Jumat, 17 Juli 2009 pk 16.00
Sudah lebih sejam saya menunggu di depan petugas admission untuk memastikan kamar yang sebelumnya sudah dipesan masih tersedia. Pagi hari sekitar pk 07.45 wib dua buah hotel megah di kawasan Mega Kuningan Jakarta, JW Marriott dan Ritz Carlton terkena ledakan bom bunuh diri. Para korban dari tempat kejadian dievakuasi ke beberapa rumah sakit terdekat dari lokasi termasuk ke Rumah Sakit Jakarta tempat saya berada sore itu.
Bunyi sirine ambulan bersahut-sahutan hilir mudik keluar masuk halaman parkir gedung rumah sakit; kesibukan luar biasa tampak di ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD). Manusia tumpah ruah memenuhi lorong menuju IGD yang sempit, dari petugas keamanan, pencari berita, orang -orang yang mencari anggota keluarganya hingga merepotkan gerak para medis yang sibuk menolong para korban.
Setelah mendapatkan kamar, sambil menunggu jadwal kunjungan dokter sebelum operasi kecil yang akan berlangsung esok pagi saya memantau perkembangan berita seputar bom Kuningan II di layar kaca. Sebuah gambar di layar membuat saya terhenyak melihat sesosok pria kulit putih dievakuasi dari lokasi kejadian,”ya Tuhan, itu kan pak Scott!”
Ketika gambar para korban selamat yang dievakuasi ke Rumah Sakit MMC Kuningan ditampilkan di berita selanjutnya, semakin jelas terlihat pak Scott duduk lesu didorong oleh petugas medis. Dari hasil berkirim kabar dengan para sahabat, kami semua mendapat kepastian bahwa pak Scott adalah salah satu korban selamat bom Kuningan II yang segera diterbangkan ke Singapore untuk mendapatkan perawatan intensif.
Minggu, 29 April 2012 pk 07.30
Scott Merrilees, pria berkebangsaan Australia yang telah 20 tahun lebih tinggal di Jakarta ini, kembali hadir menjadi narasumber di tengah-tengah para pecinta dan penikmat sejarah di Parkir Timur Senayan, Jakarta. Lima tahun lalu, pak Scott juga berbagi cerita di acara Plesiran Tempo Doeloe (PTD) yang digagas oleh komunitas Sahabat Museum (Batmus) dengan tajuk yang sama dengan judul buku pertama beliau Batavia in 19th Century pada Minggu (14/01/2007).

Bagi sebagian besar orang, kartu pos mungkin hanya sebuah cara untuk berbagi kabar singkat ketika berkunjung ke suatu tempat kepada keluarga/kerabat/sahabat atau dibeli sebagai souvenir dari sebuah perjalanan. Namun bagi pak Scott (demikian kami biasa menyapa beliau), kumpulan kartu pos tua berusia seabad ternyata bisa menjadi inspirasi untuk menelurusi setiap sudut Jakarta dan melakukan riset pribadi mencari tahu tempat-tempat yang ada di setiap kartu pos koleksinya.
Sebanyak 200 peserta plesiran menikmati perjalanan dengan bis AC dari Parkir Timur Senayan mengunjungi beberapa lokasi bersejarah walau ada sedikit gurat kecewa ketika Pelabuhan Sunda Kelapa dan Taman Fatahilla harus terlewatkan karena hujan mengguyur Jakarta. Buku Greetings from Jakarta: Postcards of a Capital 1900-1950, kembali membawa kami mengelilingi beberapa ikon penting dari masa Hindia Belanda yang masih ada, sudah berganti dengan gedung modern atau berubah menjadi lapangan parkir. Di antara peserta terdapat sekelompok sosialite era 60an yang punya hobby berdansa dan konon beberapa kali dansa-dansi di Hotel des Indes tempat dulunya berlangsung Perjanjian Roem-Roijen (14 April – 7 Mei 1949) yang sekarang telah berubah menjadi pertokoan Duta Merlin.
Sebuah perjalanan yang mengesankan setelah di ikon terakhir untuk kedua kalinya bisa menyusuri White House of Weltevreden (sekarang Gd Departemen Keuangan) yang beberapa pintunya sudah diberi segel tertanggal 27 April 2012 karena akan direnovasi. Di tempat ini pula sebuah buku terbaru pak Scott yang menjadi door prize utama berhasil didapatkan oleh seorang peserta. Sebelum peserta kembali ke Parkir Timur Senayan, Pak Scott yang sering ikut kegiatan PTD ini menyampaikan pesan dan kesan selama mengikuti kegiatan Batmus dan mengatakan,”saya senang bisa berbuat sesuatu untuk Indonesia, semoga buku ini bisa berguna untuk masyarakat Indonesia mau mengenal dan mempelajari sejarah Jakarta.” [oli3ve]