Namanya tenggelam dibalik nama besar Cut Nyak Dhien, Cut Nyak Meutiah serta nama-nama pahlawan wanita yang muncul setelah jamannya. Tak banyak yang tahu kisahnya, tak banyak yang mengenal siapa dirinya meski namanya melekat di lambung salah satu kapal perang kebanggaan negeri ini KRI Malayati.
Ketika dunia masih sibuk membincangkan kesetaraan gender, di Aceh pada abad 15 telah muncul seorang perempuan perkasa yang memimpin di garis depan, Laksamana Keumalahayati. Dialah perempuan pertama di dunia yang memegang pucuk pimpinan tertinggi sebagai Panglima Angkatan Laut Armada Selat Malaka kerajaan Darud Donya Darussalam dan pernah berjuang melawan Portugis hingga ke Johor. Putri dari Laksamana Mahmud Syah kakeknya Sultan Ibrahim Ali Mughayat Syah pendiri kerajaan Aceh Darussalam.
Keumalahayati yang biasa dipanggil Malahayati, menempuh pendidikan di Akademi Militer Mahad Baitul Makdis. Malayahati mengambil jurusan Bahari (Angkatan Laut) sesuai dengan jiwa bahari yang mengalir dalam darahnya yang diturunkan dari ayah dan kakeknya. Sebelum menjadi Pangima Angkatan Laut, ia menjabat sebagai Komandan Protokol Istana di Kesultanan Aceh Darussalam. Ketika suaminya Laksamana Mahmuddin bin Said Al Latief gugur dalam pertempuran di Teluk Haru, Keumalayahati diangkat oleh Sultan Alaiddin Riayat Syah Al Mukammil untuk menggantikan posisinya sebagai Panglima Armada Selat Malaka.

Atas persetujuan Sultan Al Mukammil, Keumalahayati memimpin perjuangan dan pergerakan dibantu pasukan Inong Balee (pasukan janda) yaitu armada Aceh yang kesemua anggotanya perempuan para janda yang suaminya meninggal saat perang Teluk Haru. Armada Inong Balee berkekuatan 1000 orang membangun kekuatan militernya di Bukit Krueng Rayeuk sebagai benteng pertahanan.
Demikian sepenggal kisah Laksamana Keumalahayati yang tertuang dalam buku Perempuan Keumala karya Endang Moerdopo. Sebuah novel sejarah yang telah membuat saya jatuh hati pada kisah Malahayati.
Pada 1596 empat buah kapal dagang Belanda mampir untuk pertama kali di Pelabuhan Sunda Kelapa dipimpin oleh Cornelis de Houtman dalam perjalanan pulang ke Negeri Belanda. Kapal dagang ini sebelumnya berlabuh di Pelabuhan Karangantu, Banten pada 22 Juni 1596. Pada kedatangan yang kedua, kapal dagang Belanda dipersenjatai dengan kapal perang dibawah pimpinan dua bersaudara Cornelis de Houtman dan Frederick de Houtman memasuki pelabuhan Aceh pada 21 Juni 1599. Mereka disambut dan dijamu makan siang oleh Sultan Alaiddin Riayat Syah Al Mukammil serta dihibur tarian yang dibawakan gadis-gadis Aceh di Istana Darud Donya. Kepada mereka pun diberi ijin untuk melakukan usaha dagang di Aceh.

Dalam perkembangan hubungan dagang selanjutnya, terjadi kesalahpahaman dan perselisihan akibat penyampaian informasi yang salah oleh penerjemah Sultan yang berkebangsaan Portugis, Alfonso de Alejandro. Alfonso yang menjadi kepercayaan Sultan, menggunakan kesempatan untuk mengembangkan usaha dagangnya sendiri. Sultan yang tidak senang mempercayakan Laksamana Malahayati untuk menyelesaikan masalah tersebut. Kesepakatan tidak tercapai dan de Houtman bersaudara melakukan perlawanan, memaksa Malahayati menurunkan armada Inoong Balee. Dalam pertarungan duel, Cornelis de Hotman mati di tangan Malahayati sedang saudaranya menjadi ditawan selama 2 tahun.
“Aaaahhh …lengking suara seorang Cornelis de Houtman terdengar sangat keras dari atas haluan kapal. Nyawa terlepas dari tubuhnya yang fana. Keumala menghela napas, kemudian memejamkan mata. Keris masih tergenggam di tangannya. Entah berapa nyawa lagi harus melayang darinya ….
“Aku Laksamana Keumalahayati..”
Pagelaran yang dikemas dengan sangat baik dalam rangkaian kesenian Aceh berupa Seudati, Rampai Aceh, Ratoh, Didong dan dituturkan lewat dongeng yang dibawakan dengan indah sehingga tak terasa acara telah usai. Acara dibuka dengan seremoni di pelataran Menara Syahbandar, ditandai dengan pembukaan tutup manekin yang dibalut dengan busana Aceh. Para undangan lalu diajak menyusuri karpet merah dari depan Menara Syahbandar dan disambut dengan upacara Pedang Pora di Museum Bahari. Sebelum pagelaran dimulai, kita dijamu makan malam yang tersaji di dua ruangan khusus: satu dengan menu umum dan makanan khas Aceh tersedia untuk mereka yang ingin mencicipinya di ruang khusus.


