setelah seharian berjalan di bawah terik matahari. Salam budaya [oli3ve]
wah… dah berkunjung ya?
itu kan mall, hotel jadi satu ya? di tengah2 bangunan kunonya tetap dijaga ya?
boleh masuk ke dalamnya? pengen ke sana deh.
bangunan tua itu sebagian masih ada kan dulu menuai protes. kemarin karena ada acara bebas2 aja masuk, harusnya sih boleh berkunjung ya
sepertinya harus siap-siap keliling dan cari info soal itu semua.
yuk mariiiii 😉
oliv, pas liat2 foto ehh ada foto minuman, ughhh langsung haussss hahaha
minumannya sengaja ditaro di bawah biar gak langsung ngiler 😉
Huhaha iyaaa ya tp tetep jd ngiler dong
anggap aja itu penyemangat menunggu bedug maghrib
*jadi ingat pertanyaan2 konyol si Matt hahaha*
huhahaha……iya bener. lucunya ya Ol, si Matt itu selama puasa malah gak pernah bilang pengen apa2 loh. aku kalahhhh
iya ngakak2 sendiri depan monitor tiap kali baca 😉
ngebayangin mukanya itu lhoooo
Samaaa.. jadi pengen ke sana, Olive mbok kabar2i gituuu kalau mau berkunjung ke tempat2 aneh di area Jakarta 🙂
hahahaha …lho ini mendadak dankdut lewat koq bu. aku kan suka gitu lagi pengen langsung mampir. tapi tar kalo mo jalan2 aku kabari deh
Iya yaa.. moga2 aku juga pas bisa hehehe..
sip deh bu
pada masa Belanda dulu, mereka lebih percaya padA bangsa tionghoa disbanding indonesia ya kak. liza pernah baca, orang Indonesia hanya menjadi.buruh
jaman itu jumlah imigran yang masuk Indonesia termasuk warga Tionghoa semakin banyak. agar mudah diawasi pemerintah mengeluarkan satu aturan bagi para pendatang untuk tinggal dan berkumpul dengan kaum sebangsanya sehingga muncullah kampung Cina atau lebih dikenal dengan pecinan. nah, untuk mengatur ketertiban di kampung itu dipilihlah pemimpinnya dari kaum mereka juga.
jumlah penduduk Tionghoa yang semakin banyak dan karena keuletannya mereka pun menguasai perniagaan, membuat Belanda ketar-ketir juga sehingga terjadilah pelanggaran HAM yang sangat sadis yg dikenal dengan Batavia 1740.
penggalan kisahnya bisa dibaca cerita pejalanan saya saat Menemui Raden Panji Margono di Gie Yong Bio di Lasem,
kalo orang Indonesia kan umumnya pengen enaknya aja 😉
jadi panjang deh komennya, apa kabar Nanggroe tercinta?
Mbak oliveeee…..ajak aku ke situu…. *ngiler ngeces*
yukkk ke Jakarta 😉
info tambahan, Opa Khouw Kim An ini bisa disebut sebagai the Last Emperor of China-nya Batavia
coz si Opa adalah Mayor terakhir, di jaman Jepang semua jabatan itu dihapuskan