Meski belum kesampaian menyusuri jejak Malahayati saat berkunjung ke Aceh bulan Oktober lalu, Sabtu malam (24/11) desiran darah saya cukup terpuaskan dan bergolak menyaksikan pagelaran kisahnya di Museum Bahari, Sunda Kelapa, Jakarta Barat. Penampilan Ayudia Bing Slamet yang memerankan Laksamana Keumalayati semalam bangkitkan gairah untuk segera kembali ke Krueng. Sayang, kegiatan bagus yang digelar di pelataran dalam Museum Bahari ini kurang mendapat sambutan masyarakat dan media, sehingga tak banyak yang hadir di acara ini.[oli3ve]
pasti keren nih teaterikalnya, alhamdulillah saya sudah pernah berjiarah ke makam Laksamana ini 🙂
membuat saya mengiri nih, satu hari nanti saya akan ke makamnya 😉
tapi saya belum pernah lihat aksi teaterikalnya 😀
beda rasanya 🙂 *jadi ingin segera kembali ke Aceh*
Ahh.. Keren! Andai bisa ikutan hadir di sana..
“Pada 1956 empat buah kapal dagang Belanda mampir untuk pertama kali di Pelabuhan Sunda Kelapa dipimpin oleh Cornelis de Houtman dalam perjalanan pulang ke Negeri Belanda.” <- beneran itu tahun 1956? Atau 1596 maksudnya?
Aku juga ada lho pengalaman Napak Tilas Perjuangan Malahayati, sila kunjungi
http://buzzerbeezz.wordpress.com/2012/01/07/malahayati/
Btw, salam kenal 🙂
uppppzzzz, ketika yg di otak berbeda turun ke jari 😉
thanks koreksinya
gak mau ngintip aaah, bikin ngiri hahaha …itu cita-cita utama berkunjung ke Aceh yang belum kesampaian. wish can make it, soon 😉
salam kenal balik
Met pagi Mak, laksamana Malahayati juga idolaku lho. She is the most inspiring woman in my life. Postingan tentangnya lengkap kutulis disini juga, yuk main kesini, Mak.
http://www.alaikaabdullah.com/2012/05/kartini-lain-sebelum-kartini.html?m=1
Juga aku tak sengaja terdampar ke makamnya, suatu hari kala jalan2 ke Krueng Raya. Aku tulis disini http://www.alaikaabdullah.com/2012/07/pertemuan-tak-terduga.html?m=1.
Trims for share Mak, jd kangen deh dgnya, ntar kalo plg ke Nanggroe, mau soan ke makamnya lagi ah! 🙂
waaaaah, ternyata kita punya tokoh idola yang sama ya Mak
Nyak Malayahati ini yang bikin lon jatuh cinta banget sama Aceh, benar Mak bilang beliau sangat menginspirasi.
ini beberapa catatan perjalanan menyusuri jejak beliau:
karena membaca Perempuan Keumala. aku jatuh cinta padanya
terus Merindukan Keumala sampai Ngelindur ke Aceh lalu akhirnya berjumpa dengan penulis novel Perempuan Keumala penuh semangat karena Spirit yang digelorakan oleh Laksamana
masih banyak catatan yang belum dishare, aku dalam waktu dekat akan kembalik ke Aceh Mak, cintaku tak terbendung pada negeri Nanggroe
saleum
Ini dia laksamana perang wanita pertama di dunia… Perempuan Aceh memang luar biasa.
Selamat kak, calon srikandi blogger 2013.
gak lolos ke 10 besar Syam 😉